Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGUNJUNG ruang sidang lantai atas Pengadilan Negeri Yogyakarta, Rabu pekan lalu, meledak. Hadir sejak pagi, mereka tak sabar menunggu sidang dimulai. Nah, begitu palu diketuk, semua kontan berebut kursi yang paling dekat dengan keempat terdakwa. Roji, Panut, Asmo, dan Barjo diseret ke pengadilan lantaran praktek dukun pomor Porkas alias KSOB dan TSSB, di Jalan Pasar Kembang. "Para terdakwa melanggar Perda Nomor 2 Tahun 1980, yang mewajibkan pedagang harus memiliki izin berjualan di tempat umum," kata Djayusman, S.H., hakim yang mengadili perkara itu. Satu per satu terdakwa dibesut. Setiap kali menjawab pertanyaan hakim, semuanya memakai suara pelan. Malah sering berbisik-bisik. Para pengunjung yang haus informasi nomor buntut jadi penasaran. Semua melebarkan kuping. Siapa tahu, di sela-sela bisikan itu terselip ramalan untuk KSOB dan TSSB. Maklum, inspirasi dukun jatuh di sembarang tempat. "Apa tidak bisa lebih keras lagi" tegur hakim dengan wajah angker. "Soalnya, ini sedikit rahasia, Pak," jawab seorang terdakwa. "Wah, kok pelit banget, sih. Buka saja rahasianya," celetuk salah satu pengunjung yang kelihatannya begitu bernafsu. Hadirin gerr. Hakim Djayusman terpaksa memainkan palunya beberapa kali supaya semua tenang. Suasana memuncak ketika barang bukti berupa amplop-amplop tertutup akhirnya dibuka. Mula-mula hakim mengambil amplop milik Roji, yang isinya meramalkan: tiga nomor terakhir TSSB yang akan datang adalah 736. "Coba Saudara terangkan, bagaimana cara meramalnya," tanya hakim. "Yah, itu berdasarkan ilmu komposisi, Pak," jawab Roji dengan tegas. "Caranya, saya ambil tiga angka terakhir yang keluar pada nomor TSSB, lantas komposisinya saya ubah dengan sistem crossing dengan angka yang keluar sebelumnya. Akhirnya muncul nomor 736 itu." Dengan tangkas, hakim membantah: "Wah, hebat Saudara. Tapi, menurut saya, yang nanti keluar nomor 761." Penonton gerr lagi. "Kalau Saudara Asmo memakai teknik apa?" ujar hakim lagi. "Wah, mudah, Pak. Hitung saja hari pasaran. Misalnya, penarikan TSSB minggu ini jatuh pada Kamis Kliwon. Dalam penanggalan Jawa, Kliwon memiliki beberapa angka keramat. Terus saya gabung dengan kalender nasional, jadilah angka ramalan," tutur laki-laki berusia 60 tahun itu. "Apa tidak ada cara yang lain," tanya hakim. "Ya, ada, Pak. Tapi tidak bisa saya katakan di sini." Gerr lagi. Teknik meramal Panut surealistik. Ia menghubungkan kode-kode ramalannya dengan mimpi. "Semua mimpi bisa ditafsirkan dengan radar ini," kata Panut sembari menunjukkan amplop bertuliskan "Radar Jitu". Di dalam amplop tadi, Panut membuat berbagai gambar hewan dan manusia. Ada pula laut dan gunung. Di bawah semua simbol itu diberi angka-angka. Misalnya, mimpi naik gunung ditemani anjing. Setelah dicocokkan, akan tampil kombinasi angka 8, 2, dan 5. Akhirulkalam, setelah merenung sejenak Hakim Djayusman mengetukkan palu. Roji Asmo, dan Barjo dihajar denda Rp 5.000, subsider tiga hari kurungan. Sedangkan Panut, yang pernah diadili dalam kasus serupa, kena tujuh hari kurungan. Adapun para pengujung, setelah sidang bubar, sibuk menafsirkan angka-angka yang disebutkan dalam sidang. Setelah menghubung-hubungkan dengan TSSB minggu ini, muncullah angka 537, yang dianggap akan menang. Rupanya, itulah tujuan mereka datang. Yusroni Henridewanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo