Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIMPANG-siur keberadaan dokumen otentik dalam berkas tuntutan pidana mantan presiden Soeharto akhirnya ditanggapi Jaksa Agung Hendarman Supandji, Jumat pekan lalu. Ia mengakui bahwa sebagian besar dokumen pendukung yang ada di tangan jaksa pengacara negara, yang kini tengah berjibaku mempersiapkan gugatan perdata atas Soeharto, memang sejak awal hanya salinan alias fotokopi.
Meski begitu, jaksa karier yang usianya menginjak kepala 6 ini buru-buru menjelaskan bahwa Kejaksaan Agung juga sempat menyita sejumlah dokumen asli selama proses penyidikan tujuh tahun lalu. ”Ada yang asli,” katanya menegaskan. Namun, ia tak memerinci berapa banyak dokumen otentik yang dapat dikumpulkan jaksa selama mengobok-obok kantor tujuh yayasan Soeharto di Gedung Granadi, Jakarta Selatan.
Lantaran minimnya alat bukti ini, mungkinkah gugatan perdata Kejaksaan Agung tidak kandas di tengah jalan? Lalu, apakah Jaksa Agung bakal mencabut Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara untuk kasus dugaan korupsi Soeharto? Pencabutan ini dinilai penting untuk mendongkrak kemungkinan dikabulkannya gugatan Kejaksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Juli mendatang, yang meminta ganti kerugian Rp 1,5 triliun dari Soeharto dan Yayasan Supersemar.
Akhir pekan lalu, seusai salat Jumat di masjid Kejaksaan Agung, dengan suaranya yang tenang dan air muka kalem, pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, ini melayani pertanyaan sejumlah wartawan, termasuk Wahyu Dhyatmika dari Tempo. Hendarman, antara lain, menjelaskan posisi Kejaksaan Agung dalam perkara Soeharto dan apa saja yang sedang dikerjakan lembaganya untuk mematangkan gugatan perdata atas Yayasan Supersemar. Berikut petikannya:
Sejauh mana persiapan gugatan perdata atas Soeharto dan Yayasan Supersemar?
Sekarang kami memasuki tahap pembuktian. Pembuktian itu adalah menyusun alat-alat bukti. Nah, alat bukti itu terdiri dari surat, saksi, petunjuk, keterangan. Ini semua baru disusun.
Bagaimana dengan dokumen alat bukti yang semuanya berupa fotokopi itu?
Yang kemarin disebut-sebut sebagai berkas fotokopi itu sebenarnya ada juga aslinya. Kalau (yang ada) hanya fotokopi, tentu harus diperkuat dengan saksi-saksi. Kalau dokumen fotokopi itu diperkuat keterangan saksi, itu namanya petunjuk. Inilah yang sekarang sedang kami kumpulkan, untuk dilimpahkan ke pengadilan sebelum 22 Juli (Peringatan Hari Adhyaksa).
Jadi, dokumen fotokopi itu bisa menjadi alat bukti di persidangan perdata?
Surat-surat aslinya ada, dan ada juga yang disimpan berupa fotokopi. Tetapi tidak berarti fotokopi itu bukan barang bukti. Fotokopi itu bisa diubah menjadi alat bukti. Dokumen fotokopi itu kan barang, dan itu bisa diubah menjadi alat bukti, karena yang dipergunakan untuk pembuktian memang alat bukti. Barang bukti baru bisa diubah menjadi alat bukti jika sudah didukung dengan keterangan saksi.
Apakah Kejaksaan Agung kesulitan mengumpulkan saksi yang mengetahui ihwal dokumen asli perkara ini?
Saksi-saksinya sekarang sedang dipanggil. Jadi, sekarang dalam proses memperkuat barang bukti fotokopi menjadi alat bukti itu tadi. Semua alat bukti dan saksi ini sudah dikumpulkan dan Kejaksaan Agung memiliki keya-kinan bahwa gugatan perdata ini bisa menang.
Benarkah Anda didesak agar mencabut surat ketetapan penghentian penuntutan perkara yang dikeluarkan Jaksa Agung terdahulu untuk memperkuat gugatan perdata saat ini?
Tidak ada itu. Perkara pidana dan perdata itu kan berbeda. Surat ketetapan penghentian penuntutan perkara itu sekarang sudah diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas gugatan praperadilan. Jadi, itu sudah kuat (penyelesaian) pidananya. Sekarang kita mengurus perdatanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo