Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Elite Gerindra berbeda pendapat tentang arah politik partai seusai pertemuan Ketua Umum Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo pada Sabtu lalu. Mereka berbeda sikap mengenai arah partai, apakah akan bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah atau tetap menjadi oposisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Dewan Penasihat Partai Gerindra, Muhammad Syafi’i, mengatakan pertemuan antara Jokowi dan Prabowo tidak akan berpengaruh pada sikap politiknya sebagai partai oposisi. Menurut dia, pertemuan tersebut mendesak untuk mengakhiri persaingan dalam Pemilihan Umum 2019. "Kami akan tetap di oposisi. Pertemuan itu tidak akan langsung mengubah sikap politik kami," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syafi’i mengatakan partainya akan tetap berperan sebagai oposisi untuk melakukan check and balances terhadap pemerintah. Selain berkepentingan untuk merawat basis pendukung di akar rumput, dengan cara inilah, menurut dia, Gerindra akan menjadi penentu sehat atau tidaknya sistem demokrasi di Indonesia. "Kalau Gerindra bergabung dengan pemerintah, bagaimana cara kami melakukan check and balances?" ujar dia.
Arah politik Partai Gerindra menjadi sorotan setelah Jokowi dan Prabowo bertemu di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu lalu. Saat itu, Jokowi menyatakan pertemuan tersebut bukan berarti langkah untuk menggandeng Gerindra bergabung dalam koalisi pemerintah. Sebab, baik Jokowi maupun Prabowo bakal membahas kemungkinan itu bersama dengan koalisinya masing-masing. Sedangkan Prabowo menyatakan siap bekerja sama atau mengkritik pemerintah.
Prabowo berencana membawa hasil pertemuan dengan Jokowi kepada semua petinggi Partai Gerindra. Mantan Komandan Korps Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat itu berencana menggelar rapat dengan jajaran Dewan Pembina Partai Gerindra dan kadernya pada Jumat mendatang untuk menentukan langkah politik partainya.
Syafi’i tidak membantah adanya perbedaan pendapat di internal yang ingin menerima tawaran untuk bergabung bersama koalisi pemerintah. Namun, menurut dia, pendapat tersebut merupakan kepentingan kadernya secara pribadi. "Pasti ada kepentingan dan misi pribadi. Sikap partai sudah jelas. Kalau ada yang tidak ingin beroposisi, itu adalah kepentingan pribadi," tutur dia.
Juru bicara Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan arah koalisi Gerindra akan diambil dalam rapat kerja nasional pada September mendatang. Setelah bertemu dengan Dewan Pembina, kata dia, Prabowo juga akan mendengar aspirasi dari kelompok relawan dan organisasi sayap partai di seluruh daerah untuk pertimbangan pengambilan keputusan. "Itu akan menjadi sikap Prabowo dan akan disampaikan secara transparan," kata dia.
Meski mendorong partainya tetap menjadi oposisi, Andre mengakui adanya perbedaan pendapat kader yang ingin Gerindra berada di luar atau di dalam pemerintahan. Kata dia, partainya akan membuat keputusan internal yang harus dipatuhi semua kadernya. "Bekerja sama dengan Jokowi tidak mengharuskan kami masuk pemerintah. Menjadi oposisi yang konstruktif itu bagian kerja sama. Yang baik kami dukung, yang kurang kami kritisi," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, mengakui adanya desakan kader agar bergabung dalam pemerintahan. Selain mendorong rekonsiliasi, ia mengklaim kader partai mendesak Prabowo menerima tawaran untuk bergabung dalam koalisi pemerintahan. "Gerindra itu berpolitiknya tidak mengenal koalisi dan oposisi," kata dia. Menurut dia, apa pun posisi partainya, fungsi anggota Dewan adalah kontrol terhadap pemerintahan.
Arief menuturkan Prabowo akan mempertimbangkan pendapat suara kader di akar rumput, pengurus partai, hingga tingkat cabang untuk menentukan arah politik Gerindra. "Jika menerima tawaran bergabung dan Jokowi ingin mengambil kader Gerindra menjadi menteri, syaratnya, kader di DPR harus kritis dan mengawasi," kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai ada perubahan sikap Gerindra dalam Pemilu 2014 dan 2019, yaitu penegasan sikap partai menjadi oposisi. Menurut dia, perubahan sikap tersebut berpotensi membuat Gerindra kehilangan pendukung loyalnya. "Elite partai menghitung ada opsi selain menjadi oposisi. Ada perubahan business model yang lebih menguntungkan, baik sebagai penyeimbang maupun bergabung dengan pemerintah (ketimbang menjadi oposisi)," kata dia.
AVIT HIDAYAT | BUDIARTI UTAMI | ARKHELAUS WISNU <
Lima Kursi
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, mengklaim kubu Joko Widodo menawarkan 4-5 kursi jabatan di kementerian/lembaga untuk mengajak Gerindra bergabung dalam koalisi pemerintah.
Arief mengatakan pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di Stasiun MRT Lebak Bulus, Sabtu lalu, merupakan amanat partai setelah pendukung dan kader di daerah merasakan adanya polarisasi yang hebat selama pemilu. "Sudah ada dorongan kuat dari bawah. Pertemuan Prabowo dan Jokowi itu keinginan mayoritas kader," kata dia.
Menurut Arief, Prabowo akan menentukan arah politik Gerindra dalam rapat kerja nasional pada September mendatang. Di situ, Prabowo akan meminta pertimbangan dari kelompok relawan dan organisasi sayap partai, serta semua pengurus partai di tingkat daerah.
Prabowo juga berencana melakukan pertemuan lanjutan dengan Jokowi untuk membahas kemungkinan berkoalisi.
Juru bicara Partai Gerindra, Andre Rosiade, menyebutkan pertemuan Jokowi dan Prabowo tidak didasari iming-iming jabatan menteri. Prabowo, kata dia, akan membawa hasil pertemuan tersebut dalam rapat Dewan Pembina, besok. "Mayoritas kader menginginkan kami di luar pemerintahan, tapi kami tentu mengkaji yang terbaik bagi bangsa dan negara," kata dia.
ARKHELAUS WISNU | BUDIARTI UTAMI PUTRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo