Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Punk Rock sampai Peterpan

Di balik kecerdasan supertinggi, mereka tetaplah remaja biasa yang suka Harry Potter, atau bermain game Final Fantasy. Ada juga yang malas belajar.

8 Agustus 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stephanie Senna, 15 tahun Bantuan Mr. Ohek

BIOLOGI adalah cinta pertama Stephanie. Mak comblangnya bernama Mr. Ohek. Ini akronim dari ”observasi, hipotesis, eksperimen, dan kesimpulan”, satu teknik menghafal yang diajarkan guru biologinya di SMP Ipeka Tomang, Jakarta Barat. ”Singkatan lucu membuat pelajaran mudah diingat,” kata peraih gelar Best Experimental Winner di International Junior Science Olympiad 2004 itu.

Kini, gadis belia itu sedang digojlok bersama sejumlah pelajar SMP dan SMU lainnya untuk menjadi wakil DKI Jakarta di Olimpiade Sains Nasional, Oktober 2005. Dari 50 anak yang dipilih, sudah gugur 35 anak. ”Nantinya hanya dicari lima anak,” ujar Ketua Tim Pembina, S. Wenuganen, dari Fakultas Biotek Universitas Atma Jaya, Jakarta, kampus yang menjadi pusat pelatihan. Steph termasuk yang masih bertahan. Ketika ditemui Tempo, ia sedang asyik berkutat dengan materi biologi molekuler yang galibnya menjadi bahan kuliah mahasiswa.

Di sela-sela pelatihan, inilah relaksasi Steph: bermain game komputer. Favoritnya, roleplaying game (RPG) seperti Final Fantasy. ”RPG membuat kita menganalisis kekuatan lawan, dan merancang strategi agar bisa menang,” katanya.

Bosan dengan komputer, ia lari ke sastra. Kisah-kisah Enid Blyton dan serial Harry Potter sudah tuntas dilahapnya. Sang Alkemis karya novelis Brasil, Paulo Coelho, adalah yang paling ia sukai. ”Itu novel bagus, bercerita tentang mimpi yang ingin dikejar anak-anak dari kecil. Setelah dewasa, mereka ragu dengan mimpinya sendiri,” ujarnya. Kalau puisi? ”Hanya kalau saya sedang punya masalah, atau mikirin sesuatu yang rumit,” ujarnya. ”Kalau sudah begitu, saya baca saja puisi-puisi Chairil Anwar. Indah sekali.” Steph tak menyebutkan, apakah untuk menikmati sastra, ia juga butuh bantuan Mr. Ohek yang setia itu.

Masyhur Aziz Hilmy Ketua Rohis yang Malas Belajar

SEJAK meraih medali emas pada Olimpiade Astronomi Internasional ke-9 di Simeiz, Crimea, Ukraina, pada 2004, pamor murid SMUN 1 Klaten ini berembus kencang ke luar tanah kelahirannya. Toh, dia bukan jenis murid yang belajar berjam-jam. Minatnya hanya pada IPA dan bahasa Inggris. Untuk yang terakhir, Mamas—nama sapaannya—sempat menjadi juara debat bahasa Inggris tingkat provinsi. Ia juga sibuk menjadi Ketua English Club di sekolahnya. Untuk ekskul lain? Ia menggeleng. ”Tiap istirahat sekolah, saya hanya tiduran di masjid sambil ngobrol-ngobrol dengan teman,” ujar Ketua Seksi Rohani Islam (Rohis) di sekolahnya ini, sembari tertawa.

Kalau di sekolah saja malas belajar, di rumah apalagi. ”Saya jarang melihat dia belajar. Maunya ke warnet terus,” kata ibunya, Siti Jamiatun. Meski begitu, kecerdasan Mamas sudah terlihat sejak kecil. Ketika masih berumur tiga tahun, ia sudah lancar membaca hanya dengan melihat kakaknya, Noor Fatihah, diajari almarhum ayah mereka, Ruslani. Kelas 3 SD, ia sudah khatam (tuntas membaca) Al-Quran.

Akibat jarang belajar, tak aneh jika hasil ujian akhir nasional yang baru dilaluinya tak memuaskan. ”Jelek,” komentarnya pendek. Tapi hasil itu tak memadamkan asanya untuk masuk ke Jurusan Astronomi ITB. ”Saya sudah mantap dengan pilihan ini,” kata Masyhur dengan penuh keyakinan.

Dhina Susanti, 16 tahun Stamina Luar Biasa

DARI Semarang, muncul nama Dhina Pramita Susanti, 16 tahun. Penelitiannya yang bertajuk ”Gerak Lengkung pada Shuttle Cock” (Curve Motion of A Shuttle Cock) mengantarkan siswi kelas 2 SMUN 3 Semarang ini meraih medali emas pada ajang The First Step to Nobel Prize in Physics ke-12, di Warsawa, Polandia, Juni lalu. ”Asal kita sungguh-sungguh, kita mampu bersaing dengan bangsa lain,” ujarnya tentang empat medali emas yang direbut oleh dua pelajar Indonesia (satunya oleh Anike Bowaire dari SMU 1 Serui), dan masing-masing satu oleh pelajar Amerika Serikat dan Montenegro.

Juli lalu, Dhina ditunjuk mewakili Semarang dalam lomba siswa teladan se-Jawa Tengah karena nilai rapornya yang cemerlang. Stamina belajarnya luar biasa. Sejak SD, ibunya, Sustanti, sudah dibuat repot. ”Dhina selalu meminta saya mengetes semua pelajaran sebelum dia berangkat sekolah,” Sustanti mengenang. Sekarang, tiap malam Dhina baru tidur pukul 1 dini hari dan bangun pukul 5 pagi.

Menjelang presentasi di hadapan dewan juri di Polandia, November mendatang, Dhina punya kesibukan unik. ”Saya berburu karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Tulisannya enak dibaca dan sarat sejarah,” ujarnya. Bagi Dhina, sastra menjadi tambahan asupan untuk mengobarkan terus staminanya yang tak kunjung padam.

Azis Adi Suyono, 16 tahun Pesona Kilang Minyak

AZIS kecil tak mencecap sempurna cinta orang tuanya. Umur dua tahun, ayahnya yang marinir meninggal dunia. Untuk menyambung hidup, Nurfadilah—ibu Azis—berangkat ke Arab Saudi menjadi tenaga kerja wanita, TKW. ”Kata neneknya, sejak umur dua tahun Azis sudah bisa menggambar kilang minyak Pertamina dengan benar,” ujar Nurfadilah.

Dari rumah neneknya di Kutawaru, Cilacap, yang berdiri di tepian Bengawan Donan, kilang Pertamina yang terletak di seberang sungai terlihat jelas seperti tubuh raksasa yang memenuhi imajinasi Azis, juara International Junior Science Olympiad (IJSO) ke-2, di Jakarta, 2004. Di kampungnya yang dikepung sawah, Azis menjadi pengamat gejala-gejala fisika yang tekun. ”Kalau diajak ke toko buku, ia selalu memborong buku-buku fisika,” ujar Mat Sapuan, ayah tirinya, yang bekerja di Malaysia sebagai pedagang pakaian.

Di kamarnya yang sederhana, teronggok keyboard Yamaha PSR-280 yang dibelinya dari hasil kemenangan IJSO. ”Saya suka musik, terutama lagu-lagu blues dan Glenn Fredly,” katanya. Ia mengambil gitar, memetik dawai-dawainya, dan mulai menyanyi. Bukan blues, bukan lagu Glenn, melainkan lagu kondang Peterpan. ”Kayaknya asyik jadi artis, kerjanya enggak terikat,” ujar Azis sembari tertawa.

Anike Bowaire, 17 tahun Si Cerewet Penggemar Musik Punk

PAPUA seperti tak pernah kehabisan siswa berprestasi. Setelah George Saa tahun lalu, kini giliran Anike Bowaire memancangkan nama. Risetnya tentang gerakan chaos pada pegas yang diputar horizontal membuat para juri The First Step to Nobel Prize di Polandia sepakat menghadiahi siswi SMUN 1 Serui berumur 17 tahun ini medali emas.

Ia hanya mencecap bangku SMU kelas 1—dengan memborong semua nilai 9 di rapor. Dua tahun berikutnya dihabiskan Anike bersama Tim Olimpiade Fisika Indonesia di Lippo Karawaci. Kecuali fisika, matematika, bahasa Inggris, dan program komputer, semua pelajaran lain dipelajarinya sendiri. Dari awal wawancara, Anike sudah wanti-wanti kepada Tempo agar jangan menyebutnya pendiam, seperti dilakukan wartawan lain. ”Kalau cerewet diukur dengan skala 1-10, aku ada di skala 8,” katanya dalam tawa berderai.

Mungkin kecerewetan itu ”menular” dari Paman Gober, tokoh favoritnya di komik Donal Bebek. Anike juga bisa lupa waktu kalau sudah membaca Detektif Conan. Apalagi dibarengi mendengar musik. Dari Hilary Duff (pemeran serial Lizzy McGuire—Red.) sampai Shania Twain, dari West Life sampai kelompok musik punk asal Kanada, Simple Plan.

Astaga, dengar musik punk juga? Anike terkekeh. ”Pierre (Bouvier, vokalis Simple Plan—Red.) itu cakep sekaleee.,” ujarnya. Tak terasa lagi ia anak Serui yang hanya berkutat dengan buku-buku fisika, bukan?

ANB, Philipus Parera (Jakarta), Imron Rosyid (Klaten), Sohirin (Semarang), Ari Aji H.S. (Cilacap)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus