Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok perempuan eks warga Kampung Bayam berkumpul di depan bilik-bilik berdinding triplek sembari memetik kacang kedelai dari batangnya. Mereka merupakan warga yang menghuni paksa Kampung Susun Bayam dan terusir pada Selasa malam, 21 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bilik di Jalan Tongkol 10, Pergudangan Kerapu 10, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara ini merupakan hunian sementara yang diperuntukkan bagi warga Kampun Bayam. Dindingnya dipaku pakai bambu. Bagian dalam dipasangi triplek. Bagian atas ditutup dengan asbes yang dipaku pada batang bambu. "Kalau hujan, bocor," kata Neneng Kurniawati, 45 tahun, kepada Tempo di kompleks hunian sementara, Rabu, 22 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atap beberapa rumah di kawasan itu mulai bolong. Ruangannya belum tertata. Barang bawaan warga dari rumah susun di dekat Jakarta International Stadium (JIS) itu masih berserakan di depan pintu rumah. Bangunan berdinding bambu ini dibuat saling berhadapan. Dipisah satu jalan setapak.
Masih tergeletak barang-barang yang dipindahkan dari Kampung Susun Bayam. Kasur, lemari, serta barang-barang dapur masih berantakan di luar gubuk warga. Ada yang masih menyapu seisi bilik. Menata satu persatu perabotan masuk ke dalam bilik.
"Gedungnya nyaman, tapi kami kena intimidasi terus dari sekuriti," kata Lexy Nikanorbani, menceritakan suasana di Kampung Susun Bayam. Pria 35 tahun itu mengatakan akan menempati hunian sementara ini hanya sebentar. Dia bertekad akan terus berjuang supaya bisa kembali tinggal di Kampung Susun Bayam.
Lexy bersama istri dan lima anaknya baru tiba di hunian ini sekitar pukul 01.00 dinihari. Mereka pindah setelah desakan dari PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro) yang datang membawa ratusan orang. Semua warga sekitar 32 kepala keluarga terpaksa menyingkir setelah adu fisik terjadi pada Selasa pagi. Dari situ warga mengalah. Kesepakatan antara warga dan Jakpro terjadi.
Warga pindah dengan syarat Ketua Kelompok Petani Kampung Bayam Madani Furqon dibebaskan. Malam itu, pria 48 tahun itu bebas. Furqon turut pulang ke hunian sementara itu. Furqon bercerita pas bebas dia tak mengetahui bahwa telah terjadi pengeluaran paksa terhadap warga. "Pas tiba saya meneteskan air mata. Oh, ternyata saya ditukar, warga keluar baru saya bebas. Di situ saya paham," kata dia.
Selanjutnya warga berbondong-bondong dibawa dengan bis ke hunian sementara. Bilik yang ditempati warga eks Kampung Susun Bayam dibangun dengan luas bervariasi. Ada yang berdiri dengan ukuran 3 x 9 meter dan luas 3 x 7 meter.
Salah satu warga eks Kampung Susun Bayam masih merapikan perabotan rumah saat menempati bilik hunian sementara di Jalan Tongkol 10, Pergudangan Kerapu 10, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Rabu, 22 Mei 2024. Warga kembali ke hunian sementara setelah disingkirkan oleh PT Jakarta Propertindo, kemarin. TEMPO/Ihsan Reliubun
Menurut Lexy, ukuran bilik 3 x 9 meter ditempati oleh keluarga yang mempunyai anak lebih dari tiga. Dan lainnya di tempati keluarga yang baru punya dua anak. "Yang selama ini kami perjuangkan itu Kampung Susun Bayam. Ini kan cuma sementara," tutur Lexy, yang duduk sembari mengunyah pinang.
Pada hunian ini dibangun sebuah bangunan dari bambu. Dengan ukuran sederhana bangunan itu dipakai sebagai tempat salat. Musalah itu berada di seberang rumah Furqon. Di bagian ujung sekitar 200 meter dibangun sebuah bangunan untuk gereja. Tempat ibadah itu hanya sepuluh langkah dari bilik Lexy, pria yang bekerja sebagai montir.
Martin Tanaos, warga eks Kampung Susun Bayam, mengatakan bahwa bilik bambu yang mereka tempati itu hanya sementara. Awalnya, saat pembangunan Rumah Susun Kampung Bayam, warga ditempatkan di hunian sementara. Dengan perjanjian warga tinggal selama 1 tahun. Kontrak itu dilakukan antara warga, Jakpro, dan Pemerintah DKI Jakarta.
Namun, selama pembangunan hingga rampung mereka justru tinggal selama 3 tahun di hunian sementara. Saat itulah warga memutuskan masuk menempati bangunan Kampung Susun Bayam, bangunan tiga lantai, itu pada Maret 2023. "Tujuan kami menempati itu tujuannya itu, ada kejelasan," ujar dia.
Foto udara Kampung Susun Bayam di Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2022. Kampung Susun Bayam diperuntukkan bagi warga Kampung Bayam yang terdampak pembangunan JIS. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Komar, 37 tahun, mengatakan di hunian sementara mereka akan sulit untuk bertani, pekerjaan yang dia lakoni setiap hari. Alasannya tak ada lahan yang dapat dipakai bercocok tanam. "Sekarang enggak bisa dilanjutkan," tutur dia, pelan.
Sementara di Kampung Susun Bayam, Komar bisa menanam kacang hijau, kacang kedelai, singkong, kacang tanah, serta kangkung. Bahkan pria beranak dua itu mendapat kabar tanaman di area kampung susun akan dibabat. Saat ini, untuk menyambung hidup dia tak tahu akan bekerja apa. "Terpaksa cari pekerjaan lain," ujar dia.
Harapan untuk kembali ke kampung susun masih tumbuh di kepala Yuliawati, 25 tahun. Perempuan yang tinggal di Kampung Bayam—sebelum digusur untuk mendirikan JIS—sejak kelas dua sekolah dasar. Dia mengaku sebagai korban dari penggusuran itu. Hingga akhirnya dijanjikan untuk tinggal di kampung susun. "Saya sampai trauma. Sakit tiga bulan," tutur Yuliawati.
Dia optimistis bisa kembali ke Kampung Susun Bayam. Saat ini warga, kata dia, masih menunggu mediasi bersama Jakpro berlangsung. Tujuannya agar warga masih bisa kembali dan membangun hidup di rumah susun tersebut. "Perjuangan ini belum berakhir. Kami masih akan terus berjuang untuk kembali hidup di Kampung Susun Bayam," ucap dia, di teras biliknya