Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Lumajang - Persamuhan itu terjadi pada Selasa malam, 15 Agustus 2023, satu bulan silam di dalam sebuah bangunan seluas kurang lebih 20 meter persegi milik ketua salah satu kelompok tani Desa Boreng, Lumajang, Jawa Timur. Di sebelahnya, gandeng dengan bangunan itu, berdiri sebuah garasi dan rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih kurang 20 orang duduk lesehan di dalamnya. Ada kepala polisi, kepala tentara, camat, tokoh masyarakat dan sesepuh desa setempat. Sementara di luar ruangan ada tak lebih dari 100 orang yang datang. Mayoritas mereka adalah petani dari Desa Boreng, Desa Blukon dan Kelurahan Rogotrunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hadir menjadi pusat perhatian dalam pertemuan hingga waktu larut itu Thoriqul Haq, Bupati Lumajang yang akan mengakhiri masa jabatannya esok Ahad, 24 September 2023. Dia ditemani ajudan dan beberapa anak buahnya di dinas komunikasi dan informasi.
Cak Thoriq, begitu dia biasa disapa, lebih banyak mendengar daripada berucap kata. Air mineral dalam botol mini 300-an milliliter tak habis diminumnya. Penganan tape singkong hampir tak disentuhnya. Sesekali dialog interaktif terjadi dalam suasana yang cukup cair.
Sesekali pula ucapan-ucapan tajam menghujam terlontar dan mengarah ke sosok bupati yang belum 50 tahun itu. Dialektika tokoh-tokoh petani terdidik ini terdengar cukup berbobot. Persoalan kekeringan panjang sekitar tiga tahunan ini yang menjadi pangkal masalahnya.
Lebih dari 350 hektare lahan pertanian di tiga wilayah itu tidak mendapat pasokan air di musim kemarau tahun ini. Saluran irigasi kering dan hanya ditumbuhi rumput serta dan gulma. Penderitaan panjang seolah menempa mereka. Argumentasi dan nalar berpikir yang kuat para pentolan petani Lumajang ini seolah susah dibantah.
Di hampir waktu persamuhan berakhir, kata "maaf" dua kali terucap dari bibir Cak Thoriq. "Saya salah, saya salah," ucapnya sambil tertunduk dan terangguk pelan.
Kata maaf itu terucap untuk menanggapi Lutfi, seorang petani lulusan Universitas Gadjah Mada, yang bertubi-tubi mempertanyakan kebijakan keberpihakan anggaran terhadap petani.
Selama tiga tahun terakhir, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah tidak membawa pada penyelesaian masalah. Ratusan juta uang negara yang dihamburkan hanya menghasilkan materi belaka tanpa menyelesaikan masalah.
Rumah pompa, perpipaan, bronjong batu, menjadi sia-sia saja. Upaya setengah-setengah itu menjadi tak ada faedahnya. Dan semua persoalan yang ada seolah tak tersentuh kearifan negara.
Alasan Bupati ihwal anggaran yang katanya tidak bisa dialihkan untuk membuat dam permanen, dianggap mengada-ada. Sementara proyek pembangunan pagar kantor bupati di akhir masa anggaran seperti tak memperhatikan perasaan dan 'dahaga' petani. 'Dahaga' petani jelas tidak mengada-ada.
Abdul Basith, mantan pentolan Lembaga Pertanian Nahdlatul Ulama Lumajang, sempat mengungkit pernyataan Thoriq lima tahun lalu kepada pejabat dinas pekerjaan umum dan tata ruang. Belum lupa dari ingatan Basith, bagaimana Thoriq yang baru menjabat bupati saat itu menuding sang pejabat telah berbuat dosa karena tidak kunjung menyelesaikan persoalan dam jebol itu.
Basith pun kemudian mengatakan 'dosa' yang sama yang dilakukan Thoriq seperti yang dilakukan pejabat dinas pekerjaan umum dan tata ruang itu.
Di akhir persamuhan, Thoriq meminta sejumlah organisasi perangkat daerah terkait untuk memastikan bahwa petani di tiga wilayah itu mendapatkan kembali kebutuhan air untuk lahan pertaniannya. Thoriq juga mengatakan saat itu bahwa menjadi pemimpin itu siap untuk dikritik. Dan dia menerima kritikan para petani itu.
Lutfi, Basith dan tuan rumah, Derajat, tidak membantah saat dikonfirmasi Tempo ihwal pengakuan bersalah Bupati Thoriqul Haq saat persamuhan itu. "Iya, ada ucapan rasa bersalah," kata Lutfi dan Basith kepada Tempo.
Bupati Thoriqul Haq saat dikonfirmasi Tempo juga tidak membantah ihwal ungkapan rasa bersalah yang dia lontarkan dalam persamuhan dengan petani. "Tidak hanya salah, saya juga merasa berdosa," kata Thoriqul Haq kepada Tempo dalam pesan singkatnya lewat WhatsApp, Kamis siang ini, 21 September 2023.
Rasa bersalah itu dia ungkapkan dalam konteks belum bisa berikhtiar menyelesaikan masalah dam Boreng yang jebol akibat banjir. "Namun di sisi lain, sudah banyak penanganan bencana yang sudah bisa saya tuntaskan," kata Thoriqul Haq.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa secara tersirat tidak menyampaikan referensi alternatif perbaikan infrastruktur dam dan irigasi untuk lahan pertanian. "Kekeringan yang terjadi di banyak kampung desa dan persawahan beda treatment-nya (penanganannya). Kami sebetulnya sudah membuat pembangunan pengeboran sumur hidrolis cukup banyak. Dari alat yang ada terus muter," kata Khofifah menjawab pertanyaan Tempo.
Khofifah Indar Parawansa mengatakan saat ini banyak petani di berbagai daerah menggunakan sumur pompa untuk mengairi sawahnya. Dia menyatakan hal itu sudah banyak dilakukan di daerah Mataraman seperti Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Magetan.
"Mereka menggunakan sumur pompa, sekarang Jombang sudah cukup masif," kata Khofifah di sela meresmikan Jembatan Mujur II Desa Kloposawit Kecamatan Candipuro, Rabu siang kemarin, 20 September 2023,
Karena itu, dia menyarankan agar gabungan kelompok tani (Gapoktan) di Kabupaten Lumajang melakukan studi banding ke wilayah yang telah disebutkan itu. Studi banding itu, menurut dia, bertujuan agar para petani di Lumajang memiliki referensi bagaimana tetap bisa mengairi sawah mereka di saat musim kemarau kering dan cenderung panjang ini.
Pilihan Editor: Jaminan Utang Kereta Cepat Diteken Pemerintah, Ekonom: Indonesia Masuk Jebakan Utang Cina