Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah daerah tak antusias menanggapi usul untuk menyempitkan definisi kematian akibat Covid-19.
Alasannya, selain tak menjadi prioritas, penyempitan definisi kematian akibat corona ini justru akan merepotkan.
Sejumlah daerah mengklaim memilih fokus pada upaya menekan tingginya penularan Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Sejumlah daerah tak antusias menanggapi usul untuk menyempitkan definisi kematian akibat Covid-19. Alasannya, selain tak menjadi prioritas, penyempitan definisi kematian akibat corona--seperti diusulkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur--justru akan merepotkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumatera Utara, Aris Yudhariansyah, misalnya, mengatakan pemisahan data kematian akibat penyakit penyerta (komorbid) dari kematian akibat infeksi virus corona sulit dilaksanakan. “Sebab, selama ini sebagian besar kematian Covid-19 terjadi pada pasien yang memiliki komorbid,” kata Aris kepada Tempo, kemarin.
Dalam banyak kasus, menurut Aris, Covid-19 menjadi faktor pemberat kondisi pasien komorbid. Pemberatan itu kerap terjadi pada pasien berusia 45 tahun ke atas. “Secara teknis, pemisahan ini akan sulit dilakukan,” kata Sekretaris Dinas Kesehatan Sumatera Utara ini.
Hingga kemarin, Sumatera Utara mencatat akumulasi 9.468 kasus positif Covid-19 dan 5.708 pasien sembuh. Kematian akibat Covid-19 di provinsi ini sebanyak 401 orang atau sekitar 4,2 persen dari total kasus. Persentase kematian ini melebihi rata-rata nasional yang sebesar 3,9 persen.
Ide penyempitan definisi kematian Covid-19 mengemuka dalam rapat koordinasi penanganan pandemi yang dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta kepala daerah dari sembilan provinsi, Kamis lalu. Saat itu, Khofifah meminta Kementerian Kesehatan memperjelas hitung-hitungan angka kematian. “Saya ingin Kemenkes memberikan acuan baku mengenai format penghitungan angka kematian, apakah dihitung karena Covid atau kematian dengan Covid,” kata Khofifah.
Usul Khofifah mendapat lampu hijau dari Kementerian Kesehatan. “Penurunan angka kematian harus kita intervensi dengan membuat definisi operasional dengan benar, meninggal karena Covid-19 atau karena adanya penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO,” kata Staf Ahli Kementerian Kesehatan Bidang Ekonomi Kesehatan, Muhammad Subuh, seperti dikutip situs Kemenkes.go.id, Kamis pekan lalu.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, mengkonfirmasi adanya usul perubahan metode pelaporan kasus kematian Covid-19 ini. Namun, kata dia, pemerintah Jawa Barat tak menanggapi usul tersebut, dengan alasan masih berfokus menekan penyebaran wabah.
Daud menambahkan, pencatatan kematian Covid-19 adalah urusan pejabat di bidang kesehatan. "Saya tidak mau menanggapi, karena itu urusan bidang kesehatan," ujar dia. Kemarin, Provinsi Jawa Barat melaporkan 680 kasus baru Covid-19 sehingga total kasus bertambah menjadi 15.502 orang. Dari angka itu, sebanyak 10.167 orang dinyatakan sembuh dan 319 pasien meninggal.
Senada dengan pemerintah Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga tak antusias menanggapi usul penyempitan klasifikasi kematian ini. Seperti daerah lain, kata Ganjar, Jawa Tengah juga lebih berfokus menangani penyebaran pandemi ini.
Hingga kemarin, Jawa Tengah menjadi daerah dengan kasus kematian tertinggi kedua di Indonesia. Jumlahnya 1.272 kasus, atau sekitar 6,4 persen dari total kasus positif sebanyak 19.754 kasus. Menurut Ganjar, penentuan penyebab kematian pasien Covid-19 adalah ranah para ahli kesehatan. "Sebaiknya pemegang otoritas kesehatan yang menentukan," kata dia.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, tak menjawab permintaan konfirmasi tentang perubahan kategori dan definisi kematian yang bakal menurunkan laporan jumlah kematian Covid-19 itu.
ROBBY IRFANY | AHMAD FIKRI (BANDUNG) | JAMAL A NASHR (SEMARANG) | DIDIT HARYADI (MAKASSAR)
4
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo