Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIDANG pembacaan tuntutan batal digelar pada Jumat pekan lalu karena terdakwa tak hadir di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menyatakan tak bisa menghadirkan sang pesakitan karena ia belum menerima surat panggilan. "Karena Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian tempat terdakwa ditahan rusuh, surat belum bisa diserahkan," ujar jaksa Mayasari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdakwa yang dimaksudkan jaksa adalah Aman Abdurrahman alias Oman Rachman. Jaksa sudah menyiapkan tuntutan empat kasus sekaligus untuk pemimpin Jamaah Ansharut Daulah ini. Aman didakwa, misalnya, karena merancang bom gereja Oikumene di Samarinda pada 2016; teror bom Thamrin, Jakarta, pada 2016; dan bom Kampung Melayu, Jakarta, pada 2017. Ia terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama persidangan, jaksa menitipkan pria kelahiran di Cimalaka, Sumedang, Jawa Barat, 5 Januari 1972, ini di Rutan Mako Brimob. Selasa hingga Kamis pekan lalu, para tahanan dan narapidana menduduki penjara itu dan menyerang polisi. Kerusuhan ini menyebabkan enam orang tewas. Aman berada di blok isolasi, yang jaraknya terpisah dari tiga blok yang dikuasai tahanan dan napi. Setelah kerusuhan, Aman termasuk yang tak dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Pria yang semasa kecil disebut santri kalong ini sebelumnya dihukum sembilan tahun dalam kasus pendanaan pelatihan militer di Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar, pada 2010. Ia ketika itu mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kembang Kuning, Nusakambangan.
Seorang petinggi Detasemen Khusus 88 menyebutkan, di mata mantan muridnya, baik yang mendapat pendidikan di luar penjara maupun di dalam penjara, Aman adalah pemimpin besar. Termasuk, kata dia, di mata Bachrumsyah dan Bahrunnaim Anggih Tamtomo, dua pentolan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Indonesia yang kini berada di Suriah. Bachrumsyah dan Bahrun disebut kepolisian sebagai sponsor kasus teror bom Thamrin. "Kalau Aman bilang tidak suka sama seseorang, ini bisa diartikan anak buahnya sebagai perintah membunuh orang itu," ujarnya.
Beberapa kali mendapat pembinaan, ia justru makin menancapkan pengaruhnya dalam peta jaringan terorisme Indonesia. Pada Februari 2015, misalnya, di balik tembok penjara, Aman menginstruksikan semua kelompok pendukung ISIS Indonesia melebur menjadi satu dalam kelompok Ansharut Daulah Indonesia. Awal Januari 2014, Aman berbaiat kepada ISIS dan memerintahkan pengiriman pengikutnya ke sana. Pada Juli 2014, pemimpin Jamaah Ansharut Tauhid, Abu Bakar Ba’asyir, yang saat ini satu penjara dengan Aman, berbaiat kepada ISIS. Foto Ba’asyir bersama 13 penghuni penjara tengah dibaiat menyebar ke dunia maya. Ba’asyir bergabung dengan ISIS karena pengaruh Aman.
Dari dalam penjara Kembang Kuning, Aman juga memberi perintah kepada pengikutnya agar melakukan aksi teror bom Thamrin. Dia menyatakan waktunya melakukan amaliyah pada Desember 2015. Perintah disampaikan kepada sejumlah anggota kelompok itu yang menemui Aman di penjara. Di antara yang datang, ada Dian Juni Kurniadi, Sunakim alias Afif, Muhammad Ali, dan Ahmad Muhazan. Sebelum ke Nusakambangan, mereka berkumpul di satu pondok pesantren di Ciamis, Jawa Barat.
Abu Gar, salah satu murid Aman, menguatkan cerita itu saat bersaksi dalam sidang pada 6 Maret lalu. Pria kelahiran Cilacap, 24 April 1973, itu mengatakan menjadi penghubung ke salah satu pelaku pengeboman, Muhammad Ali. Ia melakukan itu atas permintaan Aman saat berkunjung ke Nusakambangan pada 2015. "Setelah itu, saya tidak pernah tahu di mana pengeboman dilakukan," ucap Abu Gar. Aksi peledakan pos polisi di perempatan Sarinah, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016 itu menewaskan 8 orang dan membuat 23 orang lainnya terluka.
Saat menghuni Rutan Brimob, lulusan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab di Jakarta ini sangat disegani pengikutnya di penjara tersebut. Dalam rekaman yang beredar, para pengikutnya sempat bernegosiasi menuntut dipertemukan dengan Aman. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto membenarkan soal ini. "Ya biasa, itu kan pimpinannya," katanya.
Pada persidangan April lalu, Aman menyangkal sebagai pemimpin Jamaah Ansharut Daulah. Dia mengatakan tak pernah mengimbau pelaku teror bom untuk berjihad. "Saya tak pernah meminta mereka melakukan itu," ujar bapak empat anak ini.
Linda Trianita
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo