Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perubahan struktur direksi dan komisaris itu akan diikuti restrukturisasi kepemilikan di tubuh KCIC.
Restrukturisasi bagian dari siasat perusahaan mengatasi bengkaknya biaya proyek.
Pembengkakan biaya tak bisa ditalangi pinjaman, harus murni dari ekuitas KCIC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Perombakan manajemen pada 16 Maret lalu hanya strategi awal pemerintah dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) untuk menyelesaikan permasalahan proyek kereta cepat Jakarta–Bandung. Perubahan struktur direksi dan komisaris itu akan diikuti restrukturisasi kepemilikan di tubuh KCIC.
Sumber Tempo yang memahami rencana itu mengatakan restrukturisasi merupakan bagian dari siasat perusahaan mengatasi bengkaknya biaya proyek. “Sementara itu pembengkakan biaya kereta cepat tak bisa ditalangi pinjaman. Harus murni dari ekuitas KCIC, makanya berat,” ucapnya kepada Tempo, kemarin.
Saat ini, pemerintah Indonesia melalui konsorsium badan usaha pelat merah bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia memegang 60 persen saham di perusahaan patungan Indonesia dan Cina itu. Empat badan usaha milik negara itu adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebesar 38 persen, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) masing-masing 25 persen, serta sisa 12 persen dipegang PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Adapun sisa 40 persen saham KCIC dipegang konsorsium asal Cina, Beijing Yawan HSR Co Ltd.
Meski 75 persen pendanaan proyek dibiayai dengan pinjaman China Development Bank, biaya tambahan yang muncul selama pengerjaan harus ditanggung oleh KCIC. Menurut sumber tadi, pembengkakan biaya kereta berkecepatan 350 kilometer per jam itu mencapai 23 persen dari nilai proyek yang semula sebesar US$ 6,07 miliar.
Maket kereta cepat untuk proyek tunnel section 1 Kereta Cepat Jakarta-Bandung di kawasan Halim, Jakarta Timur, November 2018. TEMPO/Tony Hartawan.
Meski begitu, dia belum bisa memastikan perubahan porsi saham seperti apa yang akan didiskusikan konsorsium Indonesia dengan pihak Cina. “Intinya, berusaha mengurangi beban BUMN kita yang sedang berdarah karena pandemi,” ucapnya.
Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, Mahendra Wijaya, mengatakan entitasnya masih akan menangani 30 persen porsi konstruksi utama, seperti pembangunan tiang rel dan gelagar beton. Dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, kata dia, WIKA mengerjakan konstruksi senilai Rp 15,6 triliun dalam hitungan tahun berjalan (multiyears). "Itu khusus biaya konstruksi bagian kami," tuturnya. "Ada pengerjaan tiang rel, gelagar beton juga sebagian sudah diselesaikan," kata Mahendra.
Saat ini terdapat lima kursi dewan direksi KCIC. Perusahaan kini dipimpin Dwiyana Slamet Riyadi, menggeser Chandra Dwiputra yang turun ke level direktur. Dewan direksi diisi dua perwakilan Cina, Zhang Chao dan Xiao Song Xin.
Rapat pemegang saham KCIC juga menambah tiga kursi komisaris untuk pemegang saham, menjadi total enam kursi. Dua nama lama yang bertahan dalam jajaran tersebut adalah Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, Agung Budi Waskito; serta komisaris utama yang disepakati tetap dari perwakilan Cina, yaitu Ju Guojiang.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Jati Cempaka, Bekasi, 20 Agustus 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat.
Juru bicara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, belum ingin berkomentar mengenai langkah penyelesaian proyek tersebut dari sisi pembiayaan. Dia hanya mengatakan lembaganya terus mendorong komunikasi internal mengenai eksekusi proyek dan skema kolaborasi yang lebih baik dengan delegasi Cina. “Kami memastikan project monitoring dilaksanakan dengan konsisten,” ucapnya.
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, hanya bisa memastikan kementeriannya selalu mendorong KCIC memangkas kendala proyek. “Seperti soal tanah, bisa dikoordinasikan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang,” tuturnya.
Adapun Koordinator Kepala Project Management Office Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Yudi Adhi Purnama, berharap KCIC bisa mengatasi persoalan pembiayaan dan kendala lapangan. “Perencanaan kereta cepat dibuat dalam kondisi ideal," ujarnya. "Tapi implementasi di lapangannya bisa saja cepat atau lambat, tergantung kemampuan manajemen."
CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS
Catatan:
Paragraf lima artikel ini sudah mengalami perubahan berdasarkan permintaan narasumber.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo