Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Wani Tangi bermula dari kanal YouTube tentang korban pinjaman online.
Mereka memberikan dukungan mental kepada orang yang terjebak pinjaman digital.
Anak muda terjerat paylater karena antara lain godaan gengsi terhadap sebuah tren.
Kasus pinjaman online masih marak terjadi di Indonesia. Beragam cerita tentang orang-orang yang terlilit utang pinjol dan kesulitan melunasinya sudah menjadi makanan sehari-hari Erik Setiawan. Pria asal Purworejo ini membentuk sebuah komunitas yang dihuni para korban pinjol. Namanya Wani Tangi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya, Wani Tangi merupakan saluran YouTube buatan Erik. Pria berusia 33 tahun itu kerap membuat konten seputar dunia fintech karena dirinya juga pernah terlilit utang di beberapa pinjol. "Dulu ketika kena pinjol, nyari solusinya bingung. Kita tertekan sendiri dan nyari di YouTube jarang banget," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2019, Erik membuat saluran Wani Tangi dan membuat konten bertemakan pinjol. Tujuan awalnya, ia hanya ingin tahu seberapa banyak orang yang akan menyaksikan tayangannya. Ternyata, kata Erik, banyak yang menonton videonya dan mayoritas terjerat utang pinjol. Sejak itu, Erik rutin membuat video yang mengupas segala hal tentang pinjol.
Beberapa bulan menjalankan profesi sebagai kreator konten, Erik mendapat ajakan dari penontonnya untuk membuat grup WhatsApp agar bisa saling berbagi keluh kesah. "Saya pikir, wah, ini bagus dibikin grup saja, jadi saya enggak terlalu capek banget lah."
Erik memperkirakan jumlah anggota yang tergabung sudah mencapai 4.000 orang. Bahkan, jumlahnya terus bertambah saban hari. Erik sendiri cukup selektif menerima orang-orang yang ingin bergabung dalam grup tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak ada penyusup yang ikut.
Belajar dari pengalaman, pernah ada penagih utang yang rupanya bergabung dalam salah satu grup. Erik menuturkan debt collector tersebut ingin mencari tahu aktivitas dan strategi para debitor. "Akhirnya, kita saring sebisa mungkin, diperketat buat masuk grup biar isinya full murni anggota yang kena pinjol," ujarnya.
Komunitas Wani Tangi melakukan kopi darat. Komunitas ini beranggotakan orang-orang yang menjadi korban pinjaman online. Dok. pribadi
Menurut Erik, anggota grup Wani Tangi saling menguatkan. Utamanya ialah menguatkan mental para korban. Erik mengungkapkan, tak jarang ia menemukan anggota baru yang nangis-nangis sampai mau bunuh diri. Pasalnya, banyak dari mereka yang diteror penagih utang, baik dari pihak pinjol legal maupun ilegal.
Jika mereka sudah tenang, Erik membantu korban dalam urusan pembayaran utang pinjol. Biasanya, ia akan menyarankan korban melunasi utangnya dari yang paling rendah nominalnya. Semaksimal mungkin Erik juga turun tangan melakukan negosiasi dengan debt collector. Misalnya berupa penghapusan denda atau keringanan pembayaran.
Meski ada beberapa anggotanya yang sudah berhasil lepas dari jerat utang, kekhawatiran Erik belum berkurang. Pasalnya, saat ini muncul tren penggunaan paylater atau layanan menunda pembayaran. Erik menyebutkan paylater bisa menjadi pintu masuk seseorang terjerat pinjol. Sebab, layanan ini merajalela dan hadir di berbagai platform dengan kegunaan yang berbeda-beda.
"Kalau sudah kena paylater, jarang ada yang bisa bertahan. Pasti akan ada godaan, ujung-ujungnya 'minjol'," ucapnya.
Hal yang tak luput dari perhatian Erik pula, anggota dalam grupnya yang terjerat utang paylater mayoritas masih muda, berusia 20-40 tahun. Erik menilai banyak anak muda terjerat paylater karena memiliki sifat menggampangkan yang besar, godaan gengsi terhadap sebuah tren, hingga pengaruh dari lingkungan pertemanan. Di samping itu, merebaknya iklan paylater disebut sebagai salah satu penyebab.
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo