Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pandemi Covid-19 memaksa badan usaha milik negara mempercepat proses transformasi bisnis ke arah pemanfaatan teknologi digital. Akselerasi tersebut terbukti berhasil meningkatkan kinerja, menghasilkan efisiensi bisnis, dan yang terpenting adalah meningkatkan pelayanan kepada konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT Pertamina (Persero), misalnya, menerapkan transformasi digital mulai dari hulu hingga hilir pada masa pandemi. "Setidaknya ada enam program digitalisasi yang berpotensi menghasilkan efisiensi hingga Rp 3-5 triliun per tahun," kata Vice President Corporate Communicaton Pertamina, Fajriyah Usman, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sektor hulu, Pertamina membangun Upstream Cloud dan Big Data Analytic. Pertamina juga mengimplementasikan aplikasi digital untuk mengatur penjadwalan pemeliharaan kilang. Aplikasi untuk meminimalkan unplanned shutdown (mati mendadak) ini sudah diterapkan di Kilang Balongan dan Dumai. Ke depan, Pertamina akan menerapkan aplikasi digital itu di Kilang Cilacap, Plaju, dan Balikpapan.
Adapun di hilir, perusahaan melakukan digitalisasi terhadap 5.518 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Fajriyah menuturkan, saat ini semua SPBU telah dilengkapi mesin electronic data capture (EDC), automatic tank gauge, dan tersambung dengan data dashboard Pertamina, sehingga seluruh transaksi dan jumlah pasokan bahan bakar terpantau secara langsung.
Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini, menyatakan perusahaan mengalokasikan dana US$ 75 juta (Rp 1,055 triliun) setahun untuk program digitalisasi dari hulu ke hilir. Tak hanya melahirkan efisiensi, digitalisasi juga ditargetkan dapat menambah pendapatan. Dia mencontohkan peluncuran MyPertamina yang memudahkan pelanggan agar tak berpaling ke SPBU lain.
Ke depan, Emma mencatat perusahaan menghadapi dua tantangan untuk melanjutkan digitalisasi. "Tantangan terbesar pertama adalah mengubah pola pikir digital yang akan mendorong budaya digital di seluruh lini operasi Pertamina," kata dia. Selain itu, perusahaan masih kesulitan mendapatkan talenta yang familier dengan dunia digital.
Aplikasi Pegadaian Digital Service. Tempo/Ratih Purnama
Direktur Teknologi Informasi dan Digital PT Pegadaian (Persero), Teguh Wahyono, pun mengakui masih kesulitan mendapat sumber daya manusia yang kompeten di bidang digital. "Terus terang, susah mencari talenta yang bagus di Indonesia karena biasanya mereka ingin kerja di perusahaan unicorn, terutama untuk data analytic," katanya.
Menurut Teguh, Pegadaian masih akan melanjutkan transformasi digital yang telah berjalan selama dua tahun terakhir. Perusahaan berkomitmen menganggarkan 2-3 persen dari total pendapatan per tahun untuk menciptakan lebih banyak inovasi. Pasalnya, bagi perseroan, transformasi adalah keharusan. "Kalau tidak transformasi, kita tinggal tunggu kapan mati pelan-pelan," ujarnya.
Hal ini terbukti selama masa pandemi. Berkat digitalisasi, Pegadaian tak gagap ketika virus menyebar. Perseroan masih mencatat pertumbuhan pembiayaan hingga 8,84 persen secara tahunan. Jumlah pengguna layanan tabungan emas hingga pegadaian digital pun meningkat dan sekitar 70 persen nasabah barunya berusia di bawah 35 tahun. Menurut Teguh, strategi memperluas basis konsumen dengan menggandeng perusahaan e-commerce berhasil menarik minat milenial menjadi pelanggan.
Selain mengembangkan layanan digital seperti tabung emas dan gadai daring, Teguh menyatakan perusahaan mulai memikirkan untuk mengalihkan semua layanan fisik ke digital. "Outlet kami ada 4.100 lebih. Kami coba memetakan kapan akan mengurangi dan mengalihfungsikan outlet," kata dia. Namun saat ini masih ada pekerjaan besar yang belum ditemukan solusinya oleh Pegadaian, yaitu menaksir emas secara digital.
Warga mengisi ulang token listrik di Rumah Susun Karet Tengsin, Jakarta, 25 November 2019. Tempo/Tony Hartawan
Sebaliknya, di PT PLN (Persero), talenta tak menjadi persoalan. Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengaku memiliki hampir 70 persen pekerja milenial dengan beragam ide untuk transformasi digital. Perusahaan tengah membangun sistem untuk membantu talenta tersebut agar menghasilkan produk digital yang menjawab masalah.
Tantangannya, menurut Darmawan, adalah kolaborasi dengan berbagai pihak. Menurut dia, program digitalisasi harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan. "Kami membangun sembilan fitur untuk penguatan bisnis inti dan ini melibatkan ribuan orang, tidak hanya bagian teknologi informasi, tapi juga bagian operasional,” kata Darmawan.
Dia mencontohkan aplikasi New PLN Mobile yang diluncurkan untuk memudahkan komunikasi perusahaan dengan pelanggan. Salah satu fiturnya berupa layanan pengaduan. Pelanggan yang memilih fitur tersebut akan didatangi langsung oleh petugas. Menurut Darmawan, butuh perubahan sistem untuk memungkinkan layanan tersebut terlaksana dengan optimal.
Sementara itu, di PT BNI (Persero) Tbk, digitalisasi juga dikembangkan untuk meningkatkan layanan. Direktur Teknologi Informasi dan Operasional BNI, Y.B. Hariantono, menyatakan perusahaan meningkatkan modal untuk infrastruktur digital hingga 80 persen tahun ini. "Sejauh ini (kuartal IV 2020) dana yang terserap lebih dari Rp 500 miliar," kata dia.
Dana tersebut akan digunakan untuk beberapa proyek digital. Hariantono menyatakan ada empat area pengembangan teknologi digital yang menjadi fokus BNI. Pertama, pengembangan proses bisnis internal BNI. Di dalamnya termasuk automasi yang dilakukan untuk persetujuan internal, kolaborasi, dan pemanfaatan teknologi robotic process automation.
Tenaga pemasar mikro Bank Mandiri menjelaskan aplikasi Mandiri Pintar untuk memproses kredit mikro produktif kepada pedagang di Pasar Majestik, Jakarta, 29 Juni 2020. Tempo/Tony Hartawan
Program lainnya adalah pengembangan platform digital untuk nasabah konsumer dan komersial, serta penggunaan teknologi kecerdasan buatan untuk pelayanan nasabah. "Saat ini sudah dijalankan di call center dan akan dikembangkan ke e-channel lainnya," ujar Hariantono. BNI juga akan melakukan koneksi ke ekosistem digital, salah satunya melalui perluasan BNI API Digital Services yang sudah memiliki lebih dari 200 layanan.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Rudi As Aturridha, menyatakan infrastruktur digital menjadi perhatian penting lantaran adanya perubahan pola belanja nasabah generasi milenial ke transaksi daring. "Kami melihat salah satu penyebab tren kenaikan ini adalah adanya kebijakan pembatasan aktivitas sosial dan kampanye ‘di rumah saja’ untuk menekan penyebaran virus corona," ujarnya.
Di Bank Mandiri terdapat peningkatan transaksi digital yang cukup signifikan. Sampai September lalu, transaksi di jaringan daring Bank Mandiri telah mencapai 97 persen dari total frekuensi transaksi nasabah. Pada 2010, angkanya masih sekitar 68 persen. Dari realisasi itu, 45 persen transaksi dilakukan melalui jaringan ATM, 41 persen melalui jaringan Mandiri Internet Banking/Mandiri Online, serta 9 persen melalui EDC.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyatakan pandemi menjadi momen yang tepat bagi perusahaan pelat merah untuk melakukan digitalisasi. "Dengan Covid-19, model bisnis harus berubah," ujarnya. Erick mengaku menekankan kepada direksi BUMN untuk mempelajari inovasi model bisnis. Dia berharap pada 2024 transformasi sudah berhasil menciptakan ekosistem digital yang tak hanya melibatkan BUMN, tapi juga UMKM, swasta, pemerintah daerah, dan masyarakat.
CAESAR AKBAR | GHOIDA RAHMAH | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo