Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK akan menyidangkan beberapa pegawai dalam kasus dugaan pungutan liar atau pungli di rumah tahanan (rutan). “Jadi, pukul 09.00 (sidang hari ini terhadap dua ‘bos’ pungli Rutan KPK),” kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat dihubungi Tempo, Rabu, 13 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang itu dilakukan secara peradilan tertutup hingga pembacaan vonis. Syamsuddin Haris belum menjelaskan detail materi peradilan dan siapa saja yang akan menjalani sidang hari ini. “(Salah satunya) Ristanta, mantan kepala rutan KPK,” kata Haris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara KPK masih melakukan penindakan dengan melengkapi berkas perkara para tersangka kasus pungli di rutan. “Lebih dari 10 orang tersangka. Penyidikan masih terus dilakukan. Pada saatnya akan diumumkan secara resmi nama-nama tersangka, kontruksi perkara, dan pasalnya,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kepegawaian KPK Ali Fikri kepada Tempo, Senin, 4 Maret 2024.
KPK juga menetapkan Aparatur Sipil Negara Pemerintah Provinsi atau ASN Pemprov DKI Jakarta, Hengki sebagai tersangka pungutan liar atau pungli di rutan KPK. Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Menurut dia, KPK akan memproses hukum Hengki setelah ditetapkan sebagai tersangka. "Iya Hengki sudah tersangka, dia sudah pindah di Pemda (DKI) kalau enggak salah tersangka dia," kata Tanak saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Maret 2024.
Sebelumnya, lembaga antirasuah itu telah mengeksekusi putusan etik Dewan Pengawas (Dewas) yang memberi sanksi pada 78 orang pegawainya yang melakukan pungli di rutan KPK. Mereka harus menjalani sanksi etik berat dengan permintaan maaf secara langsung dan terbuka pada Senin, 26 Februari 2024 di Gedung Juang KPK.
Sebanyak 78 pegawai ASN itu terbukti melanggar etik dengan melakukan pungutan liar di rumah tahanan (rutan) KPK. Dewas telah memeriksa 90 orang pegawai sebelumnya. Sementara, 12 lainnya diserahkan ke Sekjen KPK karena pelanggaran etik yang dilakukan sebelum Dewas KPK terbentuk.
BAGUS PRIBADI | MUTIA YUANTISYA