Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Putusan MK yang menolak ataupun mengabulkan gugatan para pemohon tetap akan menguntungkan Gibran.
MK akan merujuk pada putusan terdahulu jika mengabulkan permohonan pemohon.
Penurunan batas usia capres dan cawapres semestinya dilakukan lewat revisi Undang-Undang Pemilu.
JAKARTA – Sejumlah pakar hukum tata negara memprediksi berbagai skenario ihwal putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu. Tapi mereka yakin apa pun putusan Mahkamah Konstitusi atas pasal tentang batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden itu akan tetap menguntungkan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, berpendapat putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak ataupun mengabulkan seluruh atau sebagian gugatan para pemohon tetap akan menguntungkan Gibran. Misalnya, kata dia, MK menolak penurunan batas minimum usia calon presiden dan calon wakil presiden, tapi menambahkan frasa pada Pasal 169 huruf q itu dengan “berpengalaman sebagai kepala daerah” atau “berpengalaman sebagai penyelenggara negara”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hal seperti ini pernah diputus Mahkamah Konstitusi dalam uji materi UU KPK,” kata Herdiansyah, Ahad, 15 Oktober 2023.
Penjelasan Herdiansyah itu merujuk pada uji materi Pasal 29 huruf e UU KPK yang diajukan oleh Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK, tahun lalu. Pasal ini mengatur batas usia calon pemimpin KPK paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Ghufron meminta agar batas minimum usia ini diturunkan atau ditambahkan frasa “berpengalaman sebagai pimpinan KPK” agar dia tetap bisa memenuhi syarat sebagai calon pemimpin KPK pada periode berikutnya.
MK lantas mengabulkan permohonan Ghufron. Pertimbangan hakim konstitusi, kebijakan hukum terbuka dapat dikesampingkan jika bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan menimbulkan ketidakadilan yang intolerable, atau merupakan penyalahgunaan pembentuk undang-undang.
Sidang pembacaan ketetapan soal uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Penjelasan Herdiansyah itu juga sejalan dengan pendapat Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada. Zainal berpendapat perdebatan hakim konstitusi dalam menilai permohonan para pemohon akan berkutat pada dua hal, yaitu teori konstitusi dan pencarian pembenaran dari putusan terdahulu.
Menurut Zainal, jika perdebatan hakim terletak pada teori konstitusi, mereka akan menolak gugatan pemohon. Sebab, ketentuan usia calon presiden dan wakil presiden merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. Namun, kata Zainal, jika MK memaksakan untuk mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya atau sebagian, mereka akan merujuk pada putusan terdahulu dalam membenarkan argumentasinya.
Zainal memprediksi putusan MK mengerucut pada dua isu utama, yakni menurunkan batas usia calon presiden dan wakil presiden atau menambahkan frasa “berpengalaman sebagai kepala daerah” atau “berpengalaman sebagai penyelenggara negara”.
Zainal mengatakan, jika hakim konstitusi menurunkan batas minimum usia calon presiden dan wakil presiden, ada kemungkinan argumentasinya akan serupa dengan putusan MK terdahulu mengenai usia pemimpin lembaga negara.
Selanjutnya, kata dia, jika hakim konstitusi menolak menurunkan batas usia tersebut, mereka akan menambahkan frasa berpengalaman sebagai kepala daerah atau sebagai penyelenggara negara. “Banyak argumentasi hukum untuk menguatkan putusan demikian,” ujar Zainal.
Salah satu argumentasinya, ucap Zainal, hakim konstitusi merujuk pada putusan uji materi Pasal 29 huruf e UU KPK yang diajukan Nurul Ghufron. “Meski itu putusan yang aneh, hal tersebut bisa memperkuat argumen hakim konstitusi,” kata Zainal.
Ia menyebutkan, ketika hakim konstitusi menolak seluruh permohonan pemohon dengan alasan syarat usia merupakan open legal policy, mereka dapat saja memerintahkan pembuat undang-udang, yaitu pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, segera merevisi UU Pemilu. Namun Zainal yakin hakim konstitusi tak akan memilih opsi ini karena pemerintah dan DPR belum tentu dapat merevisi UU Pemilu dengan cepat. Sementara itu, uji materi pasal tentang usia calon presiden dan calon wakil presiden ini justru diduga akan digunakan untuk kepentingan figur tertentu yang tidak memenuhi syarat tapi ingin berkompetisi dalam pemilihan presiden 2024. “Bila putusan ini yang dipilih, (pemerintah dan DPR) akan butuh waktu lama untuk merevisi undang-undang,” kata Zainal.
Meski begitu, Zainal mengatakan tidak menolak penurunan batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden. Sebab, anak muda memang mesti diberi kesempatan untuk membangun Indonesia. Tapi ia berharap penurunan ketentuan batas usia minimum itu dilakukan oleh pembuat undang-undang dengan tidak tergesa-gesa. Zainal juga berharap penurunan batas usia ini bukan untuk memenuhi hasrat keluarga atau orang tertentu yang ingin menjadi calon presiden ataupun calon wakil presiden.
Sejumlah pengunjuk rasa membawa poster berisi pesan tuntutan dalam aksi di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 15 Oktober 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Sesuai dengan jadwal, MK akan membacakan putusan atas tujuh permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu hari ini. Pasal ini mengatur batas usia calon presiden dan calon wakil presiden paling rendah 40 tahun. Para pemohon meminta batas usia itu diturunkan menjadi 21-35 tahun atau ada penambahan frasa “berpengalaman sebagai kepala daerah” ataupun “berpengalaman sebagai penyelenggara negara”.
Uji materi ini diduga untuk memuluskan langkah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden. Saat ini putra sulung Presiden Joko Widodo itu baru berusia 36 tahun. Ia pun digadang-gadang menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra.
Dua pemohon uji materi itu, yakni Almas Tsaqibbirru Re A. dan Arkaan Wahyu Re A.—keduanya mahasiswa fakultas hukum di salah satu kampus di Solo—mengaku sebagai pengagum Gibran. Mereka menguji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu ini agar Gibran memenuhi syarat sebagai calon presiden ataupun calon wakil presiden.
Kuasa hukum keduanya, Arif Sahudi, pernah dimintai konfirmasi soal ini. Ia membenarkan bahwa kedua kliennya itu pengagum Gibran. Arif juga mengatakan kliennya menilai Gibran layak didorong menjadi calon presiden ataupun calon wakil presiden.
Empat sumber Tempo yang selama ini dekat dengan MK mendapat informasi bahwa hasil rapat permusyawaratan hakim (RPH) memutuskan untuk menolak menurunkan batas usia calon presiden ataupun calon wakil presiden. Tapi rapat itu mengusulkan penambahan frasa pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yaitu berpengalaman sebagai kepala daerah.
Herdiansyah Hamzah Castro menduga putusan tersebut tidak akan bulat. Ia memprediksi komposisi hakim konstitusi 5 : 4, yaitu lima orang sependapat dengan putusan tersebut dan empat hakim lagi menolaknya.
Baca juga: Menakar Peluang Gibran Jadi Cawapres Prabowo
Pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agus Riewanto, berpendapat putusan hakim konstitusi yang akan menambahkan frasa “berpengalaman sebagai kepala daerah” itu tidak bisa merujuk pada putusan uji materi Pasal 29 huruf e UU KPK. Sebab, Nurul Ghufron menggugat pasal tersebut karena terjadi revisi UU KPK sehingga ia menjadi tidak memenuhi syarat usia sebagai calon anggota KPK dalam seleksi berikutnya.
“Kalau sekarang, tidak ada orang yang pernah menjadi capres atau cawapres dan merasa dirugikan. Jadi pertimbangannya tidak akan kuat,” kata Agus.
Di samping itu, kata Agus, posisi calon presiden atau calon wakil presiden bukan jabatan karier. Jadi ketentuan berpengalaman sebagai kepala daerah tidak dapat menjadi syarat untuk jadi calon presiden atau calon wakil presiden.
Putusan MK Lainnya Soal Usia
Pakar hukum tata negara dari Universitas Brawijaya, Muchamad Ali Safa'at, mencatat MK tiga kali mengabulkan uji materi tentang penurunan batas usia dalam jabatan lembaga negara. Yaitu usia pensiun panitera MK dalam UU Mahkamah Konstitusi, usia pensiun jaksa dalam UU Kejaksaan, dan usia pemimpin KPK.
Lalu MK delapan kali menolak uji materi tentang penurunan batas usia dalam jabatan lembaga negara. “Uji materi itu ditolak dengan alasan open legal policy,” kata Ali.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, berpendapat MK seharusnya konsisten dengan putusan mereka terdahulu yang menolak sejumlah uji materi dengan pertimbangan pasal itu masuk kategori open legal policy.
“Jika hakim konstitusi berbeda terus cara penafsirannya, bisa dipastikan (mereka) punya kepentingan politik dan seharusnya diberi sanksi pemberhentian,” kata Feri.
Ia menilai peradilan menjadi tidak sehat selama pemerintahan Jokowi. Sebab, Presiden Jokowi membiarkan iparnya, yaitu Anwar Usman, menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi.
Muchamad Ali Safa'at sependapat dengan Feri Amsari mengenai kondisi peradilan saat ini. Ia menyebutkan ada potensi konflik kepentingan di tubuh MK. Sebab, Anwar Usman merupakan ipar Jokowi, sedangkan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu itu diduga untuk kepentingan Gibran, yang juga putra Jokowi.
Dosen hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, berharap MK tidak tergelincir untuk melayani kepentingan sesaat kelompok tertentu. “Jangan mempertaruhkan fondasi dan posisi MK yang sangat krusial hanya untuk kepentingan sesaat,” kata Titi.
Hakim konstitusi Manahan Sitompul enggan berkomentar saat dimintai konfirmasi soal ini, akhir pekan lalu. Ia meminta awak media menghubungi juru bicara MK, Fajar Laksono. Adapun Fajar juga tak bersedia berkomentar. “Kita tunggu pengucapan putusan pada Senin pekan depan,” kata Fajar. “Mohon bersabar.”
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Johanes Joko yang dimintai konfirmasi meminta Tempo menunggu saja putusan Mahkamah Konstitusi. “Saya percaya sikap Presiden Joko Widodo akan mencerminkan komitmen nilai etis demokrasi,” kata Johanes, kemarin.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo