Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURAT elektronik itu ditujukan kepada anggota kelompok Abu Sayyaf Filipina. Dulmatin alias Joko Pitono menulis pesan di warung Internet Multiplus Pamulang, Banten, beberapa menit sebelum ditembak polisi, 9 Maret lalu. Cuma ada satu kata dalam surat itu: eksekusi.
Dulmatin, menurut sumber di Detasemen 88 antiteror, mengirim pesan kepada anggota kelompok Abu Sayyaf sebagai perintah penyerangan. Beberapa anggota kelompok Islam radikal yang beroperasi di Filipina Selatan ini disebut-sebut telah berada di Indonesia dan siap bergerak. Pesan eksekusi dikirim sebagai balasan terhadap polisi yang menembak mati rekan Dulmatin dalam penggerebekan di Aceh beberapa hari sebelumnya. ”Dia memberikan perintah serangan pembalasan,” ujar sumber Tempo.
Polisi menggerebek lokasi latihan militer pada 22 Februari di Bukit Jalin, Aceh Besar. Dalam dua pekan operasi, polisi menangkap dan menembak mati sejumlah tersangka.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Ito Sumardi mengatakan bahwa polisi masih memeriksa surat elektronik Dulmatin itu. Polisi telah mengangkut komputer yang dipakai Dulmatin di warung Internet. Sasaran Dulmatin dkk juga masih diselidiki. ”Belum kami ketahui karena Dulmatin keburu tewas,” ujar Ito.
Dari Pamulang, Dulmatin mengendalikan pelatihan militer di Aceh serta perlawanan terhadap polisi. Sumber Tempo di kepolisian mengatakan Dulmatin menggunakan Internet sebagai alat komunikasi dengan jaringannya di Aceh dan Filipina. Pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, ini berkomunikasi dengan fasilitas chatting di sebuah situs.
Dari pengakuan sejumlah tersangka diperoleh informasi bahwa target Dulmatin adalah membebaskan koleganya yang berada di Penjara Cipinang. Dulmatin juga berencana mengebom sejumlah tempat lain—belum diketahui di mana. Rencana detail aksi itu belum sempat dibuat karena Dulmatin keburu didor.
Diduga Dulmatin melanjutkan wasiat Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudra. Trio bomber yang dieksekusi pada November 2008 itu menyebutkan sejumlah nama pejabat, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai sasaran aksi. ”Wajib bagi kalian membunuh individu yang terlibat eksekusi,” demikian bunyi wasiat itu.
Pesan Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudra itu juga menjadi pegangan Noor Din Top. Rencana aksi Noor Din tersimpan dalam laptop yang ditemukan polisi setelah warga Malaysia itu ditembak mati. Noor Din memang mengincar Presiden dengan memilih rumah di Jatibening, Bekasi, dekat kediaman Presiden di Cikeas, sebagai tempat penyimpanan bahan peledak dan senjata.
Berbeda dengan Noor Din, Dulmatin menggunakan pola baru dalam mencapai sasarannya. Ia mendidik anggotanya latihan militer. Sumber polisi mengatakan Dulmatin dkk sudah merekrut pasukan berani mati atau istimata. Anggota laskar ini nantinya bisa disiapkan sebagai pembawa bom bunuh diri. Laskar ini lain dengan ”pengantin” Noor Din M. Top yang lebih hanya diberi motivasi mental sebelum menjalankan aksinya.
Pasukan berani mati yang disebut-sebut sudah disiapkan Dulmatin adalah Ibu Sina, 17 tahun. Pemuda asal Pandeglang, Banten, itu masuk karena ajakan Jaja, pamannya. ”Ia tak memiliki track record masuk kelompok radikal,” ujar sumber Tempo. ”Sengaja dipilih supaya nanti sulit dilacak.” Menurut sumber itu, Dulmatin juga telah memerintahkan anggotanya menggalang dana dengan menggunakan kekerasan atau fa'i. Kelompok ini diduga telah melakukan perampokan di Padang.
Yandi M.R., Budi Setyarso, Cornila Desyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo