Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bergantung pada Hasil Uji Klinis

Ivermectin belum bisa digeneralisasi sebagai obat untuk pasien Covid-19. Epidemiolog kecewa Ivermectin dibagi-bagikan oleh pejabat. 

3 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penggunaan Ivermectin di berbagai negara di Eropa dilakukan terbatas berdasarkan kewenangan klinis dokter terhadap pasiennya.

  • Dikategorikan obat keras yang harus menggunakan resep dokter.

  • Epidemiolog kecewa karena pejabat publik mempromosikan Ivermectin dan membagi-baginya ke publik bak membagikan permen.

JAKARTA – Penggunaan Ivermectin tidak bisa digeneralisasi sebagai obat untuk pasien Covid-19. Sejumlah ahli kesehatan menyebutkan penggunaan obat antiparasit ini hanya dilakukan terbatas sesuai dengan kewenangan klinis dokter dalam memberikan terapi tambahan kepada pasien Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hal itu didasari profil masing-masing pasien yang memerlukan tambahan untuk menggunakan Ivermectin,” ujar Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, kepada Tempo, kemarin. Sejauh ini belum ada satu pun negara di dunia yang sudah menggunakan Ivermectin secara formal ataupun massal sebagai obat Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih jauh dari itu, belum ada satu pun negara yang bisa membuktikan bahwa Ivermectin, yang dikenal sebagai obat cacing, mampu menyembuhkan secara general untuk semua pasien Covid-19. Penelitian juga sedang berlangsung di banyak universitas di dunia. Karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum merekomendasikan Ivermectin sebagai terapi penyembuh pasien Covid-19.

Polemik penggunaan Ivermectin sebagai obat Covid-19 muncul sejak Agustus tahun lalu di Inggris dan sejumlah negara di Eropa. Peneliti dari Institut Kesehatan Global Barcelona, Carlos Chaccour, seperti dilansir Guardian, mengatakan belum ada bukti bahwa Ivermectin manjur untuk pasien Covid-19.

Meski begitu, Carlos menyebutkan peluang Ivermectin dikembangkan sebagai obat Covid-19 tetap terbuka. Para peneliti membuka peluang bahwa Ivermectin tidak hanya digunakan untuk membasmi parasit, tapi juga manjur memerangi virus. Sejauh ini, jika peneliti menginkubasi beberapa sel virus dan obat, diperoleh fakta bahwa replikasi virus berkurang 5.000 kali lipat dan menghilang dalam 48 jam setelah masa inkubasi.

Meski begitu, Carlos belum bisa memastikan apakah Ivermectin memiliki efikasi ketika digunakan untuk mengobati pasien Covid-19. Dia hanya menjelaskan bahwa Ivermectin mampu menghambat enzim yang digunakan virus untuk melepaskan RNA selama proses replikasi. 

Petugas apotek memperlihatkan obat Ivermectine di Paris, Prancis, 28 April 2020. REUTERS/Benoit Tessier.

Universitas Oxford, Inggris, juga tengah berupaya menguji obat antiparasit Ivermectin ini sebagai alternatif pengobatan Covid-19. Apalagi obat ini sudah banyak digunakan di banyak negara secara parsial sebagai terapi pasien Covid-19. Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan regulator kesehatan di Eropa dan Amerika Serikat justru merekomendasi larangan penggunaan Ivermectin sebagai obat untuk pasien Covid-19.

Menurut Wakil Kepala Chief Investigators of the PRINCIPLE Trial, Chris Butler, dari uji coba berskala besar, mereka berharap mendapatkan bukti kuat untuk menentukan seberapa efektif Ivermectin menyembuhkan pasien Covid-19. PRINCIPLE Trial adalah organisasi peneliti di Oxford. “Penelitian ini juga untuk menguji apakah ada manfaat atau justru bahaya terkait dengan penggunaannya," tutur Chris melalui Reuters.

Kontroversi penggunaan Ivermectin juga terjadi di Indonesia. Apalagi setelah banyak pejabat publik yang merekomendasi obat itu sebagai penyembuh Covid-19. Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, khawatir ihwal promosi Ivermectin oleh pejabat di Indonesia. "Padahal belum ada hasil uji klinis yang menunjukkan bahwa obat antiparasit itu bisa menyembuhkan pasien Covid-19," ujar Pandu, kemarin.

Dia meminta semua pejabat bisa menjadi edukator bagi publik. Dia berharap pemerintah tidak mengampanyekan Ivermectin dan bisa menggantikan vaksin. Tindakan tersebut dianggap melampaui batas karena BPOM belum menyetujui hal tersebut. “Hasil uji klinis terhadap Ivermectin sebagai obat pasien Covid-19 juga belum rampung,” ujarnya.

Pandu mengingatkan bahwa Ivermectin adalah obat keras yang tidak bisa dikonsumsi sembarangan tanpa resep dokter. Dia kecewa atas tindakan sekelompok orang, bahkan pejabat publik, yang membagi-bagikan obat Ivermectin bak permen. “Itu tidak etis dan bukan kewenangannya membagi-bagikan obat kepada masyarakat. Obat ini berbahaya," ujar Pandu.

Dia mengatakan BPOM punya peran penting untuk mencegah penggunaan Ivermectin terus dilakukan. Terutama soal pengawasan, dia meminta BPOM memastikan obat ini didistribusikan sesuai dengan ketentuan. “Bila tidak sesuai dengan aturan, BPOM berhak menegakkan aturan. Masyarakat juga jangan mudah terbujuk rayuan pejabat yang kerap mempromosikan Ivermectin.”

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, kerap mengkampanyekan Ivermectin ke publik. Moeldoko mengatakan telah mengirim sejumlah dosis Ivermectin ke Kudus, Jawa Tengah, wilayah yang mengalami lonjakan jumlah kasus Covid-19. Bupati Kudus H.M. Hartopo pun mengaku menerima 2.500 dosis Ivermectin untuk disebar ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas.

Adapun Kepala BPOM Penny Lukito mengingatkan masyarakat bahwa Ivermectin merupakan obat keras. Biasanya Ivermectin digunakan untuk obat cacingan dan hanya dapat dikonsumsi dengan dosis tunggal setahun sekali. "Obat keras ini tidak bisa dibeli secara individu tanpa resep dokter dan tidak bisa diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter," ujar Penny, kemarin.

AVIT HIDAYAT | DEWI NURITA | REUTERS | THE GUARDIAN

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Sukma N Loppies

Sukma N Loppies

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus