Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan, autopsi terhadap petugas KPPS meninggal tidak bisa sembarangan dilakukan. “Sebab, harus terlebih dahulu melihat fakta hukum sekaligus kesediaan pihak keluarga korban dalam,” kata dia di Jakarta, Sabtu, 11/5.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dedi mengingatkam kalau tidak ada fakta hukumnya dan keluarga tidak merasa ada kejanggalan, maka, ”Apa yang mau diautopsi?” kata dia. Autopsi dilakukan ketika ditemukan adanya indikasi dan fakta hukum. “Misalnya, ada penganiayaan atau pembunuhan yang sebelumnya terjadi.”
Jadi kalau fakta hukumnya masih belum clear, kata Dedi, polisi tidak akan bertindak.
Berdasar data Komisi Pemilihan Umum (KPU), sejak 17 April hingga 7 Mei 2019, jumlah petugas yang menderita sakit sebanyak 4.310 orang, dan jumlah petugas yang meninggal dunia 456 orang. Jumlah seluruh petugas pemilu tercatat 7.286.067 orang.
Kementerian Kesehatan sudah menyelesaikan investigasi atas meninggalnya petugas KPPS di empat provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, dan Kepulauan Riau. Salah satu penyebab meninggalnya para petugas itu adalah gagal jantung.
Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, 11/5, Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi mengatakan data KPU pusat per tanggal 10 Mei 2019 bahwa petugas KPPS yang meninggal dunia di DKI Jakarta sebanyak 22 jiwa, Jawa Barat 131 jiwa, Kepulauan Riau tiga jiwa, dan Sulawesi Tenggara enam jiwa. Laporan investigasi Dinas Kesehatan menyebutkan korban meninggal dari DKI Jakarta disebabkan oleh Infarc Miocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, dan meningitis.
Sedangkan di Jawa Barat, disebabkan oleh gagal jantung, stroke, respiratory failure, sepsis, dan asma. Ada pun di Kepulauan Riau, meninggalnya petugas penyelenggara pemilu disebabkan oleh gagal jantung, kecelakaan, dan di Sulawesi Tenggara disebabkan oleh kecelakaan.
ANDITA RAHMA | ANTARA