Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Kota Depok relatif tinggi.
Perlu pendekatan khusus untuk menangani anak yang menjadi korban kekerasan.
Sebagian besar kasus kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan keluarga.
DEPOK — Kota Depok pada tahun lalu kembali menyandang predikat Kota Ramah Anak. Namun, pada saat yang bersamaan, angka kasus kekerasan terhadap anak di kota itu relatif masih tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Kepolisian Resor Kota Depok, sepanjang 2021 terjadi 134 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Sedangkan pada 2020 tercatat 125 kasus. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Depok memiliki data berbeda. Berdasarkan laporan yang masuk ke Dinas, pada 2021 tercatat 104 kasus dan pada 2020 sebanyak 121 kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Dinas P3AP2KB Kota Depok, Nessi Annisa Handari, menjelaskan bahwa kasus yang tercatat di instansinya melingkupi kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan penelantaran anak. “Diperlukan kerja sama berbagai pihak agar kasus-kasus kekerasan pada anak ini dapat terselesaikan dan anak bisa nyaman dan aman,” kata Nessi, kemarin.
Dinas P3AP2KB, kata Nessi, telah membentuk satuan tugas yang khusus menangani kasus kekerasan terhadap anak. Satuan tugas ini berada di setiap kelurahan. Mereka secara aktif memantau peristiwa yang terjadi di lingkungan untuk kemudian dilaporkan ke Dinas. “Kami akan langsung melakukan pendampingan dengan menemui keluarga korban,” kata Nessi. “Kami juga akan membantu proses trauma psikologis maupun fisik korban.”
Selain satuan tugas itu, penanganan untuk anak yang menjadi korban juga dibantu oleh kader-kader di tingkat RW. Mereka berada di bawah koordinasi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Warga beraktivitas di Alun-Alun Kota Depok, Jawa Barat, 26 Desember 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Menurut Nessi, untuk menjalani tugas dengan baik, kader-kader ini perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam menangani korban. Karena itu, UPTD PPA pada akhir Januari lalu bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) menggelar pelatihan. “Harapannya, kader-kader ini bisa lebih cermat terhadap bentuk-bentuk kekerasan yang kerap dialami anak,” ujarnya.
Utus Sufiyani, kader UPTD PPA, mengatakan banyak pengetahuan baru yang ia peroleh dari pelatihan tersebut. “Kami dilatih mengenai bidang hukumnya dan psikologi,” kata Utus. “Jadi, minimal kami tahu bagaimana menangani anak yang menjadi korban kekerasan.”
Sebagai orang lapangan, kata Utus, pengetahuan tentang hukum dan psikologi ini sangat penting. Sebab, situasi di lapangan sangat dinamis. “Kami harus paham, mana yang bisa ditempuh lewat jalur hukum dan mana yang dapat diselesaikan secara psikologis,” kata Utus.
Ketua Pengabdian Masyarakat FHUI Wirdyaningsih mengatakan, secara umum, di Indonesia, angka kasus kekerasan terhadap anak masih tinggi. Masalah ini perlu mendapat perhatian karena penanganan terhadap korban tidak bisa dilakukan dengan cara-cara biasa. "Tujuan pelatihan ini adalah kader memiliki perspektif hukum dan psikologi saat mendampingi anak sebagai korban,” kata dia.
Kasus-kasus pada anak, kata Wirdyaningsih, tidak mudah ditangani. Apalagi sebagian besar kasus terjadi di rumah dan pelakunya adalah orang-orang dekat korban. Akibatnya, kasus tidak muncul ke permukaan, sehingga korban harus mengalami penderitaan panjang. “Perlu pendekatan agar anak mau bercerita tentang kejadian yang menimpanya,” kata dia. “Di sinilah kader memerlukan keterampilan khusus.”
Wirdyaningsih berharap, setelah pelatihan, kader bisa lebih baik lagi dalam menangani anak yang menjadi korban kekerasan. Dengan penanganan yang benar itu, dia juga berharap, dalam jangka panjang, jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Kota Depok dapat ditekan.
SUSENO | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA (DEPOK)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo