Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri lembaga advokasi hukum dan hak asasi manusia Lokataru, Haris Azhar, mengusulkan agar pemerintah membentuk tim ad hoc atau Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menangani persoalan yang terjadi pada Pemilu 2019. Menurutnya, Pemilu 2019 menyisakan sejumlah persoalan penting yang tak cukup hanya ditangani oleh Bawaslu atau KPU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Melihat banyak masalah yang muncul harus diback up oleh tim yang ajeg,” katanya saat dihubungi Tempo, Selaa, 23 April 2019.
Menurutnya, usulan tersebut sudah jauh-jauh hari ia usulkan sebelum pemungutan suara 17 April 2019. Sebelum pencoblosan, ia katakan, permasalahan seperti netralitas aparat negara pun belum terselesaikan.
“Hari ini permasalahan semakin rumit. Ada KPPS 90 orang yang meninggal, ada banyak surat suara tercoblos, C1 yang tertukar, sistem online yang ngedrop,” ujarnya.
Menurutnya, TPF bisa dibentuk dari sejumlah komisi yang relevan dengan permasalahan yang ada. Seperti Komnas HAM, KASN, hingga KPK. TPF ini pun diharapkan bisa membuktikan dan menunjukkan akar permasalahan kepada masyarakat. Agar, setelah Pemilu, pemimpin terpilih bisa mendapat legitimasi dari publik.
“Mereka nantinya bisa jelaskan apa fakta-fakta itu? Ini penting agar tidak terjadi kegaduhan di mana-mana,” ujarnya.
Sebelumnya, Bawaslu pun mengumumkan sejumlah laporan dugaan pelanggaran yang masuk ke sistem mereka saat pemungutan suara. Bawaslu mendapat 121.993 laporan dari seluruh pengawas Pemilu di seluruh Indonesia pada saat pemungutan suara, 17 April 2019.
Adapun, hingga saat ini, Bawaslu telah memproses 7.132 dugaan pelanggaran Pemilu 2019 yang terjadi sejak masa kampanye di seluruh Indonesia.