Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Impor kereta baru bakal mengerek biaya operasi KRL Jabodetabek.
Harga KRL impor baru bisa mencapai sepuluh kali kereta bekas.
Kenaikan biaya operasi berpotensi dibebankan kepada konsumen.
JAKARTA — Rencana pemerintah mengimpor kereta rel listrik baru sebanyak tiga rangkaian dinilai akan menambah beban operasional PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Musababnya, pembelian kereta baru akan memberi biaya penyusutan yang lebih tinggi bagi operator KRL Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (KRL Jabodetabek) itu.
"Kalau biaya penyusutan besar, dampaknya bisa ke kenaikan tarif atau dana PSO (public service obligation)," ujar Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, kepada Tempo, kemarin.
Aditya memperkirakan harga kereta impor baru bisa sepuluh kali lebih mahal dibanding harga KRL bekas. Menurut dia, harga kereta bekas berkisar Rp 1,6 miliar per kereta. Sedangkan harga kereta baru mencapai Rp 20 miliar per kereta. Nantinya, nilai tersebut dikalikan jumlah kereta dalam satu rangkaian yang akan dipesan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, Aditya menimpali, pembelian KRL baru memiliki nilai tambah berupa kualitas yang lebih bagus dan masa manfaat lebih panjang. Begitu pula dengan biaya perawatan yang diproyeksikan lebih murah karena barangnya masih baru. "Tapi, konsekuensinya, harga beli yang tinggi akan mempengaruhi biaya operasi KCI," tuturnya.
Karena itu, Aditya menilai, pembelian kereta impor baru akan menambah biaya operasi KCI dalam jumlah signifikan, kendati hanya tiga rangkaian. Jika satu rangkaian diasumsikan memiliki 12 kereta, total ada 36 kereta yang akan didatangkan dari luar negeri. Sebagai informasi, KCI juga sudah berkontrak dengan PT Industri Kereta Api (Persero) alias Inka untuk membeli 16 KRL baru dengan nilai total hampir Rp 4 triliun.
Tambahan biaya operasi tersebut, ucap Aditya, berpotensi dibebankan langsung kepada masyarakat berupa kenaikan tarif KRL atau ditanggung pemerintah dengan menambah dana PSO. "Kalau dikenakan ke tarif, hal itu akan menambah beban masyarakat," ujar dia.
Kekhawatiran serupa disampaikan Direktur Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang. Ia mempertanyakan kemampuan keuangan PT KCI apabila diberi tugas mengimpor kereta baru. Musababnya, perseroan baru saja menganggarkan Rp 4 triliun untuk pembelian kereta baru dari Inka. "Apakah KCI punya uang?" kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila KCI kembali menambah pembelian kereta baru, ia khawatir imbasnya adalah tarif KRL bakal naik. "Kecuali pemerintah mau memberi penyertaan modal negara tambahan ke PT KAI (sebagai induk PT KCI). Itu pun prosesnya pasti lama karena harus ada persetujuan DPR," ujar dia.
Penumpang menaiki kereta rel listrik (KRL) Commuter Line di Stasiun Manggarai, Jakarta, 19 Mei 2022. TEMPO/Muhammad Hidayat
Rencana impor KRL baru disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kemarin. Gagasan tersebut mengemuka setelah pemerintah menolak usulan impor darurat kereta bekas dari Jepang lantaran melanggar berbagai peraturan. Luhut mengatakan kereta impor baru akan menambah jumlah armada KRL, di samping rencana KCI meremajakan atau meretrofit kereta uzur dan pembelian kereta baru buatan Inka.
Sebagai catatan, KCI berencana mengkonservasi atau mempensiunkan 10 rangkaian KRL pada 2023 lantaran sudah berusia di atas 45 tahun. Rencana konservasi tersebut juga akan dilanjutkan pada tahun depan sebanyak 19 rangkaian. Di tengah rencana pemensiunan KRL tersebut, muncul berbagai opsi pengadaan armada pengganti, dari impor bekas, retrofit, hingga pembelian baru.
Perbandingan Harga KRL Baru dan Biaya Retrofit
Perkara biaya menjadi salah satu sorotan dari para pemangku kepentingan KRL Jabodetabek. Dalam diskusi publik yang digelar pada 13 April lalu, peneliti dari Pusat Kajian Perubahan Iklim dan Pembiayaan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Agunan Samosir, mengatakan opsi impor kereta bekas lebih realistis dari segi harga dibanding retrofit. Asumsinya, biaya impor KRL bekas hanya Rp 1,6 miliar per kereta dan retrofit Rp 8-11 miliar per kereta.
Biaya yang cukup tinggi tersebut diperkirakan berdampak pada dana PSO yang harus diberikan pemerintah. Berbeda dengan opsi impor bekas yang akan membuat besaran PSO tetap stabil, kendati tarif bisa naik tipis Rp 1.000-2.000 dari tarif saat ini.
Agunan yakin retrofit yang biayanya lebih tinggi dari pembelian kereta bekas akan membuat biaya operasional naik signifikan. "Nanti Direktur (PT KCI) pasti bilang beban sudah tinggi, yang ujungnya tarif akan dinaikkan. Ini akan menyulitkan masyarakat."
Baca juga: Lonjakan Subsidi Setelah Kereta Bekas Ditolak
Di sisi lain, selama ini dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada KRL Jabodetabek sudah tinggi lantaran pemerintah memiliki target mendorong pengguna angkutan pribadi beralih ke angkutan umum. Dalam diskusi yang sama, Direktur Utama PT KCI Suryawan Putra Hia—kini telah diganti—mengakui keterbatasan kemampuan finansial menjadi pertimbangan perseroan dalam pengadaan sarana kereta.
Suryawan mengatakan perseroan selalu ingin mencari solusi terbaik dengan mengedepankan pelayanan. Namun, jika pemerintah memberi penugasan, misalnya berupa pemenuhan tingkat komponen dalam negeri dalam pengadaan kereta, perlu ada perlakuan khusus. "Artinya, karena keterbatasan KCI, (pengadaan) harus diambil alih pemerintah, apakah lewat subsidi PSO atau PMN," kata Suryawan.
Direktur Utama PT KAI Commuter Indonesia Suryawan Putra Hia mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 27 Maret 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Namun penambahan subsidi PSO sejatinya tidak sejalan dengan langkah pemerintah. Pada 2023, pemerintah mengurangi anggaran PSO kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero), dari Rp 2,8 triliun pada 2022 menjadi Rp 2,54 triliun. Dari angka tersebut, alokasi PSO untuk KRL Jabodetabek tahun ini sebesar Rp 1,6 triliun, turun dibanding pada 2022 yang sebesar Rp 1,8 triliun.
Tahun lalu, pemerintah sempat melempar usulan kenaikan tarif awal perjalanan KRL, dari Rp 3.000 menjadi Rp 5.000 per 25 kilometer. Adapun tarif 10 kilometer berikutnya tetap Rp 1.000. Namun, pada akhir tahun lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan tidak akan ada kenaikan tarif KRL hingga 2023. Pemerintah lantas merencanakan kebijakan baru berupa pengenaan tarif yang berbeda untuk berbagai golongan masyarakat. Sebagai catatan, bila tanpa subsidi, tarif KRL diperkirakan mencapai Rp 10-15 ribu.
Ihwal rencana pembelian KRL impor baru, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Kementerian Perhubungan, Djarot Tri Wardhono, mengatakan kebijakan tersebut diputuskan oleh Menteri Luhut. Sementara itu, penganggaran akan dilakukan PT KCI. "Armada KRL sudah masuk dalam rencana keuangan KCI," ujar Djarot saat menjawab pertanyaan mengenai dampak impor kereta baru kepada keuangan KCI dan PSO KRL.
CAESAR AKBAR | KHORY ALFARIZI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo