Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ini Manuver Terbaru Anies Baswedan Soal Pajak Pulau Reklamasi

Hasil kajian Biro Hukum soal NJOP lahan reklamasi seperti yang diminta Anies Baswedan telah diserahkan kepada Badan Pajak dua pekan lalu.

6 Maret 2018 | 11.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terus kritis terhadap lahan reklamasi di Teluk Jakarta. Dia meminta nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan Pulau C dan D tersebut dipisahkan dari NJOP Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan DKI 2018.

Perintah Anies Baswedan itulah yang membuat Pemerintah DKI Jakarta tak kunjung menetapkan NJOP Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan yang biasanya ditetapkan pada awal tahun. “Terganjal di sana (pemisahan NJOP Pulau C dan D),” kata Kepala Bagian Perundang-undangan Biro Hukum DKI Jakarta Wahyono di kantornya pada Senin, 5 Maret 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semula Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta mengusulkan NJOP pulau buatan itu masuk dalam NJOP Bumi dan Bangunan 2018 dengan nilai Rp 12 juta per meter persegi. Belum diketahui alasan Anies Baswedan memisahkan NJOP Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta. Belum jelas pula apa rencana baru Anies terhadap lahan reklamasi, program yang selalu ditolak sejak kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.

Gubernur Anies Baswedan belum memberikan pernyataan ihwal tak kunjung disahkannya NJOP 2018 dan pemisahan NJOP Pulau C dan D. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BacaSoal Reklamasi, Anies Baswedan: Saya Tidak Menyalak, tapi Bernyali 

Menurut Wahyono, setelah melalui kajian di Biro Hukum -- sesuai permintaan Gubernur Anies -- akhirnya besaran NJOP Pulau C dan D dikosongkan dalam lampiran draf peraturan gubernur tentang NJOP Bumi dan Bangunan 2018.  “Akan dibuat terpisah.”

Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Santoso mendesak Pemerintah DKI segera menetapkan NJOP pedesaan dan perkotaan tahun ini. Tak kunjung disahkannya besaran NJOP menghambat proses pembayaran BPHTB di Ibu Kota sebab nilai BPHTB antara lain ditentukan dari NJOP.

Menurut Santoso, wajib pajak akan kerepotan jika membayar BPHTB dengan mengacu pada NJOP tahun lalu kemudian membayar kekurangannya setelah terbit NJOP tahun ini. “Jangan mempersulit orang yang mau bayar pajak,” ujar politikus Partai Demokrat itu.

SimakKonsumen Lahan Reklamasi Cabut Gugatan, Anies Baswedan Aman

Santoso juga meminta Badan Pajak lebih cermat dalam membuat zonasi sebagai dasar penetapan NJOP. Tujuannya agar tidak membebankan wajib pajak. Dia mengusulkan, masyarakat tidak mampu jangan sampai dikenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tinggi karena rumahnya terletak di perbatasan dengan zona komersil. Besaran PBB juga ditentukan dari NJOP.

Wahyono menerangkan, tak masuknya NJOP Pulau C dan D dalam rancangan NJOP Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan 2018 tak akan menimbulkan masalah. Dia menerangkan, pengembang Pulau D, PT Kapuk Naga Indah, baru mengantongi sertifikat hak guna bangunan (HGB) pulau tersebut. HGB di atas hak pengelolaan (HPL) itu terbit pada 24 Agustus 2017 setelah anak usaha Agung Sedayu Group itu membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) Rp 483,5 miliar kepada Badan Pajak.

Dia juga menuturkan, hasil kajian dari Biro Hukum soal NJOP lahan reklamasi seperti yang diminta Anies Baswedan telah diserahkan kepada Badan Pajak satu atau dua pekan lalu. Sedangkan Kepala Humas Badan Pajak dan Retribusi Daerah Jakarta, Hayatina, mengatakan besaran NJOP masih dikaji namun dia optimistis dalam waktu dekat aturan NJOP Pedesaan dan Perkotaan 2018 segera terbit. “Insya Allah dalam minggu-minggu ini keluar,” Hayatina.

KORAN TEMPO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus