Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dilema Berkoalisi bagi Demokrat

Partai Demokrat berada pada fase dilematis jika bertahan di Koalisi Perubahan. Disarankan pindah ke koalisi yang menguntungkan.

2 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Demokrat dalam posisi dilematis setelah pecah kongsi di Koalisi Perubahan.

  • Para pengamat menilai Demokrat cukup pindah ke koalisi lain yang menguntungkan.

  • Demokrat menunggu keputusan majelis tinggi partai.

JAKARTA – Sejumlah pengamat politik menilai posisi Partai Demokrat berada pada fase dilematis jika tetap bertahan di Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP). Partai Demokrat juga tidak punya banyak pilihan jika tak ingin ketinggalan gerbong koalisi selain legawa menerima syarat bergabung dengan dua koalisi lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamat politik dari Citra Institute, Yusak Farchan, mengatakan manuver bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, yang memilih Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden jelas membuat Demokrat tidak berkenan untuk tetap berada dalam gerbong yang sama. Kalaupun bergabung dengan koalisi lainnya, Demokrat belum tentu bakal didapuk sebagai bakal calon wakil presiden. "Setelah ditinggal Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), bargaining yang dimiliki Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal calon wakil presiden jelas menurun signifikan," ujar Yusak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Baca:
Akrobat Paloh Menduetkan Anies-Muhaimin

Teka-teki Cawapres Koalisi Perubahan
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Koalisi Perubahan terdiri atas Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS. Dua hari lalu, Partai Demokrat membongkar manuver yang dilakukan Anies dengan memilih Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden. PKB sendiri bukanlah anggota Koalisi Perubahan, melainkan anggota Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Partai Gerindra. Belakangan Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dalam KKIR dan mengubah nama menjadi Koalisi Indonesia Maju.

Muhaimin Iskandar (kiri) dan Anies Baswedan berbincang dalam diskusi Forum Pemimpin Redaksi Indonesia (Forum Pemred) di Jakarta, 5 Agustus 2022. ANTARA/Galih Pradipta

Menurut Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya, keputusan Anies diteken saat mantan Gubernur DKI Jakarta itu dipanggil untuk menemui Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di NasDem Tower, Selasa, 29 Agustus 2023. Demokrat meminta konfirmasi kepada Sudirman Said, anggota Tim 8, dan hal itu dibenarkannya. Tim 8 merupakan tim yang menggodok usulan nama bakal calon wakil presiden di Koalisi Perubahan. "Demokrat dipaksa menerima keputusan itu," ujar Teuku.

Adapun PKS menyatakan tetap mendukung Anies meski memilih pasangan di luar Koalisi Perubahan. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan sikap partainya tidak berubah sesuai dengan Keputusan Musyawarah Majelis Syura (MMS) VIII PKS, yang memutuskan mendukung Anies sebagai bakal calon presiden. Menurut Jazuli, keputusan memilih Muhaimin merupakan dinamika politik yang menguji kebersamaan mereka di Koalisi Perubahan.

Demokrat menilai kesepakatan itu justru membuat mereka sendiri, yakni Partai NasDem, yang membubarkan Koalisi Perubahan. Padahal ada komitmen dengan piagam yang menyatakan keputusan memilih nama bakal calon wakil presiden diserahkan kepada Anies yang dibantu Tim 8. Menurut Demokrat, beberapa pekan sebelumnya, nama Agus Harimurti Yudhoyono sudah disebut-sebut sebagai bakal calon wakil presiden. Namun deklarasi mengusung nama AHY selalu ditunda-tunda.

Yusak mengatakan, dengan kondisi saat ini, apabila memilih bergabung dengan koalisi lain, posisi Demokrat tidak memiliki banyak pilihan karena harus menerima syarat-syarat yang diberikan. “Pilihan paling baik, ya, bergabung dengan koalisi lain dan menunggu jatah kursi menteri jika koalisi tersebut memenangi kontestasi Pemilu 2024,” ujar Yusak.

Saat ini tersisa dua koalisi. Salah satunya adalah Koalisi Indonesia Maju, yang terdiri atas Partai Gerindra, Golkar, dan PAN. Koalisi ini mengusung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden. Koalisi lainnya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Trias Politika, Agung Baskoro, menilai keputusan Demokrat yang tidak lagi mendukung Anies setelah terjadinya dinamika politik di Koalisi Perubahan merupakan sikap berani dan berisiko. Menurut Agung, kesempatan Demokrat untuk bergabung dengan koalisi lain terbuka lebar. Menurut dia, dinamika politik yang terjadi di lingkup internal Koalisi Perubahan justru membuat moral kader Demokrat semakin baik. “Hal ini menunjukkan bahwa berkoalisi harus menunjukkan komitmen yang sungguh-sungguh,” kata dia.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, mengatakan kesempatan Demokrat mendapat jatah kursi bakal calon wakil presiden terbilang amat kecil, meski berpeluang besar bergabung dengan koalisi lain. Dia mencontohkan jika Demokrat berkoalisi dengan PDIP dan PPP.

Menurut Mada, pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang menyebutkan AHY menjadi salah satu kandidat bakal calon wakil presiden potensial bagi Ganjar tidak serta-merta menjadi legitimasi bagi Demokrat untuk mendapatkan posisi tersebut. “Hubungan antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri sepertinya bakal menjadi pertimbangan,” ujar Mada. Hubungan politik presiden kelima Megawati Soekarnoputri dengan presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono renggang selama hampir dua dekade. Kerenggangan keduanya bermula dari rivalitas politik pada 2004.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menerima kedatangan Ketua DPP PDIP Puan Maharani saat menghadiri peluncuran buku "Tetralogi Transformasi AHY: Kumpulan Pemikiran & Gagasan Agus Harimurti Yudhoyono" di Djakarta Theater, Jakarta, 10 Agustus 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai pilihan yang harus diambil Demokrat saat ini adalah cukup bergabung dengan koalisi lain jika tak ingin ketinggalan gerbong koalisi tanpa harus meminta klausul kursi bakal calon wakil presiden. Ujang juga menilai, setelah bubarnya Koalisi Perubahan, daya tawar yang dimiliki AHY sebagai bakal calon wakil presiden menurun drastis, tidak seperti saat masih memotori Koalisi Perubahan. “Demokrat cukup memilih koalisi yang jelas kalkulasi rasional politiknya untuk dapat menguntungkan mereka,” kata Ujang.

Menanti Sikap Majelis Tinggi Demokrat

Tiga hari setelah Anies menyatakan memilih Muhaimin, Majelis Tinggi Demokrat menggelar rapat. Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng mengatakan hasil musyawarah majelis tinggi adalah sepakat mencabut dukungan bagi Anies. Kendati begitu, Andi tak menjelaskan secara mendetail alasan dan bakal berlabuh ke mana Demokrat setelah ini. Dia hanya berujar, “Ada pengingkaran terhadap kesepakatan.”

Juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, mengatakan majelis tinggi partai belum memutuskan akan ke mana Demokrat berlabuh. Herzaky menjelaskan, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan arahan bahwa seluruh kader diminta mengendapkan suasana setelah dinamika yang terjadi.

SBY mengatakan Demokrat telah diselamatkan dari hal buruk kendati ditinggalkan Anies dan NasDem. Demokrat ditinggalkan pada masa lenggang menjelang pendaftaran pasangan calon presiden dan wakilnya ke Komisi Pemilihan Umum. Dia tidak bisa membayangkan jika hal ini terjadi pada hari-hari terakhir pendaftaran. “Demokrat diselamatkan oleh Allah SWT dari sosok calon pemimpin yang tidak dapat dipercaya, tidak amanah. Jika tidak berkomitmen, bagaimana nanti kalau jadi pemimpin dengan kekuasaan besar?" ujar SBY.

Berkongsi dengan PDIP?

Anggota Komisi X DPR Bidang Pendidikan dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, turut prihatin atas dinamika politik di Koalisi Perubahan. Menurut dia, peristiwa ini menjadi pelajaran penting agar lebih meningkatkan rasa saling percaya di antara partai yang berkoalisi dengan PDIP.

Politikus senior ini menegaskan bahwa PDIP selalu terbuka kepada partai politik mana pun yang hendak menawarkan kerja sama politik, termasuk dengan Partai Demokrat. “Kami menghormati Partai Demokrat sebagai partai yang mandiri untuk menentukan sikap di tengah gonjang-ganjing yang terjadi,” ujarnya.

Herzaky mengatakan partainya belum melakukan komunikasi politik dengan partai politik lainnya setelah menarik dukungan bagi Anies. Majelis Tinggi Partai Demokrat, kata dia, belum mengeluarkan keputusan apa pun perihal langkah Demokrat. “Pak SBY minta jangan buat keputusan pada saat marah dan jangan membuat janji ketika bahagia. Kita endapkan dulu,” ucap dia. Meski begitu, kata Herzaky, tak menutup kemungkinan jika Demokrat bakal bergabung dengan koalisi PDIP ataupun Koalisi Indonesia Maju. “Kita lihat saja nanti,” ujar Herzaky.

ANDI ADAM FATURAHMAN | TIKA AYU

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus