Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH lima tahun, Somadun Hidayat, 40, kepala SDN Condong, Purbalingga, Jawa Tengah, mencari penghasilan tambahan dengan menulis cerita pendek. Karya-karyanya, yang banyak berkisah tentang cimta, dimuat koran Semarang dan Jakarta dengan nama samaran Somanegoro. Januari lalu, terjadi tragedi yang mengubah jalan hidup Pak Guru. Cerpennya Kenangan Manis, siap dikirim ke Suara Karya Minggu. Istrinya, sebagai mana biasa, diminta mengedit, barangkali ada kalimat yang janggal. Surtinah, 34, bukannya mencorat-coret naskah cerpen suaminya, tetapi mengambil pisau belati dan mengacungkannya ke atas. Cerpen dibakar. Belum sempat Pak Guru bertanya, sang istri sudah memberondong, "Saya baru tahu sekarang. Kamu mau kembali ke bekas pacarmu, ya?" Somadon gelagapan. Melihat istrinya berang, ia lari pontang-panting ke kantor polisi. Ia kembali ke rumah setelah diantar polisi dan pamong desa. Tapi sang istri dan anaknya yang kecil sudah kabur entah ke mana. "Ini ledakan yang paling hebat," ujar Somadun, ayah empat anak itu. Pak Guru dan pengarang ini mengakui terus terang, Kenangan Manis memang bercerita tentang kenangan manis bersama bekas pacarnya. Wati. pacar Pak Guru semasih lajang, diangkat sebagai tokoh cerpen. Tempat mereka berkencan dulu juga diuraikan jelas - yang agaknya diketahui pula oleh Surtinah. Namun, bagian yang membuat istrinya sampai mengambil pisau belati adalah cara Pak Guru menambah khayalan, "Wati, Sayang, walau kita sekarang berpisah, hati kita tetap bersatu. Aku yakin, kenangan manis yang pernah kita nikmati dapat kita ulangi lagi .... " Bagian ini, dengan kalimat panjang kasmaran, menceritakan si tokoh "aku" menulis surat untuk Wati. "Tapi, kenangan itu 'kan sudah 12 tahun berlalu, Wati sudah kawin dan punya anak," kata Somadun. Syukur, istri dan anaknya tidak pergi jauh. Mereka tinggal di rumah orang tuanya di Cilacap. Somadun menyusul, dan meminta maaf. Kepada TEMPO, Surtinah mengakui, tak melarang suaminya menulis cerpen. "Asal cerpen itu tidak keterlaluan. Masak, kisah dengan pacarnya dikenang-kenang," kata Surtinah. Keluarga ini sekarang rukun kembali. Pak Guru tak lagi berniat menulis cerpen. Kini, untuk menambah penghasilannya sebagai guru, Somadun Hidayat kembali ke profesi lama: jadi dukun supit. Menyunat orang, kata Pak Guru, lebih aman dari mengarang. Ia tak imgin istrinya kabur lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo