Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Islami di Segala Lini

19 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siraman Rohani di Kantor dan Mal
Pekerja Ibu Kota rutin menghadiri kajian keislaman di perkantoran dan pusat belanja. Materinya fikih, toleransi, hingga manajemen kinerja.

KAMIS menjadi hari yang berbeda dalam rutinitas Siti Farhani. Karyawan bagian Government Relation MNC Media berusia 23 tahun itu menanti-nanti datangnya zuhur agar bisa mengikuti pengajian keputrian yang diadakan selepas salat.

Farhani dan rekan kerja yang berada satu lantai dengannya biasa janjian untuk hadir dalam acara keputrian yang berlangsung sekali sepekan di auditorium MNC Tower, Jakarta, itu. "Saya rutin ikut sejak pertama masuk kantor ini dua tahun lalu," kata perempuan berkerudung itu pada awal Juni lalu.

Kajian keputrian yang dibuat khusus bagi karyawan muslimah itu berupa ceramah yang disampaikan oleh ustazah. Selain materi tentang sejarah dan fikih (hukum-hukum dalam Islam), kajian ini banyak menyinggung tema yang berkaitan dengan perempuan, rumah tangga islami, serta pendidikan anak. Sesekali kajian ini terbuka pula untuk karyawan laki-laki saat mengundang ustad yang memberikan materi tentang hal yang lebih umum, seperti akidah (keimanan Islam).

Farhani merasa beruntung karena kantornya memfasilitasi kajian keagamaan bagi karyawan. Sebelumnya, dia rutin menghadiri pengajian mingguan yang diadakan di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, atau Masjid Nurul Iman Blok M Square, Jakarta Selatan. "Bagi saya, ikut kajian adalah kebutuhan. Iman dan hati seperti baterai yang harus di-charge terus," ujarnya.

Pengkajian Keputrian Bimantara yang diikuti Farhani itu berlangsung sejak 1995. Salah satu penggagasnya Titin Fatimah, Manajer Administrasi dan Personalia Koperasi Bimantara. Awalnya kajian itu hanya digelar di ruang rapat kecil dengan peserta 5-10 karyawati. Pemberi materinya adalah istri salah satu kepala divisi yang kebetulan guru agama. Lama-kelamaan, peminat kian banyak dan pemateri pun mulai didatangkan dari luar.

Selain karyawan MNC--korporasi media yang dimiliki Hari Tanoesoedibjo--peserta datang dari kantor di sekitarnya, seperti Balai Kota DKI. "Sekarang rata-rata peserta mencapai 100-150 orang setiap pekan, kebanyakan karyawan muda. Saya yang paling tua," kata Titin.

Titin bertanggung jawab menghubungi ustazah yang menjadi pemateri. Informasi tentang tema dan pemateri kajian disebar melalui mailing list internal kantor sepekan sebelumnya. Titin memastikan materi yang diberikan para ustazah adalah materi Islam yang rahmatan lil alamin. "Kami menyaring ustadnya, harus yang menyejukkan karena jemaah kami beragam," ujarnya.

Di kantor Garuda Indonesia di Cengkareng, kajian keislaman bahkan sudah berlangsung puluhan tahun. Kajian ini digelar setiap Senin-Jumat selepas salat zuhur di Masjid At-Taqwa, kompleks Garuda Indonesia.

Penyelenggaranya Rohis Garuda Indonesia, kelompok yang didirikan karyawan muslim untuk mengaktifkan kegiatan di masjid kantor. "Alhamdulillah, antusiasme terhadap kajian tinggi, rata-rata ada 400-500 orang yang hadir setiap hari," kata Dea Tantyo, karyawan bidang Media Research yang sekaligus anggota bidang dakwah Rohis Garuda Indonesia.

Dea turut merancang materi dan mengundang ustad yang dihadirkan. Beberapa penceramah yang pernah mengisi kajian kantor itu antara lain Salim A. Fillah, penulis buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, dan Valentino Dinsi, Ketua Umum Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia. Tema pengkajian misalnya "Redefining the Obstacles" dan "Awaken the Great Within", yang berisi motivasi dalam dunia kerja. "Selain fikih keagamaan, kami merancang materi yang dapat diaplikasikan dalam manajemen kerja sehari-hari," ujarnya.

Kantor-kantor pemerintah hingga pusat belanja juga menyediakan kajian rutin yang tak hanya berlangsung pada Ramadan. Umumnya, begitu masjid berdiri di dalam kompleks kantor atau pusat belanja, karyawan sendiri yang akan berswadaya membuat program kajian. Seperti di Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Tak lama setelah Masjid At-Taqwa berdiri di kantor itu pada 2011, karyawan membentuk kelompok penggiat masjid. "Biasanya teman-teman yang peduli dengan masjid dan mau membuat kegiatan di masjid tetap hidup," kata Fouri Gesang Sholeh, Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat Pengelolaan Media Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Awalnya peserta kajian hanya mengisi dua barisan di masjid. Kini rata-rata lima barisan terisi penuh, bahkan ada yang harus duduk di belakang masjid. Pemateri yang pernah hadir antara lain Ahmad Sarwat, lulusan Institut Ilmu Al-Quran dan penulis seri buku fikih, serta Ahmad Ridwan, ahli kajian hadis. "Kami meminta pemateri menyampaikan pandangan fikih dari tiap mazhab, tidak terbatas satu mazhab saja," kata Fouri.

Begitu pula di Mal Gandaria City. Masjid Al-Hidayah di lantai 4 gedung itu yang dibangun pada 2010 mulai efektif melakukan kajian rutin pada 2014, setelah karyawan membentuk dewan kemakmuran masjid (DKM). Kajian berlangsung setiap Senin-Kamis, selepas salat zuhur. "Agar pengunjung mal dan karyawan superblok dapat berbagi ilmu keislaman dengan ustad," ujar Faizin Marzhi, Ketua Harian DKM Gandaria City Mall, yang bekerja di kantor pengembang.

Peserta kajian ini adalah pengunjung mal, karyawan toko, penyewa di Gandaria 8 Office Tower, hingga penghuni apartemen Gandaria. Saat Tempo mendatangi masjid itu pada Rabu siang pekan lalu, peserta kajian yang hadir tampak mengenakan seragam dan ID card dari macam-macam gerai.

Penceramah berbicara tentang kekuatan doa dan kesabaran. "Kami selektif mencari ustad, yakni yang menyiarkan Islam Nusantara dan mengajarkan kesejukan Islam dan cinta kasih," kata Faizin. Dia mengaku lebih baik kajian ditiadakan daripada mengundang ustad yang dakwahnya menyinggung soal suku, agama, ras, dan politik.

Hanif Latif dari kelompok Rumah Fiqih mengatakan materi yang menyulut kebencian tak akan laku bila disampaikan dalam kajian perkantoran ataupun pusat belanja. "Jemaah kajian di kantor dan mal itu heterogen. Mereka sendiri yang akan resistan dan menolak bila ada ustad yang materinya berbau politik atau SARA," kata Hanif.

Menurut Hanif, program kajian keislaman di kantor pemerintah dan swasta juga di pusat belanja sudah lumrah. Rumah Fiqih, yang menaungi sejumlah ustad, sudah bermitra dengan bermacam kantor, seperti Kementerian Komunikasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, bank, kantor pajak sejumlah kecamatan, PT Telkom, Sucofindo, Masjid Al-Ikhlas Mall Kota Kasablanka, dan Masjid Al-Latief Pasaraya Blok M. "Jam ngaji biasanya tiga macam: pagi sebelum jam kantor, setelah salat zuhur, atau setelah salat asar," ujarnya.

Peserta pengajian ini rata-rata kritis dan berpendidikan tinggi: sarjana S-1 hingga S-3. Latar belakang keislaman pun bermacam-macam, ada yang Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, atau aliran lain. "Dengan sendirinya ustad dituntut tidak memungkiri perbedaan dan mengutamakan toleransi," ucap Hanif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus