Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Genjot Konsumsi demi Dongkrak Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Ibu Kota hingga kuartal III masih minus 2,38 persen.

9 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pertumbuhan ekonomi DKI pada kuartal III secara year-on-year minus 3,82 persen.

  • Penyebab utama adalah rendahnya konsumsi rumah tangga selama pandemi.

  • Meski pembatasan telah dilonggarkan, pengunjung pusat belanja tidak bergerak dari 30 persen kapasitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada kuartal ketiga tahun ini masih berada di angka minus hingga 3,82 persen secara year-on-year (yoy) atau dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI, angka ini lebih baik dibanding pada kuartal kedua yang terkontraksi hingga 8,38 persen. Pertumbuhan pada Juli-September ini merupakan dampak kembalinya sejumlah aktivitas usaha setelah diterapkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi mulai 4 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski membaik, gerak ekonomi pada kuartal ketiga belum mampu mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi DKI yang masih berada di zona minus hingga 2,38 persen secara tahun berjalan hingga September. Faktor penyebabnya adalah rendahnya konsumsi rumah tangga akibat hantaman badai pandemi Covid-19. “Konsumsi rumah tangga masih minus 5,28 persen. Padahal berkontribusi hingga 59,61 persen pada produk domestik regional bruto,” kata Kepala BPS DKI Buyung Airlangga, akhir pekan lalu.

Berdasarkan data tersebut, konsumsi rumah tangga bisa lebih mengancam angka pertumbuhan ekonomi Ibu Kota. Namun DKI meminimalkan efek tersebut dengan menggenjot konsumsi atau belanja pemerintah yang meningkat 57,89 persen secara yoy. “Tapi konsumsi pemerintah hanya berkontribusi 17,17 persen (pada PDRB),” ujar Buyung.

Toh, dia melanjutkan, pemerintah provinsi yakin pertumbuhan ekonomi akan semakin baik seiring dengan penanganan pagebluk. BPS pun merilis pertumbuhan semua sektor ekonomi di DKI sudah berada di titik positif. Meski perbandingannya adalah kuartal II (April-Juni) saat DKI membekukan nyaris 100 persen kegiatan usaha.

DPRD Jakarta meminta Balai Kota tak hanya mengandalkan geliat tiap sektor usaha pada masa pembatasan besar transisi. Anggota Badan Anggaran DPRD, Syahrizal, menilai DKI harus memberikan stimulus yang bisa mendorong konsumsi rumah tangga lebih cepat. “Ibarat orang sakit, ketika sembuh, belum bisa disuruh langsung lari. Butuh bantuan recovery,” kata dia.

Berdasarkan data Cluster Innovation and Governance (CIGO) Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), warga Jakarta dan sekitarnya memang mengurangi belanja barang sekunder dan tersier selama musim wabah. “Belanja paling diminati adalah makanan dan bahan makanan,” kata Eko Sakapurnama, ketua lembaga riset tersebut.

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia, Alfonsus Widjaja, menyatakan rata-rata tingkat penjualan di mal cuma 30 persen. Dampak penutupan total pusat belanja selama pembatasan besar membuat 10 sampai 20 persen penyewa berhenti beroperasi. Sejumlah calon penyewa pun membatalkan kontrak. “Pemerintah harus mendorong daya beli,” kata dia. “Pengelola hanya bisa berupaya membuat masyarakat yakin bisa belanja dengan aman dan sehat.”

FRANSISCO ROSARIANS

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus