Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lira Probolinggo menyebutkan jejaring Hasan Aminuddin menguasai berbagai lini bisnis.
Banyak investor yang diduga diperdaya dinasti Hasan saat memulai bisnis di Probolinggo.
Praktik perburuan rente jejaring keluarga Hasan Aminuddin berlangsung selama dua dekade.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Praktik jual-beli jabatan hingga perburuan rente jejaring keluarga Hasan Aminuddin di Kabupaten Probolinggo ditengarai berlangsung selama hampir dua dekade. Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Probolinggo menduga politikus Partai NasDem itu menguasai berbagai infrastruktur pemerintah dengan melibatkan anak dan kerabat keluarga. "Hampir semua sektor proyek sudah dikuasai keluarga Hasan,” ujar Syamsuddin, Ketua Lira Probolinggo, kepada Tempo, kemarin. ”Bahkan, kalau ada investor luar yang masuk, mereka tidak akan bisa beroperasi tanpa rekomendasi keluarga Hasan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syamsuddin memaparkan, saudara Hasan yang bernama Sholeh Aminuddin dan Hafidz Aminuddin ikut mengendalikan semua bisnis infrastruktur yang dijalankan dinasti politik Hasan. Sholeh merupakan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Probolinggo yang memiliki puluhan perusahaan di kabupaten tersebut. Adapun Hafidz adalah Pengasuh Pondok Pesantren Syekh Abdul Qodir Jailani di Probolinggo.
Menurut Syamsuddin, mereka merupakan saudara kandung Hasan. Mereka, kata dia, membantu Hasan membangun bisnis yang memonopoli sektor ekonomi di Probolinggo. Namun, belakangan, Hafidz memilih mengambil jarak dalam pengelolaan bisnis Hasan.
Syamsuddin menemukan banyak investor yang diperdaya keluarga Hasan saat memulai bisnis di Probolinggo. Para investor dibebani sejumlah syarat jika ingin berbisnis. Satu di antaranya adalah mewajibkan setiap investor mendapat rekomendasi dari keluarga Hasan. Jika izin disetujui, pembangunan pabrik juga harus melibatkan perusahaan yang dikelola sejumlah keponakan Hasan. Misalnya, kata Syamsuddin, dari pengerjaan pengurukan lahan hingga pembangunan gedung.
Tak sampai di situ. Bila pabrik siap beroperasi, keluarga Hasan bakal mensyaratkan investor mengakomodasi tenaga kerja dari kelompok mereka. Keluarga Hasan juga disinyalir memberlakukan upeti terhadap setiap rencana pembangunan dan investasi di kabupaten tersebut. Mereka memberlakukan upeti harus disetor ke dinasti Hasan dengan berbagai cara. Hasan melibatkan aparat sipil negara (ASN) untuk memuluskan jalan memonopoli bisnis tersebut. "Karena seluruh kebijakan pejabat di Probolinggo tidak akan jalan kecuali atas perintah Hasan."
Hasan dan istrinya, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa lalu. Keduanya menjadi tersangka kasus suap jual-beli jabatan kepala desa di Probolinggo. Hasan pernah menjabat Bupati Probolinggo selama dua periode, 2003-2013. Sedangkan Puput terpilih menggantikan suaminya pada 2013 dan masa jabatannya habis pada 2024.
Syamsuddin melanjutkan, Hasan juga mulai menyiapkan putra sulungnya, Zulmi Noor Hasani, terjun dalam bisnis keluarga. Pemuda berusia 33 tahun itu dipercaya menjabat Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kabupaten Probolinggo dan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kabupaten Probolinggo.
Zulmi Noor Hasani (kanan) di Kraksaan, Probolinggo, 2019. Probolinggokab.go.id
Sumber Tempo dari bekas orang kepercayaan Hasan menyatakan Hasan tidak sekadar membangun dinasti politik, tapi juga membangun bisnis di pelbagai sektor. "Bisnis ini sudah disiapkan Hasan sejak menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Probolinggo pada 1999," tutur dia.
Hal lain yang dilakukan Hasan adalah jual-beli jabatan strategis di pemerintah daerah. Menurut sumber ini, temuan KPK perihal jual-beli jabatan hanya salah satu gunung es bisnis rente keluarga Hasan. Tidak mengherankan, kata sumber itu, banyak investor di Probolinggo justru kabur lantaran tak tahan karena Hasan meminta upeti.
Padahal Probolinggo merupakan kabupaten strategis yang memiliki pelabuhan, destinasi wisata, serta akses jalan tol yang tersambung hingga Surabaya dan Bali. Tapi banyak pengusaha yang mengeluh karena diperalat keluarga Hasan. "Semua pengusaha yang mau berbisnis harus menghadap Hasan. Setelah itu, Hasan menunjuk orang untuk mengawal bisnis itu, yakni anaknya."
Sumber lain, seorang ASN di Probolinggo, menyebutkan semula Hasan disokong penuh oleh kedua kakaknya, Sholeh Aminuddin dan Hafidz Aminuddin. Mereka dulunya penguasa proyek-proyek pemerintah daerah ketika Hasan menjabat bupati. "Anaknya baru muncul dan mengambil pos-pos strategis ketika dewasa," tutur dia.
Adianto, Ketua Paguyuban Cipta Pemuda Mandiri (PCPM), organisasi yang kerap mengawasi kinerja Pemerintah Kabupaten Probolinggo, menyebutkan bahwa peran Sholeh dan Hafidz muncul ketika Hasan menjadi Bupati Probolinggo pada 2003-2008. Mereka memiliki lebih dari 40 perusahaan yang kerap memegang proyek pemerintah. "Sejak Hasan berkuasa, bisnis keluarga meningkat drastis. Misalnya, punya banyak tempat pengisian bensin," tutur dia.
Sholeh Aminuddin membantah tudingan jika dikatakan terlibat membangun jaringan bisnis dan politik sang adik. Meski menjabat Ketua Kadin Probolinggo, Sholeh justru berbeda jalan dengan saudaranya. "Saya tidak ikut campur urusan itu. Umur saya sudah 70 tahun, jadi sudah tidak ikut-ikut," ujar Sholeh saat dimintai konfirmasi, kemarin. Usia Sholeh dan Hasan terpaut 15 tahun.
Sholeh juga menepis anggapan bahwa ia bersama Hafidz membangun bisnis dinasti Hasan. Dia menegaskan, anak-anaknya juga sama sekali tak terlibat dengan jaringan bisnis dan politik Hasan. Sholeh mengatakan tak mengetahui ihwal praktik lancung yang dilakukan saudaranya. Sholeh menyebutkan akan memarahi Hasan apabila terdapat berita miring yang mencatut nama keluarga.
Adapun putra sulung Hasan, Zulmi Noor Hasani, belum bisa dihubungi sejak ayahnya dicokok oleh komisi antirasuah. Puluhan pertanyaan yang dikirim Tempo ke telepon selulernya tak kunjung dibalas. Tempo juga berupaya menghubungi Zulmi melalui redaksi Koran Pantura, media yang dimiliki oleh Zulmi.
Baliho mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin, dan putranya, Zulmi Noor Hasani, di Kabupaten Probolinggo. TEMPO/David Priyasidharta
Pemimpin Redaksi Koran Pantura, Abdur Rohim Mawardi alias Eem, mengatakan pihaknya juga tidak bisa menghubungi bosnya sejak Hasan terjerat kasus korupsi. Tempo berupaya mengirim daftar pertanyaan sekaligus permintaan konfirmasi melalui Eem. Tapi Eem hanya bisa berjanji akan meneruskan ke Zulmi. "Sudah tidak berkomunikasi beberapa hari ini sejak ditangkap KPK," tutur dia.
AVIT HIDAYAT | DAVID PRIYASIDHARTA | DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo