Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lovy mengedukasi soal perundungan sebelum anaknya masuk TK.
Ibu Peduli Bullying mengedukasi dengan aturan lima jari tangan.
Orang tua harus membekali anak dengan kemampuan melindungi diri.
Tak sia-sia Lovy Amirla Dewi mengedukasi anak-anaknya mengenai perundungan sejak dini. Anak perempuannya, Yasmin—bukan nama sebenarnya—yang baru berusia 10 tahun sudah bisa menghadapi teman sekelas yang merundungnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yasmin, yang kini duduk di kelas V sekolah dasar, pernah berselisih dengan A, yang sering mengganggu anak perempuan. Peristiwa itu terjadi ketika Yasmin duduk di bangku kelas IV. Perselisihan tersebut bahkan membuat pipi Yasmin kena pukul dengan kotak pensil. Lovy mengatakan putri pertamanya itu baru menceritakan pengalaman tersebut tiga hari kemudian. “Dia (Yasmin) sempat nangis. Kaget karena, kok, dia main pukul saja,” kata Lovy kepada Tempo, Rabu, 17 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sang putri, kata Lovy, melaporkan hal tersebut kepada gurunya. Akhirnya si A pun mendapat sanksi dari sekolah karena sudah memukul temannya. Setelah kejadian itu, hukuman tetap tak membuat A kapok. Ia masih terus mengganggu teman-teman sekelasnya. Namun, kata Lovy, putrinya memutuskan untuk menghindar. Selain itu, putrinya bisa memahami karakter teman sekelasnya tersebut.
Menurut ibu tiga anak ini, keterampilan Yasmin dalam menghadapi perundungan tersebut didapat karena sang anak telah dibekali pengetahuan tentang anti-perundungan sejak sebelum taman kanak-kanak. Misalnya, ketika Yasmin dan adiknya saling mengejek, Lovy menasihati keduanya agar saling menyayangi. “Begitu juga dengan teman. Kalau bisa dikasih tahu dengan baik, ya, dikasih tahu.”
Ketika Yasmin masuk TK, Lovy menuturkan bahwa sekolah tersebut mendukung gerakan anti-perundungan. Bahkan perempuan yang tinggal di Sleman itu juga bergabung dengan komunitas Ibu Peduli Bullying agar mendapat informasi tambahan. “Jadi, sebelum anak kena, saya sudah sounding sedikit-sedikit. Nanti kalau misalnya temannya nakalin atau gangguin, apa yang harus dilakukan.”
Founder komunitas Ibu Peduli Bullying, Septi Ambarwati, menjelaskan, ketika mengedukasi para orang tua mengenai perundungan, ia membekali mereka dengan istilah lima aturan jari tangan. Secara teknis, ia menyampaikan, bila dirundung, langkah pertama yang mesti anak-anak lakukan adalah mengabaikan. Langkah kedua adalah pergi. Pelaku bully akan berpikir dua kali bila korbannya cuek dan berani.
Ice breaking di tengah acara seminar anti perundungan dengan tema Bangunlah Jiwa Raga SMAN 1 Ngluwar Magelang. Dok. Pribadi
Langkah ketiga adalah pertahanan diri atau self defense. Anak, kata Septi, harus dibekali untuk bisa mempertahankan diri. Namun bukan berarti harus jago karate atau olahraga bela diri, melainkan berani berbicara. “Misal dibilang gendut, dia berani ngomong, 'sorry ya, aku bukan gendut, aku Septi'.”
Jika perundungan sudah main fisik, orang tua boleh mengajarkan anaknya untuk membalas, tapi dengan porsi yang sama. Misalnya tangan sang anak digenggam dengan keras, si anak bisa membalasnya dengan hal serupa.
Langkah keempat adalah memberikan pemahaman kepada anak untuk berani bercerita kepada orang yang dipercaya, baik orang tua, guru, maupun sahabat. “Paling tidak, dia keluar mau ngomong,” ujarnya. Langkah terakhir adalah memberi tahu anak-anak bahwa perundungan atau bullying merupakan sesuatu yang serius dan harus dilaporkan. Misalnya dengan menyampaikan bahwa di sekolah ada aturan tentang bullying, jadi tidak perlu ragu melapor.
Tjhin Wiguna dari Kelompok Staf Medis (KSM) Psikiatri RSUP Nasional dr Cipto Mangunkusumo juga menyarankan orang tua agar membekali anak dengan kemampuan melindungi diri dan mengenali kelebihan serta kekurangannya agar bisa beradaptasi dengan lingkungan sosial.
Ia menyebutkan orang tua perlu membantu anak untuk lebih aktif berbicara kepada guru atau orang tua jika merasa diperlakukan tidak nyaman dengan teman di sekolahnya. Berbicara langsung dengan teman yang melakukan perundungan juga bisa menjadi cara pertahanan diri agar pelaku merasa anak tersebut kuat dan bisa melindungi dirinya sendiri.
Acara isian ibu-ibu PKK bersama Psikolog dari Komunitas Ibu Peduli Bullying di Kelurahan Ngluwar Magelang. Dok.Pribadi
Tjhin mengatakan perundungan bisa dilakukan di mana saja, di sekolah hingga tempat les. Biasanya anak terus-menerus menjadi korban perundungan karena tidak berani berbicara kepada yang orang lebih dewasa atau berkuasa di lingkungannya. Atau korban mendapat ancaman dari pelaku.
Target pelaku perundungan biasanya anak yang mempunyai karakteristik lebih penakut, inisiatifnya kurang, dan selalu terpaku pada apa kata orang sehingga menjadi sasaran pelaku menaruh ancaman. “Sebenarnya ketakutan itu enggak beralasan. Jadi dia harus berani untuk dirinya sendiri, berani melindungi dirinya sendiri. Kalau enggak speak up, orang enggak tahu dia di-bully,” katanya.
Perundungan atau bullying bisa dilakukan secara fisik, verbal, dan emosi, seperti melecehkan nama orang tua atau menjegal korban hingga terjatuh. Kejadian yang selalu berulang-ulang dan membuat tidak nyaman ini menjadikan anak tersebut korban perundungan dari orang yang lebih memiliki kekuatan tertentu. Sekolah ataupun lingkungan keluarga harus menjadi tempat anak merasa tenteram dan memberikan dukungan.
Tjhin juga mengatakan anak yang berani menjaga dirinya sendiri dan melawan perundungan lama-lama akan menjadi lebih baik. Orang tua harus mengajarkan anak proses damai dan tidak boleh membekali anak dengan sikap melawan dengan pukulan karena tidak akan menyelesaikan masalah.
Doktor lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan anak perlu diajari proses perdamaian, dan pihak yang lebih dewasa bisa membina korban serta pelaku untuk belajar menghargai sesama temannya.
FRISKI RIANA | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo