Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
MENJELANG sore, Sabtu, 3 April lalu, di kediamannya di Jalan Antasura, kawasan Lembah Pujian, Denpasar, penyair Umbu Landu Paranggi tiba-tiba mengutarakan satu permintaan: dia ingin mengudap buah anggur. Di rumah itu Umbu ditemani anak-anak didiknya dari komunitas Majelis Masyarakat Maiyah Masuisani. Itu bukan permintaan yang biasa. Namun akhirnya Dul, 28 tahun, dan Mamet, 58 tahun, menuruti permintaan Umbu. Keduanya keluar rumah untuk membeli anggur dan diam-diam membeli wine dan bir hitam, kesukaan sang Guru.
Anggur itu jadi juga disantap Umbu. Selagi berbincang dengan sejumlah muridnya, Umbu diingatkan bahwa esoknya adalah Hari Paskah. Lekas saja Umbu meminta orang-orang di rumahnya untuk membersihkan gelas. “Cuci semua gelasnya. Besok akan ada tamu agung,” katanya, seperti ditirukan Dul saat ditemui Tempo di dekat Rumah Sakit Bali Mandara, Kamis, 8 April lalu.
Tak lama setelahnya, Umbu merebahkan tubuh di tempat tidur. Matanya terpejam. Namun tiba-tiba dia teringat wine dan bir hitam yang tadi dibeli Dul dan Mamet. Umbu pun minta minuman itu dituangkan di gelasnya. Permintaan itu mulanya ditepis para murid yang khawatir atas kondisi kesehatan Umbu. Beberapa hari sebelumnya, kesehatan Umbu menurun. Namun lelaki kelahiran Sumba Timur, 77 tahun lalu, itu berkeras.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo