Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Minim Pasokan Litium untuk Kendaraan Listrik

Indonesia mencari sumber litium untuk industri baterai kendaraan listrik. Perlu pengkajian sumber litium di dalam negeri.

2 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pasokan litium di dalam negeri terbatas.

  • Indonesia masih menjajaki sumber impor litium di negara lain.

  • Selain pasokan, fluktuasi harga litium perlu diantisipasi.

JAKARTA - Meski memiliki kandungan nikel melimpah untuk bahan baku baterai kendaraan listrik, Indonesia masih harus mencari bahan pelengkapnya: litium hidroksida. Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, Agus Tjahjana, menyatakan pasokan mineral tersebut belum tersedia di dalam negeri sehingga butuh strategi untuk memastikan kelangsungan pasokannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agus menuturkan terdapat beberapa potensi litium di dalam negeri, tapi masih butuh penelitian ihwal kapasitasnya. "Kalaupun ada, mungkin tidak banyak," tuturnya, kemarin. Kementerian ESDM pernah menganalisis potensi kandungan litium pada kawasan penampungan lumpur Lapindo di Sidoarjo. Namun sumber dayanya masih di bawah 1.000 ton. Sementara itu, untuk memenuhi target produksi baterai di dalam negeri yang dimulai pada 2024, kebutuhannya mencapai 70 ribu ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Opsi realistis adalah menggandeng pemasok litium. Agus menuturkan terdapat banyak pedagang mineral tersebut di pasar global yang bisa diandalkan. Namun, untuk jangka panjang, dia menilai strategi akuisisi perusahaan produsen litium lebih tepat. Tak harus memiliki saham 100 persen, Agus mengatakan 10-20 persen pun cukup. Praktik demikian lumrah di dunia bisnis. "Coba lihat perusahaan Jepang. Mereka ada saham di Vale Indonesia sebesar 20 persen atau di perusahaan lain 10 persen. Tidak mayoritas, tapi mereka yakin dengan itu. Ada pasokan yang bisa dibawa ke Jepang," tutur Agus. 

Salah satu mitra potensial tersebut berada di Australia. Kamar Dagang Indonesia dan Pemerintah Australia telah meneken memorandum of understanding untuk memastikan pasokan litium dan nikel di masing-masing negara terpenuhi. Menurut Agus, ada juga potensi pasokan dari Kanada serta beberapa wilayah di Afrika yang bisa dijajaki.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, menyebut Australia sebagai mitra yang hampir ideal. Negara tersebut merupakan salah satu produsen besar litium dan dekat dengan Indonesia. Namun sebagian besar pasokannya, menurut dia, sudah dikuasai investor asal Cina. "Perusahaan litium di sana banyak dimiliki oleh perusahaan asal Cina," katanya. Dia memperkirakan tak akan mudah memenuhi pasokan litium dari negara tersebut. Namun, sama seperti Agus, dia menyebutkan ada potensi pasar lain, khususnya di Afrika.

Mekanik memeriksa baterai dan instalasi listrik di bagasi sepeda motor yang sudah dikonversi dari mesin bensin ke motor listrik di Bandung, Jawa Barat, 3 Juli 2023. TEMPO/Prima mulia

Cari Sumber di Dalam Negeri

Direktur Utama Indonesia Battery Corporation, Toto Nugroho, mengatakan perusahaan mengamankan pasokan untuk produksi baterai kendaraan listrik di dalam negeri lewat impor. Perusahaan mengandalkan mitranya, Contemporary Amperex Technology Co (CATL). "Mereka sudah berpengalaman memasok litium untuk kebutuhan baterai," katanya. 

Namun, selain impor melalui mitra, Toto menuturkan perusahaan berupaya mencari sumber litium di dalam negeri. Salah satunya dengan mengkaji potensi litium di panas bumi. Dalam proses pembangkitan listrik di panas bumi, terdapat air yang keluar dari sumur produksi dan tidak terpakai sehingga langsung dikembalikan ke perut bumi. Cairan yang dikenal dengan brine tersebut kaya akan mineral, salah satunya litium. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, menilai pemerintah perlu turun tangan untuk mengkaji potensi litium dalam geothermal brine tersebut. Dia menyarankan ada penanaman modal negara kepada PT Pertamina (Persero) untuk meneliti pasokan, termasuk nilai keekonomiannya untuk menjadi bahan baku baterai. "Teknologinya sudah ada, namanya direct lithium extraction. Tinggal kerja samanya," ucapnya. 

Kalaupun harus impor, dia menyatakan perlu ada diversifikasi sumber pasokan. Pemerintah perlu turun tangan membuka kerja sama bilateral untuk memastikan pasokan mineral berharga tersebut. Cadangan nikel di dalam negeri bisa jadi daya tawar yang kuat. 

Kepala Pusat Kajian Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance, Abra Talattov, mengatakan pemerintah juga harus mengantisipasi harga litium. Ketika terjadi gejolak politik, misalnya, harga mineral tersebut bisa melonjak. Indonesia yang bergantung pada produk impor bakal terbebani kenaikan harga tersebut.

Dampaknya, ada potensi pembekakan biaya produksi baterai yang berujung pada tingginya harga kendaraan listrik. Tujuan pemerintah untuk meningkatkan penetrasi kendaraan tersebut pada akhirnya sulit tercapai. "Lindung nilai atau hedging bisa jadi solusi," kata Abra. Selain itu, dia menyarankan kontrak kerja sama pengadaan litium perlu dibuat dalam jangka panjang. 

VINDRY FLORENTIN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus