Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Memulai Lagi Tender Jalan Berbayar Elektronik  

Pemprov DKI akan menggelar lagi lelang proyek jalan berbayar elektronik. Kali ini, dokumen teknis tender tak akan berisi teknologi spesifik. Perda dan pergub khusus juga tengah disiapkan sebagai dukungan hukum.

 

17 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Jalur ERP simpang CSW-Bundaran HI ditargetkan mulai beroperasi pada 2023.

  • Perda jalan berbayar elektronik akan dibahas di DPRD Jakarta pada triwulan kedua 2022.

  • Dishub menyusun dokumen teknis lelang dengan tim UGM dan TGUPP

JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan mampu menggelar lagi lelang proyek jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) pada tahun depan. Dinas Perhubungan DKI mengklaim tender kali ini tak akan menimbulkan permasalahan teknis dan hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah DKI hampir merampungkan dokumen teknis bersama Universitas Gadjah Mada dan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). “Gubernur memang meminta kami untuk sangat hati-hati karena sudah berulang kali gagal dan batal. Ini harus yang terakhir (berhasil),” kata Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik Dinas Perhubungan, Zulkifli, dalam diskusi daring.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, lelang proyek ini diperkirakan mulai dibuka dan selesai pada 2022. Koridor pertama jalan berbayar akan membentang sepanjang 6,12 kilometer antara simpang Centrale Stichting Wederopbouw (CSW), Sisingamangaraja; dan Bundaran Hotel Indonesia, Sudirman. DKI menargetkan pengoperasian jalur perdana tersebut bisa dimulai pada 2023.

Proyek yang diwacanakan sejak era Gubernur Sutiyoso pada 2006 ini memang berulang kali mengalami masalah dan pembatalan. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pernah membentuk langsung panitia lelang ERP pada 2015. Setahun kemudian, tender dibatalkan dan panitia bubar karena pemerintah ingin mengkaji potensi pembiayaan proyek dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Setelah beberapa kali pembahasan, DKI memilih melibatkan swasta dan menggelar lelang pada 2016. Sebagai dukungan, sebuah peraturan gubernur diteken, yang berisi detail dan spesifik teknologi yang harus digunakan dalam proyek jalan berbayar. Namun tender ini harus dibatalkan setelah dipersoalkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyoroti klausul penetapan teknologi.

Sejumlah kendaraan berhenti di persimpangan Centrale Stichting Wederopbouw (CSW), Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta, 29 Juli 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

DKI kemudian mencoba peruntungan kembali dengan menggelar tender jalan berbayar pada 2018. Saat itu dua dari tiga peserta yang lolos verifikasi lelang mengundurkan diri, yaitu Q Free ASA dan Kapsh Traffic Com AB. DKI juga menemukan dugaan pengubahan dokumen penawaran atau post-bidding. Pemprov pun kemudian menuruti legal opinion Kejaksaan Agung untuk membatalkan tender.

Satu peserta tersisa, Konsorsium SMART ERP yang diwakili PT Bali Towerindo, protes dan mengajukan gugatan ke pengadilan. Namun akhirnya DKI Jakarta memenangi perkara lewat putusan kasasi Mahkamah Agung pada Februari lalu. “Dokumen teknis ini tak lagi menyebutkan spesifik teknologi, melainkan KPI (key performance indicator). Teknologi yang diajukan peserta nanti harus bisa menjawab seluruh kebutuhan proyek,” ujar Zulkifli.

Sebagai penguatan, DKI berencana mendorong pembahasan rancangan peraturan daerah tentang jalan berbayar elektronik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta. Aturan ini sudah tiga tahun berturut-turut masuk dalam program pembahasan perda, tapi berulang kali tertunda. Dinas Perhubungan menargetkan pembahasan paling lambat pada triwulan kedua 2022. Seusai pengesahan, DKI akan melanjutkan dengan meneken tujuh peraturan gubernur, dari penyelenggaraan, pungutan, hingga standar pelayanan minimal (SPM) jalan berbayar elektronik.

Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menyatakan dukungan terhadap rencana penerapan ERP di jalan Ibu Kota. Direktur Lalu Lintas BPTJ, Sigit Irfansyah, menilai DKI tak boleh terus berhenti pada wacana dan rencana pelaksanaan jalan berbayar. Masyarakat Ibu Kota perlu mendapat dorongan untuk berpindah ke moda transportasi massal. “Jangan ERP ini nasibnya sama seperti proyek MRT. Sudah direncanakan dan diwacanakan dari awal 2000-an, tapi baru terwujud pada 2019. Ini terlalu lama,” kata dia.

Vice President of Standardization and Monitoring Evaluation Intelligent Transport System (ITS) Indonesia, Resdiansyah, membenarkan bahwa lembaganya memberikan rekomendasi kepada Dinas Perhubungan DKI agar tak memasukkan teknologi spesifik ke dalam dokumen teknis lelang. Menurut dia, berdasarkan pengalaman sejumlah negara, beberapa teknologi masih mungkin digunakan dalam proyek jalan berbayar.

Meski demikian, kata dia, DKI harus memastikan teknologi yang diajukan peserta tender mampu memenuhi sejumlah kebutuhan teknis program ERP. Salah satu yang paling krusial adalah kemampuan mengenali dan mendeteksi kendaraan yang masuk ke ruas berbayar. Teknologi tersebut harus mampu merekam lokasi, waktu, identitas, dan jenis kendaraan.

“Pelat nomor kendaraan tak cukup untuk ERP. Harus ada sistem yang bisa mengenali setiap mobil yang masuk ke jalur ini atau identitas kendaraan elektronik. Ini melekat dan tak dapat dipindahkan,” ujar Resdiansyah.

FRANSISCO ROSARIANS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus