Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Harga Naik di Jalur Susah

6 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERETA api itu babak-belur. Berbilang kaca jendelanya sudah hancur berantakan, kursi-kursinya telah doyong ke belakang, dan toiletnya tersumbat sejumlah koran bekas. Jangan tanya soal bau dari WC yang berwarna kemerahan ini, sementara lalat ramai beterbangan. Diparkir di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, Jumat sore pekan lalu, kereta tua itu sedang menunggu penumpang. Kereta ekonomi tujuan Solo, Jawa Tengah, yang wajahnya sudah tak keruan itu setiap waktu hilir-mudik membawa ribuan jiwa.

Wajah boleh kelihatan tak terurus. Tapi, bagi pemerintah, kereta api ekonomi ini tetaplah salah satu sumber penghasilan yang bisa ditingkatkan. Karena itulah pekan lalu?bersama sejumlah jenis kereta lainnya?harga tiketnya melambung 17 persen, yang akan diberlakukan 1 Februari nanti. Harga tiket kereta lainnya malah sudah melonjak lebih dulu sejak 1 Januari ini. Keputusan itu diketuk oleh Menteri Perhubungan pada Desember lalu.

Kenaikan itu, kata Kepala Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Indonesia, Patria Supriyanto, bertujuan justru untuk memoles fasilitas yang babak-belur tadi. "Banyak kaca kereta yang pecah, lampu mati, dan toilet yang tidak ada airnya," katanya. Perbaikan yang harus dilakukan secara rutin itu?aksi pelemparan batu ke kaca kereta terjadi setiap hari?tak bisa mengandalkan dana dari pemerintah. Apalagi, ujarnya, subsidi pemerintah kepada PT Kereta Api Indonesia dipangkas dari Rp 161 miliar menjadi hanya sekitar Rp 60 miliar. Padahal, di luar menambal sejumlah kerusakan yang ada, perusahaan kereta api masih harus membayar track access charges, semacam sewa penggunaan rel kereta, kepada pemerintah sebesar Rp 161 miliar per tahun. Walhasil, neraca keuangan perusahaan ini tekor Rp 101 miliar untuk menutup seluruh biaya itu. Itu sebabnya kereta untuk orang susah pun ikut naik.

Sebetulnya, manajemen PT Kereta Api Indonesia masih dapat mendongkrak penerimaannya agar orang miskin masih bisa naik kereta api. Hanya, sebagaimana sejumlah perusahaan negara lainnya, jasa angkutan ini rentan terhadap inefisiensi. Maraknya praktek percaloan dalam pembelian tiket cuma salah satu contohnya.

Indah Suksmaningsih, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, menyayangkan kenaikan itu. Menurut dia, kenaikan itu tak melihat kemampuan masyarakat. "Pemerintah asal menaikkan biaya tanpa melakukan financial check-up di masyarakat lebih dulu," katanya. Sekitar 15 lembaga swadaya masyarakat kini giat mensponsori perlawanan hukum (class action) atas melambungnya harga tiket itu, yang naik bersama harga bahan bakar minyak dan jenis transportasi lainnya. "Masyarakat sudah patah arang dengan kebijakan pemerintahan Megawati, yang justru meminggirkan akses wong cilik," ujar Binny Buchori, juru bicara kelompok ini, Jumat pekan lalu.

Wens Manggut, Boby Gunawan (Tempo News Room)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus