Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Undangan yang Tertahan

PDIP ngotot menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih. Bersiasat melalui tafsir putusan Mahkamah Agung.

11 Januari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PDIP menginginkan Harun Masiku menjadi anggota DPR terpilih menggantikan adik ipar Megawati.

  • Petinggi PDIP menempuh berbagai cara, termasuk meminta fatwa Mahkamah Agung.

  • Upaya melengserkan Riezky Aprilia diteruskan meski dia sudah dilantik.

DI tengah-tengah simulasi rekapitulasi elektronik di kantor Komisi Pemilihan Umum, Selasa, 7 Januari lalu, Wahyu Setiawan mendekati koleganya, Evi Novida Ginting Manik. Anggota Komisi Pemilihan Umum itu meminta Evi segera menjawab surat permohonan pergantian antarwaktu anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Riezky Aprilia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Permintaan itu langsung ditanggapi Evi, yang menjadi Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik KPU. Urusan pergantian anggota DPR antarwaktu atau berhenti di tengah jalan memang menjadi tanggung jawabnya. “Karena permintaan tersebut, saya bikin suratnya hari itu juga,” kata Evi kepada Tempo, Jumat, 10 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sehari sebelum pembicaraan itu, rapat pleno KPU memutuskan menolak permintaan PDI Perjuangan yang hendak mengganti Riezky dengan Harun Masiku. Keduanya sama-sama menjadi calon legislator partai banteng di daerah pemilihan Sumatera Selatan I. Dalam rapat yang dihadiri enam dari tujuh komisioner itu, ujar Evi, tak terjadi silang pendapat. Semua pemimpin KPU bersepakat menolak permohonan PDI Perjuangan. “Alasan hukum yang mereka ajukan tidak memenuhi syarat,” kata Evi.

Riezky Aprilia./istimewa

Meski Evi menyebutkan Wahyu tak berbeda pendapat, ternyata rekan kerjanya itu menginginkan Riezky lengser. Wahyu diduga meminta duit Rp 900 juta untuk mengegolkan Harun Masiku menjadi anggota DPR terpilih. Dari jumlah tersebut, Wahyu diduga menerima Rp 200 juta dan Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura dari Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah melalui orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina Sitorus. Saeful, Donny, dan Agustiani--mantan anggota Badan Pengawas Pemilu--adalah kader PDI Perjuangan.

Pada Rabu, 8 Januari lalu, atau sehari setelah Wahyu meminta Evi membuat surat jawaban untuk pengurus PDIP, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap dia di atas pesawat saat ia akan terbang ke Belitung. Di tempat berbeda, KPK menahan Agustiani, Saeful, dan Donny--belakangan dibebaskan karena dianggap kooperatif. KPK menetapkan mereka, juga Harun Masiku, sebagai tersangka. “Tindakan itu merupakan pengkhianatan terhadap demokrasi Indonesia,” ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Hingga Sabtu sore, 11 Januari lalu, Harun berstatus buron.

 

•••


MENEMPATI nomor urut enam di daftar calon legislator PDI Perjuangan di daerah pemilihan Sumatera Selatan I, Harun Masiku tak hanya bersaing dengan Riezky Aprilia di lingkup internal partainya. Ada adik ipar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Nazarudin Kiemas, di daerah pemilihan Sumatera Selatan I, yang meliputi Kota Palembang dan Kota Lubuklinggau serta empat kabupaten, yaitu Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan Musi Rawas Utara.

Harun, 48 tahun, adalah pendatang baru di daerah pemilihan itu. Pun dia bukan kader asli PDI Perjuangan. Pada 2009, Harun menjadi anggota tim sukses Partai Demokrat yang mengusung Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden. Pernah menjadi tenaga ahli Komisi Hukum DPR, Harun berlaga dalam Pemilihan Umum 2009 dari Demokrat di daerah pemilihan Sulawesi Selatan III.

Adapun Riezky, 37 tahun, menempati nomor urut tiga. Pengusaha muda ini adalah putri mantan Wali Kota Lubuklinggau, Riduan Effendi. Sedangkan Nazarudin Kiemas adalah calon inkumben dan berada di nomor urut satu. Pada 26 Maret 2019, atau sekitar tiga pekan sebelum hari pencoblosan 17 April, dia meninggal.

KPU Sumatera Selatan kemudian mensosialisasi meninggalnya Nazarudin. Suara yang diberikan pemilih untuknya dihitung sebagai suara partai. Saat penghitungan dan rekapitulasi suara, Riezky meraih suara terbanyak dari PDIP dengan sekitar 44 ribu suara, jauh di atas Harun yang hanya mendulang 5.000-an suara atau peringkat kelima dari delapan calon legislator. Di daerah pemilihan itu, PDIP mendapat satu kursi DPR.

Saat KPU pusat menetapkan calon terpilih pada akhir Agustus 2019, perwakilan PDIP meminta calon yang ditetapkan menjadi anggota DPR adalah Harun Masiku. Partai itu meminta perolehan suara Nazarudin Kiemas dilimpahkan kepada Harun. “Ada sekitar 40 ribu suara yang dilimpahkan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto. Dengan pelimpahan itu, perolehan suara Harun mengalahkan Riezky.

PDIP mendasarkan permintaan tersebut pada putusan Mahkamah Agung yang menerima sebagian gugatan Megawati Soekarnoputri terhadap Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Putusan itu menyebutkan suara calon yang meninggal tetap menjadi milik calon tersebut. MA juga memutuskan partai memiliki diskresi untuk menetapkan kader terbaik buat mengganti calon legislator yang meninggal dengan memperhatikan aturan perundang-undangan.

Namun KPU menilai permintaan itu tidak sesuai dengan aturan dan mereka menetapkan Riezky sebagai anggota DPR terpilih. “Peraturan KPU itu sudah sesuai dengan Undang-Undang Pemilu,” ujar anggota KPU, Pramono Ubaid. Lagi pula, kata Pramono, hasil rekapitulasi suara sudah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi dan hanya bisa diubah oleh lembaga tersebut.

Harun Masiku./www.pemilu.asia

Mendapat penolakan, PDIP mengajukan fatwa ke MA pada 13 September 2019 untuk memperjelas tafsir putusan gugatan uji materi sebelumnya. Tanggapan MA atas surat tersebut terbit 10 hari kemudian dan ditandatangani Ketua Kamar Tata Usaha Negara Supandi. “Fatwa itu memperjelas putusan sebelumnya,” ucap juru bicara MA, Andi Samsan Nganro.

Menurut Andi, KPU wajib menyimak pertimbangan hukum dalam putusan sebelumnya. “Kewenangannya ada pada partai politik, dan partai harus memberikan suara itu kepada calon anggota legislatif yang dinilai terbaik,” katanya. Andi enggan menanggapi tudingan yang menyatakan putusan itu lahir karena adanya hubungan kedekatan antara Harun dan petinggi hakim agung.

Fatwa itu tak ampuh. Upaya menggeser Riezky kembali kandas karena dalam rapat pleno yang membahas surat PDIP pada Senin, 6 Januari lalu, dua hari sebelum Wahyu dicokok KPK, KPU menolak permintaan PDIP.

Seorang pejabat di KPU yang mengetahui upaya panjang memasukkan Harun bercerita, penjegalan Riezky juga dilakukan menjelang pelantikan anggota DPR terpilih pada 1 Oktober 2019. Sebelum pelantikan, tim sukses Riezky mendatangi KPU dan menanyakan soal surat undangan pelantikan. Petugas KPU menyebutkan semua undangan dikirim melalui partai. Tapi Riezky tidak pernah menerimanya. Akhirnya KPU tetap mengikutkan Riezky dalam pelantikan dan memberikan penginapan di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, bersama calon legislator terpilih lain.

Riezky enggan menanggapi operasi penjegalan terhadap dirinya. Dia mengaku tak lagi memiliki masalah baik dengan pengurus DPP maupun Harun. “Kami di PDIP tegak lurus dengan arahan partai,” ujarnya.

RIKY FERDIANTO, PARLIZA HENDRAWAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus