Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Gonjang-ganjing 75 Pegawai KPK Dinyatakan Tak Lulus TWK Tiga Tahun Lalu, Termasuk Novel Baswedan

KPK terus mengalami pelemahan. Mulai Revisi UU KPK, munculnya TWK singkirkan pegawai KPK, hingga mau disatukan dengan Ombudsman

3 Juni 2024 | 13.35 WIB

Sketsa18 dari 57 pegawai KPK yang diberhentikan karena TWK, karya Andre Dedy Nainggolan. dok. Andre Dedy Nainggolan.
Perbesar
Sketsa18 dari 57 pegawai KPK yang diberhentikan karena TWK, karya Andre Dedy Nainggolan. dok. Andre Dedy Nainggolan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), yang merupakan syarat untuk beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai dengan Undang-Undang KPK yang baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa dari 75 pegawai yang tidak lulus, 51 di antaranya tidak dapat lagi bergabung dengan KPK dan akan dipecat. Hasil pemetaan oleh penguji menunjukkan bahwa mereka tidak bisa dibina lagi. "Warnanya sudah merah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan," kata Alex di Kantor Badan Kepegawaian Negara, Jakarta Timur, Selasa, 25 Mei 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nama-nama yang dinyatakan tidak lolos beberapa di antaranya adalah Sujanarko, Ambarita Damanik, Novel Baswedan, Yudi Purnomo Harahap, Harun Al Rasyid, dan masih banyak staf lainnya dengan total mencapai 75 orang.

Kilas Balik Pemecatan Via Wawasan Kebangsaan

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mencurigai bahwa aturan pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah hasil selundupan. Aturan tersebut diduga diselundupkan pada tahap akhir pembuatan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Aparatur Sipil Negara, yang ditandatangani oleh Firli Bahuri pada 27 Januari 2021.

“Tak pernah dibahas tes atau asesmen atau tes wawasan kebangsaan,” kata Novel Baswedan kepada Tempo di Jakarta, pada Rabu, 19 Mei 2021.

Draf awal peraturan ini dirumuskan oleh tim perumus yang melibatkan perwakilan dari Biro SDM dan Biro Hukum KPK pada Agustus 2020, dan pada saat itu tidak terdapat aturan mengenai TWK. Beberapa rapat dengan pimpinan dan kementerian terkait juga tidak membahas TWK.

Novel mengatakan aturan mengenai Tes Wawasan Kebangsaan baru muncul ketika rapat pimpinan di akhir Januari 2021. Draf yang mencantumkan aturan mengenai TWK inilah yang kemudian dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM untuk disahkan. “Ketika dibahas di hari terakhir, Sekjen, Karo SDM tak boleh ikut, Firli sendiri ke Kemenkumham,” ujar mantan perwira Polri ini.

Setelah disahkan, peraturan tersebut sempat disembunyikan dan baru pada awal Februari dilakukan sosialisasi mengenai Perkom dan TWK. Novel menyatakan bahwa dalam sosialisasi tersebut, konsekuensi dari hasil TWK tidak pernah dijelaskan.

Masalah ini semakin mencuat ketika diketahui bahwa 75 pegawai tidak lulus TWK. Melalui Surat Keputusan yang ditandatangani pada 7 Mei 2021, Firli meminta para pegawai tersebut dinonaktifkan dan menyerahkan tugas serta tanggung jawab kepada atasan langsung mereka.

KPK Terus Melemah

Hingga 2024, KPK terus mengalami pelemahan. Salah satunya ditandai dengan dileburnya KPK dengan Ombudsman. Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, menyatakan bahwa rencana penggabungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Ombudsman menunjukkan adanya skenario besar sejak revisi UU KPK untuk melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. 

“Dilakukan secara sistemik yang pada akhirnya, KPK akan betul-betul dimusnahkan dari sisi core business-nya yaitu penindakan,” katanya kepada Tempo, Rabu, 3 April 2024.

Praswad menambahkan bahwa situasi semakin mengkhawatirkan dengan pimpinan yang diduga bermasalah masih memimpin KPK. Bukannya menggalang dukungan publik untuk menolak penggabungan, pimpinan justru membuat kepercayaan publik terhadap KPK semakin merosot. “Pada kondisi inilah seakan adanya dugaan pendelegitimasian KPK secara nyata,” ujarnya.

Menurut Praswad, penting untuk mengambil langkah radikal seperti menghentikan pimpinan bermasalah, mengembalikan independensi KPK, dan memulihkan hak pegawai yang disingkirkan untuk mengembalikan legitimasi publik. “Pada saat inilah komitmen presiden menjadi utama sehingga penguatan KPK bukan sekadar menjadi ‘omon-omon’ belaka,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan adanya kemungkinan penggabungan lembaga itu dengan Ombudsman dan fokus pada pencegahan. 

“Sejauh ini pimpinan tak dapat informasi itu, tapi apakah ada kemungkinan? Ada. Kami belajar dari Korea Selatan yang sebelumnya dianggap terlalu punya kuasa, dianggap mengganggu sehingga digabungkan dengan Ombudsman,” kata Alexander di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 2 April 2024.

Namun, Alex menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah karena kebijakan itu harus berdasarkan keputusan pemerintah. Ia menambahkan bahwa ketika masyarakat mulai tidak peduli terhadap KPK, itu adalah hal yang keliru karena lembaga antikorupsi tersebut jadi tidak diawasi. "Saya benar-benar merasakan serangan dari berbagai pihak terhadap KPK," kata Alex.

MICHELLE GABRIELA  | M. ROSSENO AJI | BAGUS PRIBADI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus