Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tinggi penetrasi akses Internet, e-commerce, dan kecerdasan buatan mengundang banyak pemain bisnis pusat data.
Sampai 2030, Telkom menargetkan pengembangan pusat data sebesar 400 MW.
Pekerjaan rumahnya adalah ketersediaan energi bersih dan sumber daya manusia.
INDUSTRI pusat data semakin ramai. Berbagai fasilitas baru hadir pada tahun ini, menambah kapasitas tempat penyimpanan data di dalam negeri. Pada kuartal pertama 2024, tambahan kapasitas datang dari anak usaha PT Indointernet Tbk, EDGE DC. Perusahaan itu tengah menyelesaikan pembangunan EDGE2, pusat data kedua mereka, dan berencana mengoperasikannya dalam waktu dekat. Fasilitas yang berada di Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut memiliki total kapasitas 23 megawatt dan bisa menampung 3.304 kabinet.
Sekretaris Perusahaan Indointernet Donauly Situmorang menuturkan perusahaan telah mengantongi kontrak penyimpanan data di EDGE2 dengan beberapa pelanggan. "Kami juga sedang berbicara dengan beberapa calon pelanggan potensial," katanya kepada Tempo, Jumat, 29 Desember 2023.
EDGE2 ini akan melengkapi EDGE1 yang terpisah jarak kurang dari 3 kilometer. Pelanggan bisa memanfaatkan kepadatan jaringan lebih dari 35 operator dan Internet exchange yang telah ada di EDGE1.
Donauly menuturkan ekspansi pusat data di jantung kota Jakarta ini dilakukan untuk memanfaatkan momentum pertumbuhan pusat data. Prospek bisnis ini hingga lima tahun ke depan dinilai cukup cemerlang. Dia merujuk pada kajian Structure Research yang memproyeksikan pasar pusat data di Indonesia memiliki compounded annual growth rate sebesar 22,7 persen; tertinggi di Asia Tenggara. Faktor lainnya adalah perkiraan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen pada 2024.
PT Astra International Tbk juga tak ingin ketinggalan peluang tersebut. Melihat tren adopsi digital di dalam negeri, perusahaan terjun ke industri pusat data dengan menggandeng Equinix, perusahaan infrastruktur digital asal Amerika Serikat, pada tahun lalu. Keduanya membentuk perusahaan patungan dengan kepemilikan modal Astra 25 persen dan Equinix 75 persen.
Perusahaan patungan ini memilih kawasan di pusat Jakarta untuk mendirikan pusat data berskala besar bernama JK1. Juru bicara Astra International Boy Kelana Soebroto mengatakan fasilitas tersebut memiliki ruang colocation seluas lebih dari 5.300 meter persegi, lebih dari 1.600 kabinet, dan berkapasitas 6,5 MW. "Gedung IBX JK1 yang terdiri atas delapan lantai ini akan beroperasi pada semester II 2024," tuturnya.
Dengan kehadiran JK1, Boy berharap Astra bisa mempercepat transformasi digitalnya sekaligus menangkap peluang pertumbuhan pasar pusat data. "Indonesia merupakan pasar colocation terbesar kedua di antara negara-negara ASEAN. Tapi pembangunan infrastruktur yang belum merata menjadi tantangan terbesar karena Indonesia merupakan pasar negara berkembang."
Pemain lain yang turut meramaikan industri pusat data tahun ini adalah Princeton Digital Group. Perusahaan tersebut baru saja meluncurkan pusat data hyperscale JC2 berkapasitas 22 MW, di Cibitung, Kabupaten Bekasi, akhir tahun lalu. Selain itu, satu pusat data berskala besar lainnya tengah dibangun di Batam dengan kapasitas 96 MW. Fasilitas yang akan beroperasi pada 2025 ini bakal terhubung dengan infrastruktur digital perusahaan di Singapura.
Managing Director Princeton Digital Group Indonesia Frederic Daniel van Husen menuturkan masih banyak rencana ekspansi lainnya ke depan. Salah satunya, target menambah kapasitas di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dalam waktu dekat. "Kami punya visi jangka panjang untuk mengembangkan infrastruktur di Indonesia."
Pemicunya adalah pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang pesat, didukung pertumbuhan layanan awan, konten digital, niaga elektronik, serta teknologi finansial. Kondisi ini akan mendorong pertumbuhan pusat data hyperscale hingga 20-25 persen per tahun dalam lima tahun ke depan.
Tantangan Penggunaan Energi Hijau
Pekerja melakukan pengecekan jaringan di Kampus Pusat Data H2, Karawang, Jawa Barat, 23 Juni 2023. Antara/Muhammad Adimaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Frederic menyatakan ketersediaan energi hijau sangat krusial untuk mendukung pertumbuhan tersebut. Operator pusat data perlu memastikan kegiatan mereka yang memakan banyak energi bisa berkelanjutan. Princeton memiliki target mencapai netral karbon pada 2030. Di Indonesia, perusahaan tersebut menggandeng Cikarang Listrikindo untuk memanfaatkan energi dari biomassa serta mengandalkan Renewable Energy Certificates atau REC untuk mencapai target tersebut.
PT Telkom Indonesia Tbk juga sudah menyiapkan rencana bisnis jangka panjang di industri pusat data. Hingga 2030, perusahaan pelat merah ini menargetkan pengembangan pusat data sebesar 400 MW. Menurut juru bicara Telkom Indonesia Ahmad Reza, aksi ini merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam mengembangkan bisnis ke depan.
Telkom telah membentuk NeutraDC untuk mengurus bisnis pusat data dengan kategori hyperscale, enterprise, dan micro-edge. Untuk kategori hyperscale, perusahaan sedang mengelola fasilitas di Cikarang dan Batam. Pusat data enterprise berada di Sentul, Serpong, dan Surabaya. Sementara itu, pusat data micro-edge berada di 23 lokasi yang tersebar di 17 kota di Indonesia.
Menurut Reza, NeutraDC juga akan mengelola pusat data milik PT Telekomunikasi Indonesia Internasional atau Telin. Anak usaha Telkom ini punya pusat data di luar negeri, yaitu di Singapura, Hong Kong, dan Timor Leste.
Untuk mewujudkan target bisnis pusat data, Reza menuturkan perusahaan bakal mengembangkan bisnis secara organik dan anorganik. "Untuk penyiapan modal, Telkom akan menggunakan permodalan internal dan melalui kemitraan strategis," katanya.
Dalam forum paparan publik kuartal III 2023 pada November tahun lalu, Direktur Strategic Portofolio Telkom Budi Setyawan Wijaya menyatakan mitra untuk mengembangkan bisnis pusat data harus memenuhi setidaknya tiga kriteria. Di antaranya, mitra ini harus bisa melengkapi kompetensi Telkom. "Mitra juga harus dapat membawa pelanggan serta membawa modal," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jumlah Penyedia Tumbuh Berlipat
Ketua Umum Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) Hendra Suryakusuma mencatat pusat data di dalam negeri tumbuh pesat. Di awal organisasinya berdiri pada 2016, anggotanya hanya enam perusahaan dengan total kapasitas sebesar 32 MW. Tahun lalu, IDPRO sudah beranggotakan 14 perusahaan dengan total kapasitas 250 MW.
Menurut Hendra, banyak pelaku usaha yang percaya tren transformasi digital semakin masif, terlebih setelah mengetahui data penetrasi Internet di dalam negeri sudah mencapai 78 persen. Itu sebabnya, industri pusat data bakal bergeliat pada tahun ini. "Tahun ini ada potensi tambahan kapasitas minimal 100 MW lagi," katanya.
Dengan tambahan tersebut, Hendra menyebutkan kesempatan para pemain untuk melakukan ekspansi ataupun menyambut pemain baru masih terbuka lebar. Dia menilai kapasitas Indonesia masih terlalu rendah dibanding besarnya pasar. Sebagai pembanding, Singapura memiliki pusat data hingga 1 GW.
Menurut Ketua Dewan Pengawas IDPRO Teddy Sukardi, proyeksi pertumbuhan bisnis pusat data, antara lain, datang dari perkembangan kecerdasan artifisial serta industri e-commerce. Pertumbuhan keduanya akan menambah kebutuhan pusat data. Faktor lainnya, layanan multimedia yang semakin banyak dilirik masyarakat. "Banyak yang nonton YouTube, Netflix, mendengar lagu, itu semua mempengaruhi kebutuhan terhadap pusat data," katanya.
Namun, di balik peluang ini, para pelaku usaha menghadapi tantangan dari sisi energi. Para pelaku usaha membutuhkan lebih banyak pasokan energi bersih untuk beroperasi. Saat ini mulai banyak pelanggan yang mengurangi jejak karbon mereka sehingga pemilik pusat data harus bisa menawarkan layanan dengan energi ramah lingkungan.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan tantangan lain untuk industri pusat data adalah ketersediaan sumber daya manusia. Dia menilai perlu ada sinergi antara pelaku usaha dan pemerintah untuk mencetak tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan. "Jangan sampai ini menjadi alasan kita untuk memakai tenaga kerja asing saja," katanya. Dia yakin banyak talenta di dalam negeri yang siap diasah untuk menjadi ahli di industri ini.
VINDRY FLORENTIN | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo