Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memiliki catatan hitam di Papua.
Namanya disebut dalam kematian Theys Eluay, tokoh Papua Merdeka, yang tewas di tangan sekelompok anggota Kopassus.
Aktivis menilai penunjukan Andika menandakan ketidakseriusan Presiden Jokowi dalam menangani pelanggaran HAM berat.
JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi bersama aktivis hak asasi manusia (HAM) mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI. Penunjukan tersebut dinilai bermasalah, mengingat Andika pernah dituding terlibat dalam pembunuhan tokoh pergerakan Papua, Dortheys Hiyo Eluay.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imparsial, organisasi yang tergabung bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi, menyatakan Presiden dan parlemen harus memverifikasi rekam jejak Andika sebelum melantiknya. “Presiden harus betul-betul memastikan calon Panglima TNI yang diusulkannya tidak memiliki catatan buruk, khususnya terkait dengan pelanggaran HAM,” kata Ardimanto Adiputra, Koordinator Program Imparsial, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Program Imparsial, Ardimanto Adiputra. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Ardimanto menyoroti pembunuhan Dortheys Eluay. Theys diculik dan ditemukan terbunuh sehari setelah menghadiri upacara Hari Pahlawan pada 2001 di Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat di Jayapura. Penyelidikan oleh Kepolisian Daerah Papua menyebutkan pembunuhan itu dilakukan tujuh anggota Kopassus. Indonesia mendapat kecaman internasional akibat kasus ini.
Nama Andika, yang saat itu bertugas di Kopassus, muncul dalam surat yang dikirim ayah seorang terdakwa ke Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu. Kepada ayahnya, anggota Kopassus tersebut mengatakan dipaksa oleh Mayor Andika untuk mengakui pembunuhan Theys. Imbalannya adalah karier di Badan Intelijen Negara, yang saat itu dipimpin A.M. Hendropriyono, mertua Andika. “Tuduhan tersebut harus ditanggapi serius,” kata Ardimanto.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Fatia Maulidiyanti, turut menyoroti lembaran hitam Andika di Papua. Pembunuhan Theys ditutup dengan pengadilan yang menyeret empat perwira dan tiga prajurit Kopassus. “Namun Andika tak pernah diperiksa,” ujarnya. Menurut Fatia, pencalonan Andika sebagai Panglima TNI mengindikasikan menciutnya peluang penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Kontras juga menilai Andika, yang memimpin Angkatan Darat sejak November 2018, belum berhasil menekan frekuensi kekerasan yang dilakukan para prajuritnya terhadap warga sipil. Jika Andika menjadi panglima, Fatia berharap dia dapat menghentikan kekerasan itu sekaligus memutus rantai impunitas di kalangan TNI.
Theys Hiyo Eluay. Dok. TEMPO/Rully Kesuma
Dari Papua, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, khawatir penunjukan Andika akan memperburuk kondisi hak asasi di Bumi Cenderawasih. Kekhawatirannya mengacu pada dugaan keterlibatan Andika dalam pembunuhan Theys. “Tak ada jaminan keselamatan di Papua,” kata Theo.
Dia menilai penunjukan Andika sebagai Panglima TNI menandakan ketidakseriusan Presiden Jokowi dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Papua. Padahal itu merupakan akar konflik berkepanjangan di sana.
Adapun Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan Andika punya "pekerjaan rumah" untuk menjauhkan anggota TNI dari konflik agraria. Dalam banyak sengketa pertanahan, YLBHI menemukan keterlibatan TNI yang mengakibatkan diskriminasi bagi masyarakat. “Satu modusnya, TNI datang melakukan latihan tempur di tempat-tempat yang sedang terjadi konflik agraria,” kata dia.
Jenderal Andika Perkasa belum berkomentar soal pencalonan sebagai Panglima TNI tersebut. Ihwal pembunuhan Theys Eluay, Andika pernah menyatakan tidak terlibat. Dia juga mempersilakan semua pihak menyelidiki dugaan keterlibatannya. “Monggo, enggak ada alasan bagi saya untuk melarang itu,” ujarnya pada 2018.
AVIT HIDAYAT | EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo