Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK akhirnya mengumumkan penetapan tersangka dalam kasus suap yang melibatkan Eddy Hiariej.
KPK menemukan aliran dana dalam jumlah besar yang dinilai janggal.
Aliran dana itu keluar-masuk di rekening orang-orang dekat Eddy Hiariej.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menegaskan, penyidik telah menetapkan empat tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi, termasuk Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej. “Sudah ditetapkan tersangka melalui surat perintah penyidikan yang diteken dua minggu lalu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para tersangka itu terdiri atas tiga penerima dan satu pemberi suap. Mereka dijerat dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Secara normatif, kata Alexander, tahap penyidikan ini akan diikuti langkah pemanggilan, penggeledahan, dan penyitaan. “Tapi kapan dilakukan, saya enggak tahu karena perintah penggeledahan dan penyitaan itu bukan di pimpinan,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eddy Hiariej—sapaan Edward—terseret kasus suap dan gratifikasi bersama dua asisten pribadinya, yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Ketiganya diduga menerima suap dari pengusaha tambang nikel, Helmut Hermawan. Kasus ini masuk radar penyelidikan KPK setelah dilaporkan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023.
Dugaan suap kepada Eddy Hiariej bermula saat Helmut menemuinya pada April 2022. Kala itu Helmut tengah bersengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri (CLM) dengan pihak lain. Perusahaan ini memiliki konsesi tambang nikel seluas 2.660 hektare di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Helmut meminta bantuan Eddy untuk mengubah akta perusahaan PT CLM di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM.
Setelah bertemu beberapa kali, Helmut akhirnya mengirim uang dari rekening PT CLM ke rekening Yogi pada periode April-Mei 2022. Setelah itu Helmut kembali mentransfer US$ 200 ribu atau senilai sekitar Rp 3 miliar kepada Yogi.
Selama waktu penerimaan ini, Eddy mulai membuat katebelece kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Isinya agar memproses pengurusan akta baru PT CLM dengan mencantumkan Helmut sebagai pemilik saham. Namun Eddy membantah surat tersebut untuk memudahkan Helmut. “Itu hanya permintaan agar diproses sesuai dengan aturan,” kata Eddy.
Belakangan, sengketa saham PT CLM ternyata juga melibatkan pengusaha batu bara Andi Syamsuddin alias Haji Isam. Bahkan Eddy disebut-sebut sudah bertemu dengan Haji Isam. Di sinilah sikap Eddy berbalik. Dia kemudian meminta Helmut mengalah. Junaidi—kuasa hukum Haji Isam—membantah kliennya terlibat dalam sengketa saham di PT CLM itu. “Yang punya saham justru saya, tapi tidak besar,” kata Junaidi kepada Tempo, Maret lalu.
Brigadir Jenderal Endar Priantoro di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 5 Juli 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Perubahan sikap Eddy itu diikuti dengan pengembalian uang yang sebelumnya diberikan Helmut. Yogi mentransfer uang itu ke rekening PT CLM pada 17 Oktober 2022. Berselang dua jam, Helmut mentransfer kembali uang itu ke Yosi. Kemudian Yosi mentransfer uang sebesar Rp 7 miliar dan US$ 235 ribu ke rekening Yogi. Dari rekening Yogi ini terdapat catatan aliran uang sebesar Rp 1,7 miliar ke rekening Eddy pada 28 Oktober 2023.
Di luar uang Rp 7 miliar itu, terdapat juga aliran dana dari Helmut ke rekening Yogi sebesar Rp 1 miliar. Uang itu diduga untuk mendanai kampanye Eddy yang mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia periode 2022-2027. “Klien kami diperas oleh Eddy dengan menjanjikan kepengurusan Helmut atas PT CLM disahkan di Kementerian Hukum dan HAM,” ujar kuasa hukum Helmut, Rusdiantoro Matulatuwa.
Penetapan Eddy Hiariej sebagai tersangka ini menjadi titik balik lambatnya penanganan kasus di tahap penyelidikan. KPK sempat menunda penetapan tersangka meski surat perintah penyidikan disebut-sebut terbit sejak 27 September lalu. Empat pemimpin KPK minus Firli Bahuri sepakat menyetujui kasus suap Eddy naik ke tahap penyidikan. Deputi Penindakan KPK juga yakin bukti yang menjerat Eddy Hiariej sudah cukup.
Majalah Tempo menuliskan, pada 27 September 2023, empat pemimpin KPK menggelar rapat ekspose penyelidikan di lantai 15 Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Sebelum menutup rapat, Wakil Ketua Nurul Ghufron berpesan kepada para penyelidik dan penyidik agar mematuhi prosedur hukum. Sebab, calon tersangka yang dijerat memiliki pemahaman dan merupakan ahli hukum. Ia tidak mau kasus itu mentah digugat melalui praperadilan. Rapat tersebut menjadi penentu karena sebelumnya gelar perkara selalu tertunda tanpa alasan jelas.
Sebulan setelah dugaan suap ini dilaporkan oleh Sugeng Teguh Santoso pada Maret lalu, penanganan kasus dinaikkan ke tahap penyelidikan. Pada fase ini, Direktur Penyelidikan KPK Brigadir Jenderal Endar Priantoro diduga terus mengulur proses pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti. Ia disebut-sebut tak pernah menyetujui permintaan penyidik agar kasus Eddy dibahas dalam rapat ekspose penyelidikan. Pengaruh Endar meredup saat pimpinan KPK menunjuk pelaksana harian direktur penyelidikan penggantinya pada Juli-Oktober lalu.
Seorang penegak hukum yang mengikuti rapat gelar perkara tersebut mengatakan KPK sengaja menggelar rapat ekspose ketika Ketua KPK Firli Bahuri cuti sepuluh hari dan Endar Priantoro cuti belajar ke Lembaga Ketahanan Nasional sejak Juli lalu. Kedua petinggi KPK ini disebut-sebut kerap menunda rapat gelar perkara Eddy Hiariej dengan beragam alasan.
Penegak hukum KPK lainnya yang ditemui Tempo mengatakan Endar disebut sebagai orang yang paling ngotot mencegah status kasus ini naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Meski begitu, tim penyelidik diam-diam tetap mengumpulkan beragam bukti, antara lain transaksi antara Eddy, Yogi, Yosi, dan Helmut.
Tempo sempat menemui Endar di salah satu restoran di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, pada 27 Oktober lalu. Ia menjelaskan beberapa hal tentang kasus Eddy, tapi ia meminta penjelasannya tidak dikutip. Tempo kemarin berupaya meminta konfirmasi ulang dari Endar, tapi hingga semalam tidak direspons.
Permintaan serupa juga ditujukan kepada Eddy Hiariej setelah ada penegasan dari KPK tentang penetapan tersangka. Namun pertanyaan yang dikirim melalui nomor telepon selulernya tidak berbalas. Setali tiga uang dengan Yogi dan Yosi. Sedangkan pesan WhatsApp Tempo kepada kuasa hukum Helmut, Rusdiantoro, hanya centang biru tanpa balasan.
Sebelumnya, melalui WhatsApp, Yosi enggan menjelaskan soal aliran uang dari Helmut kepada Eddy. “Selain yang sudah saya sampaikan sebelumnya, belum ada hal lain,” ujarnya.
Adapun KPK telah memeriksa Eddy Hiariej pada 28 Juli lalu. Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada ini menepis tuduhan telah menerima suap Rp 7 miliar. “Soal tuduhan suap dan gratifikasi itu fitnah,” kata Eddy melalui pesan WhatsApp pada 4 November lalu.
Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso memberikan keterangan setelah membuat surat laporan di bagian Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 14 Maret 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Transaksi Tak Wajar
Sugeng mengapresiasi langkah KPK yang telah mengumumkan penetapan tersangka dalam kasus ini. Namun dia berharap penelusuran aliran dana kepada Eddy Hiariej tidak berhenti pada uang yang berasal dari Helmut. Sebab, aliran dana lain yang masuk ke rekening Yogi dan Yosi jumlahnya sangat besar. “Tidak mungkin Yogi dan Yosi dengan profil sebagai asisten pribadi memiliki kapasitas untuk melakukan transaksi ratusan miliar rupiah,” kata Sugeng.
Sugeng menduga Yogi dan Yosi hanya berperan sebagai gate keeper untuk menyamarkan transaksi yang sebenarnya. "Helmut sudah menjadi tersangka untuk aliran yang Rp 7 miliar,” katanya. “Jadi dana yang hampir Rp 100 miliar itu tentu dari sumber lain.”
Majalah Tempo edisi pekan ini melaporkan, selain menyelisik kasus suap dan gratifikasi, KPK sudah menyiapkan perkara lain untuk Eddy Hiariej, yakni transaksi keuangan mencurigakan. Misalnya, pada Januari 2020-Maret 2023, KPK menemukan uang masuk sebesar Rp 118,7 miliar dan uang keluar Rp 116,7 miliar di dua rekening Yogi.
Dari semua transaksi itu, penyidik KPK mencurigai aliran dana Rp 90 miliar yang janggal. KPK juga menyorot rekening BCA milik Yogi yang diduga terafiliasi dengan Eddy. Rekening ini menampung Rp 95 miliar. Berdasarkan penelusuran KPK, sebanyak Rp 57,9 miliar di antaranya juga tidak wajar.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana menyebutkan transaksi janggal di rekening orang-orang dekat Eddy Hiariej ditemukan ketika pihaknya berkoordinasi dengan penyidik KPK. “Sudah kami serahkan semua ke penyidik datanya,” ucapnya.
Eddy mengklaim tak pernah menerima uang yang berkaitan dengan tugas atau kewenangan Wakil Menteri Hukum dan HAM. Ia mengakui pernah menerima kiriman uang dari Yogi. “Tapi aliran dana itu sudah ada jauh sebelum saya menjadi wakil menteri,” katanya.
EKA YUDHA SAPUTRA | AVIT HIDAYAT | MIRZA BAGASKARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo