Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Firmanto Laksana, menilai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) berpotensi menimbulkan konflik terkait tanah ulayat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Potensi konflik itu bisa disebabkan tumpang tindih penguasaan tanah, kurangnya pengakuan hak adat, ketidaksesuaian kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, proses pengadaan tanah yang tidak transparan, serta ganti rugi yang tidak layak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Firmantp menjelaskan tanah ulayat adalah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Untuk menyelesaikan konflik tanah ulayat di IKN, ia memberikan empat gagasan.
Pertama, melalui pendekatan pentahelix dengan melibatkan pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan media. “Pendekatan itu menjadi landasan utama dalam menciptakan solusi yang komprehensif,” kata Firmanto dalam orasi ilmiahnya berjudul "Optimalisasi Pencegahan Konflik Tanah Ulayat di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Dalam Perspektif Hukum" saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan Fakultas Hukum Unissula Semarang.
Kedua, penataan regulasi dan perlindungan tanah ulayat. Ia meminta pemerintah memperkuat regulasi yang mengakui dan melindungi hak-hak tanah ulayat. Caranya dengan membuat peraturan khusus yang hanya dibuat untuk wilayah IKN lewat Keputusan Presiden dan dilaksanakan dengan peraturan Otorita IKN.
Ketiga, pembentukan tim terpadu yang melibatkan berbagai pihak seperti Otorita IKN, Forkopimda, akademisi, tokoh masyarakat, dan media juga perlu dilakukan untuk mengintegrasikan berbagai perspektif dan keahlian dalam menyelesaikan sengketa tanah ulayat secara efektif.
Perlindungan lingkungan hidup, penegakan hukum yang tegas, serta penataan kembali regulasi agraria, lanjut dia, menjadi langkah krusial untuk memastikan pembangunan IKN berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Keempat, penataan daerah penyangga. Penataan dan pengembangan daerah penyangga sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RT/RW) IKN juga menjadi langkah strategis. Ia mengatakan daerah penyangga IKN tersebut perlu dirancang untuk menampung pertumbuhan populasi, serta aktivitas ekonomi tanpa mengganggu keseimbangan ekologi dan hak-hak adat.
"Dengan implementasi langkah-langkah ini, diharapkan konflik tanah ulayat di IKN dapat diminimalisir atau diselesaikan secara adil dan transparan sehingga menciptakan lingkungan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat," kata Firman.
Sementara itu, Rektor Unissula Gunarto menyampaikan gagasan baru yang disampaikan Firmanto Laksana itu bisa menjadi solusi, sekaligus sebuah langkah preventif untuk mencegah terjadinya konflik tanah ulayat di IKN.
Gunarto meminta gelar guru besar menjadi motivasi baru bagi Firmanto dalam berkarya dan berbuat kebajikan.
"Sebagai pemimpin di Peradi dalam kapasitasnya sebagai ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat sertifikasi dan kerjasama universitas, Prof Firmanto memiliki peran strategis dalam mendidik, mempersiapkan calon calon advokat agar memiliki profesionalitas dan integritas tinggi," katanya.
"Sehingga para advokat yang berada di bawah Perhimpunan Advokat Indonesia bisa menjadi bagian dari solusi penegakan hukum di Indonesia agar lebih berkeadilan," ucap Gunarto.