Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon tidak memastikan partainya akan mengganti bakal calon anggota legislatif (caleg) bekas napi korupsi. Fadli mengatakan Gerindra berpegang pada putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum soal larangan bekas napi korupsi menjadi caleg.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan ikuti putusan dari MA. Nanti kita lihat saja (diganti atau tidak)," kata Fadli di kompleks DPR RI, Jakarta, Senin, 17 September 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
Masyarakat Sipil akan Kaji Putusan MA Soal Caleg Eks Napi Korupsi ...
Kabulkan Gugatan PKPU, MA: Eks Napi Korupsi Boleh Nyaleg
MA mengabulkan permohonan uji materi atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Yang dipersoalkan PKPU adalah pasal yang memuat larangan bagi eks terpidana koruptor untuk mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat Partai Gerindra memiliki enam bakal caleg bekas koruptor. Tiga di antaranya bakal caleg DPR RI, selebihnya DPRD kabupaten/kota.
Fadli Zon berdalih partainya tidak memiliki bakal caleg bekas napi korupsi di tingkat DPR RI. Menurut Wakil Ketua DPR ini, yang bisa disebut legislatif hanyalah Dewan di tingkat pusat. Sedangkan, kata dia, DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tak bisa disebut legislatif. "Lihat saja undang-undangnya, mereka bagian dari pemerintah daerah," ujar Fadli.
Kendati begitu, Fadli mengatakan partainya mendukung pemberantasan korupsi. Dia mengklaim Gerindra juga mendukung semangat mencegah bekas koruptor menjadi anggota Dewan. Hanya saja, kata dia, Gerindra berpegang pada undang-undang yang tidak melarang bekas napi korupsi menjadi caleg. "Kalau UU membolehkan, berarti kan kita tidak boleh menghilangkan hak orang untuk dipilih atau memilih," kata Fadli.
Sikap Gerindra ini berbeda dengan partai-partai koalisinya, yakni Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrat yang berjanji berpegang pada pakta integritas untuk tidak mencalonkan bekas napi korupsi.