Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah epidemiolog memberikan saran perbaikan atas kekacauan data kematian Covid-19.
Laporan kasus kematian akibat Covid-19 bisa dibuat sesuai dengan tanggal pelaporan dan tanggal ketika pasien meninggal.
Kekacauan data di antaranya datang dari mindset keliru pemimpin daerah yang menganggap tingginya angka kasus Covid-19 sebagai aib.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Sejumlah epidemiolog memberikan masukan perbaikan terhadap kacaunya data kematian Covid-19 milik pemerintah. Mereka menyodorkan saran setelah pemerintah memutuskan mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 dan penilaian pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengusulkan agar kasus kematian Covid-19 dilaporkan dalam dua bentuk: sesuai dengan tanggal pelaporan serta tanggal ketika pasien meninggal. Data kematian, dia melanjutkan, juga harus dilaporkan untuk dua macam kematian. Pertama, mereka yang sudah terkonfirmasi positif. Kedua, kematian kasus probable—orang yang belum dites tapi diyakini terjangkit virus corona. "Kematian kasus probable ini belum pernah dilaporkan secara rutin, padahal ini sudah diminta oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sejak pertengahan 2020," kata Windhu, kemarin.
Ihwal terjadinya penumpukan data sehingga jumlah kematian Covid-19 berkesan melonjak, Windhu menyatakan, pemerintah tinggal memutuskan data piutang yang masih ada di daerah, apakah akan diputihkan atau semuanya dikeluarkan saat ini. Menurut Windhu, sejak awal masa pandemi, memang banyak distorsi atau penyimpangan dalam pelaporan kasus Covid-19 di Indonesia. Distorsi ini tidak hanya terjadi pada data kematian Covid-19, tapi juga jumlah kasus harian positif.
Kasus positif, Windhu menyarankan, dilaporkan dalam dua bentuk, yakni sesuai dengan tanggal dilaporkan dan berdasarkan tanggal on set. Tanggal on set adalah waktu ketika seseorang yang positif pertama kali mengalami gejala atau saat spesimen diambil.
Windhu menuturkan hal yang paling banyak menyebabkan distorsi ini adalah ketidakterbukaan data serta sangat rendahnya jumlah tes dan pelacakan. "Ini akibat mindset keliru dari unsur pemimpin daerah yang menganggap angka kasus yang tinggi adalah aib, sehingga takut disebut berkinerja buruk," ujar dia.
Penyebab selanjutnya adalah pelaporan yang terlambat. Sebab, hasil laboratorium untuk mengetahui apakah seseorang terkonfirmasi Covid-19 tak bisa cepat. Hal ini terjadi karena antrean akibat rendahnya kapasitas serta input data oleh petugas yang tidak segera dilakukan.
Pemakaman jenazah di pemakaman khusus Covid-19 di Cikadut, Bandung, 11 Juli 2021. TEMPO/Prima Mulia
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam keterangannya tiga hari lalu, menyatakan ada 26 kabupaten/kota yang turun status dari PPKM level 4 menjadi level 3. Menurut Luhut, evaluasi atas penurunan status tersebut dilakukan setelah pemerintah mengeluarkan indikator kematian Covid-19 dari penilaian PPKM level 4. Luhut berdalih bahwa indikator kematian itu menimbulkan distorsi dalam penilaian. Sebab, input data kematian tidak sesuai dengan data terkini.
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan persoalan distorsi data ini bukan masalah baru di Indonesia. Ia mengimbuhkan, hal ini dapat diperbaiki secara bertahap. Perbaikan ini bisa dimulai dari wilayah Jawa. Alasannya, menurut Dicky, Jawa lebih memiliki kapasitas finansial dan sumber daya manusia yang lebih baik daripada luar Jawa.
Apalagi, kata Dicky, sebenarnya situs Covid-19 milik pemerintah daerah sudah lumayan baik. Kini, kata dia, tinggal bagaimana mengintegrasikan data pusat dengan data daerah. "Jadikan sistem itu lebih bisa real time. Saya yakin Indonesia juga bisa, tinggal komitmen bersama dan konsistensi serta kejelasan definisinya," kata dia, kemarin.
Perkumpulan pengawas wabah LaporCovid-19 menyebutkan terdapat lebih dari 19 ribu kematian yang sudah dilaporkan pemerintah kabupaten/kota, tapi tak tercatat di data pemerintah pusat. Data dari 510 pemerintah kabupaten/kota yang dikumpulkan tim LaporCovid-19 menunjukkan bahwa sampai 7 Agustus 2021 terdapat 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Covid-19.
Adapun jumlah kematian positif Covid-19 yang dipublikasikan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta menjadi provinsi dengan jumlah selisih kematian terbanyak. Ketua Harian Satuan Tugas Covid-19 Jawa Barat, Dewi Sartika, mengatakan penyebab penumpukan data antara lain masih ada beberapa fasilitas kesehatan dan laboratorium yang belum memiliki akun National All Record (NAR) untuk input data. NAR adalah sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan Covid-19 yang dikelola Kementerian Kesehatan.
Penyebab lainnya, keterlambatan puskesmas atau rumah sakit saat memasukkan data dasar pasien di aplikasi NAR, keterlambatan laboratorium memasukkan data hasil pemeriksaan spesimen di aplikasi NAR, hingga kesalahan input data alamat pasien oleh puskesmas atau rumah sakit. Dewi mengatakan upaya perbaikan saat ini adalah membersihkan data tiap kabupaten/kota dengan membandingkan data di NAR dengan data di masing-masing kabupaten/kota. "Dengan dikawal oleh dinas kesehatan tingkat provinsi, selisih kasus meninggal yang belum terlaporkan ke NAR bisa diajukan manual ke pemerintah pusat agar bisa terlaporkan menjadi kasus nasional," kata dia, kemarin.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan data yang dilaporkan daerah melalui NAR harus menunggu konfirmasi hasil laboratorium. "Kami tahu bahwa tidak semua laboratorium bisa langsung mengeluarkan hasil. Jadi, bisa beberapa hari dan tidak langsung diperbarui," kata dia, kemarin.
Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan, Panji Fortuna Hadisoemarto, menyampaikan, berdasarkan analisis NAR, pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat real time. Laporan dari daerah merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya.
Panji menjelaskan, berdasarkan laporan kasus Covid-19 pada 10 Agustus 2021, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau seminggu sebelumnya. Bahkan 10,7 persen di antaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari. "Namun baru belakangan terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal," kata dia, kemarin.
AHMAD FIKRI | DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo