Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Jaringan Benalu Masuk Bank Mega

Pembobolan dana PT Elnusa dan Kabupaten Batu Bara di Bank Mega Jababeka, Bekasi, dikendalikan sindikat Richard Latief, pentolan pembobolan sejumlah bank. Dana yang masuk diduga dipotong lebih dulu 20 persen dan dibagi-bagikan, antara lain, untuk kepala cabang bank, Richard, dan oknum perusahaan yang diajak berkongkalikong.

30 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pejabat Pemerintah Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, bergegas masuk ke Plaza Bintaro, Tangerang. Mereka, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Yos Rauke dan Bendahara Fadil Kurniawan, baru saja menyelesaikan satu urusan dinas di Ibu Kota. Malam itu, awal September 2010, keduanya diajak Ilham Martua Hutabarat bertemu dengan kolega penting. Ilham teman Fadil semasa kuliah di Medan.

Di sudut sebuah kafe di lantai tiga, sudah menunggu seorang pria berpakaian rapi jali berambut klimis. Pria itu mengenalkan diri bernama Itman, Kepala Bank Mega Cabang Pembantu Jababeka, Bekasi. Itman mengundang keduanya agar mendepositokan dana kas daerah di banknya. Yos terpikat. ”Dia mengiming-imingi bunga tinggi dan jaminan keamanan dana nasabah,” kata Yos kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Sepekan berselang, mereka bertemu kembali. Juga di sebuah kafe. Kali ini di Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat. Di situlah Yos mengisi aplikasi penempatan deposito. Urusan kelar, ia kemudian pulang ke Batu Bara. Pada 15 September 2010, melalui Bank Sumut Kabupaten Batu Bara sebagai bank asal, Fadil mentransfer Rp 20 miliar ke Bank Mega Jababeka.

Tak sampai sebulan, bunga mengucur ke rekening pemerintah daerah Batu Bara di Bank Sumut. Dari rekening koran dan laporan transaksi real-time gross settlement (RTGS) Bank Sumut, nilainya mencapai Rp 92 juta. Yos dan Fadil makin kesengsem. Selama Oktober-April 2011, Fadil empat kali lagi ”melempar” uang ke Bank Mega Jababeka. Nilai empat transaksi itu Rp 60 miliar.

Keduanya baru ”panas-dingin” saat kasus pembobolan dana Rp 111 miliar milik PT Elnusa meruap. Fadil mengontak Itman, menanyakan nasib uang mereka. ”Tapi nomor Itman tidak bisa lagi dihubungi,” ujar Yos. Ilham sebagai perantara pun tak jelas rimbanya. Kekhawatiran makin menjadi-jadi saat mereka tahu Itman ditangkap karena diduga merupakan bagian sindikat pembobolan dana Elnusa.

Di tengah kebingungan itulah, pada 5 Mei lalu, Yos mendapat panggilan dari Kejaksaan Agung. Diantar Kepala Kejaksaan Negeri Kisaran Didi Suhardi, hari itu juga mereka terbang ke Jakarta.

Esok harinya, diiringi sembilan jaksa pidana khusus, keduanya mendatangi Bank Mega Jababeka. Di sana, mereka hanya ditemui anggota staf bagian legal. Sang anggota staf memberi kabar buruk: dana Pemerintah Kabupaten Batu Bara sudah tandas. Rombongan ini lalu kembali ke Kejaksaan Agung. Di sana, hari itu juga Yos dan Fadil dijebloskan ke rumah tahanan Kejaksaan.

Kejaksaan mempunyai alasan menahan Yos dan Fadil. Menurut Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad, selain mendapat bagian Rp 405 juta dari penempatan dana itu, keduanyalah yang menyebabkan duit daerah raib. Yos dan Fadil, kata Noor, juga telah mencairkan deposito di Bank Mega Jababeka dan menyetorkannya ke dua perusahaan investasi, yakni PT Pacific Fortune Management dan PT Noble Mandiri Investment.

Yos membantah mendapat fee atas penempatan itu. Ia menyatakan tak pernah merasa menandatangani pencairan ke perusahaan investasi. Demikian juga Fadil. ”Tanda tangan keduanya telah dipalsukan,” kata Wa Ode Nurzainab, pengacara Yos dan Fadil.

l l l

KASUS jebolnya dana Elnusa dan Batu Bara diikat satu simpul yang sama. Menurut sumber Tempo, simpul ini adalah sindikat penggangsir dana yang dipimpin Richard Latief. Pria yang jadi buron sejak 2006 ini sudah ditangkap dan mendekam di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Di kalangan perbankan, jaringan Richard dikenal dengan sebutan ”benalu” lantaran jika sekali mereka ”menempel” korbannya, sang korban tak bisa melepaskan diri lagi.

Richard, menurut Kepala Satuan Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya Aris Munandar, merupakan pemain lama pembobol perbankan. Polisi mencokok Richard pada 19 April lalu di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Saat itu Richard hendak meninggalkan Jakarta setelah kasus Elnusa meledak. Dalam kasus Pemerintah Kabupaten Batu Bara, Kejaksaan menengarai Richard juga terlibat di dalamnya.

Sumber Tempo menegaskan, salah satu peran terpenting Richard adalah mendekati dan membujuk calon nasabah kakap agar bersedia menaruh dana mereka di bank target. Iming-imingnya, ya, bunga tinggi itu. Dari bank ini, dana dialirkan ke perusahaan investasi yang dimiliki atau dipimpin ”kaki tangan” Richard.

Dalam kasus Elnusa, jaringan Richard ”mengelus-elus” Direktur Keuangan Elnusa Santun Nainggolan agar mendepositokan dana perusahaan, Rp 111 miliar, di Bank Mega Jababeka. Begitu dana masuk, Itman bersama kaki tangan Richard segera mengubah advis (surat kepemilikan) deposito. Ke nasabah, advisnya adalah deposito berjangka, tapi yang dikeluarkan Bank Mega adalah advis deposit on call. ”Supaya setiap saat bisa dicairkan,” kata sumber itu.

Menurut sumber Tempo di bagian pengawasan Bank Indonesia, dana yang masuk ke Bank Mega Jababeka itu ditanam di rekening penampung sebelum rekening on call PT Elnusa dibuat. Rekening ini, kata sumber itu, dibuat jaringan pembobol untuk menaruh dana nasabah. Tapi Bank Mega Jababeka melapor ke Elnusa seolah-olah dana ada di deposito berjangka. ”Padahal duit mereka tidak ada di rekening deposito berjangka,” ujarnya.

Setelah ”terendam” pada deposit on call, secara bertahap dana Elnusa pun dialirkan ke dua perusahaan investasi, PT Discovery Indonesia dan PT Harvestindo Asset Management. Menurut sumber Tempo di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dari jejak aliran dana, duit Rp 51 miliar masuk ke rekening atas nama Rahman Hakim dan sisanya masuk ke rekening atas nama Ivan C.H. Litha. Rahman Hakim adalah Direktur PT Discovery dan Ivan merupakan Komisaris PT Harvestindo. ”Mereka orangnya Richard,” kata sumber itu.

Dari dua rekening ini, dana ditanam ke sejumlah produk investasi di pasar modal, perusahaan investasi lain, dan untuk membeli komoditas berjangka. Sekitar 20 persen dari seluruh dana itu, ujar sumber Tempo yang dekat dengan para penyidik kepolisian, dibagi-bagikan sebagai fee. Santun Nainggolan, misalnya, kata sumber itu, menerima Rp 5 miliar. Direktur Elnusa saat itu, Eteng Ahmad Salam, mendapat Rp 2,5 miliar. Sisanya untuk Richard, Ivan, Rahman Hakim, dan Itman.

Sumber Tempo di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan memastikan adanya duit yang mengalir ke Santun dan Itman. Hanya, angkanya berbeda. Santun tercatat hanya menerima Rp 507 juta, sedangkan Itman tak sampai Rp 100 juta. ”Bisa saja lebih dari itu dan biasa hal demikian selalu cash,” katanya. Aris Munandar membenarkan adanya fee 20 persen. ”Santun, Itman, dan Richard mendapat jatah paling besar,” ujar Aris.

Untuk menutupi kejahatannya agar tak terendus, komplotan ini pun rutin mengirim dana ke rekening PT Elnusa seolah-olah bunga deposito. Dari laporan transaksi RTGS, si pengirim dana adalah Andi Gunawan. Andi ternyata anak buah Ivan di PT Harvestindo. ”Ia diperintah Ivan,” kata Aris. Selain menjadi komisaris di Harvestindo, Ivan tercatat sebagai Direktur PT Discovery (lihat ”Janji Manis dari Menara Thamrin”).

Ditemui Tempo di Polda Metro Jaya pekan lalu, Santun enggan mengomentari kasusnya. Melalui surat elektronik kepada Tempo, Eteng bersumpah tidak mendapat jatah sepeser pun. Eteng mengaku justru ia yang melaporkan kasus itu karena adanya pemalsuan tanda tangannya saat pencairan. Itman, melalui pengacaranya, Dwi Herry Sulistyawan, juga membantah tudingan. Richard Latief pun hanya mengaku menerima Rp 100 juta. ”Itu imbalan mempertemukan Itman dan Ivan,” ujarnya.

Selain menjadikan Richard tersangka, dalam kasus Elnusa, polisi pun sudah menetapkan Itman, Santun, dan Ivan sebagai tersangka. Ketiganya kini mendekam di sel Polda Metro Jaya. Sedangkan Rahman masuk daftar buron polisi.

Karena Rahman Hakim pulalah kasus Batu Bara terbongkar. Menurut penyidik Kejaksaan, dana Rp 80 miliar Pemerintah Kabupaten Batu Bara terlacak mengalir ke PT Pacific dan PT Noble. Di PT Pacific, Rahman menjabat komisaris dan di PT Noble sebagai anggota direksi. Rekening dua perusahaan untuk menampung dana Pemerintah Kabupaten Batu Bara ini, kata jaksa itu, atas nama Rahman. ”Rekening itu juga yang mengirim fee untuk pejabat Batu Bara,” ujarnya.

Sumber Tempo yang lain di Kejaksaan mengatakan modus Batu Bara sama persis dengan Elnusa. Bekerja sama dengan Itman, dana mampir ke rekening penampung. Ke Pemerintah Kabupaten, advis yang diberikan adalah deposito berjangka, sementara yang dikeluarkan Bank Mega adalah advis deposit on call.

Dari rekening dua perusahaan itu, selain diinvestasikan ke produk pasar modal dan komoditas pasar berjangka, sebagian dana, lagi-lagi, dibagi-bagikan sebagai fee. Yang baru terlacak nilainya Rp 405 juta. Dana dikirim dari rekening Rahman ke rekening Fadil. Adapun bunga yang masuk dikirim dari sebuah rekening seseorang bernama Rais Kalla. Kejaksaan tengah melacak Rais Kalla. ”Karena jangan-jangan ini nama fiktif,” ujar seorang jaksa yang tidak mau disebut namanya.

Lintas Elemen Masyarakat Batu Bara—lembaga swadaya masyarakat yang giat menelisik kasus-kasus korupsi di Kabupaten Batu Bara—menuding Bupati Batu Bara Okka Arya Zulkarnaen berperan dalam raibnya dana Pemerintah Kabupaten. Aktivis lembaga itu, Asryad Nainggolan, menuding sebagian dana juga merupakan hasil kejahatan, yakni hasil penggelembungan (markup) nilai sejumlah proyek. Kepada Tempo, Okka membantah tudingan ini. ”Itu murni dana sisa anggaran.”

Kendati peran Itman terang-benderang, hingga pekan lalu Kejaksaan belum menetapkannya sebagai tersangka. Ditanya soal ini, Direktur Penyidikan Pidana Khusus Jasman Panjaitan hanya menjawab pendek: ”Tinggal tunggu waktu saja.”

Kepada Tempo, seorang penyidik Kejaksaan mengaku kesulitan melacak peran Richard dalam kasus Batu Bara. Penyebabnya, sang saksi kunci, Rahman Hakim, kini buron. Kejaksaan memperoleh informasi bahwa Ilham tak lain anak buah Rahman dan Rahman sendiri merupakan tangan kanan Richard. ”Ini yang masih kami kembangkan,” kata Noor Rachmad.

l l l

SENYUM mengembang di bibir Yos Rauke. Rabu pekan lalu, dari pengacaranya, ia mendengar berita dana yang raib bakal diganti. Sehari sebelumnya, Bank Indonesia memang mengumumkan menjatuhkan sanksi kepada Bank Mega atas kasus Elnusa dan Batu Bara. Bank sentral memerintahkan Bank Mega membentuk escrow account senilai dana Elnusa dan Batu Bara yang raib. ”Pencairan escrow account hanya dapat dilakukan dengan persetujuan BI setelah tidak ada sengketa antara dua nasabah itu dan Bank Mega,” kata juru bicara Bank Indonesia, Difi A. Johansyah. Bank Indonesia juga akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap manajemen Bank Mega.

Seorang pejabat di bagian pengawasan Bank Indonesia menuturkan kantor pusat Bank Mega memang terkesan membiarkan aksi yang terjadi di Bank Mega Jababeka. ”Karena statusnya cabang pembantu yang kerap luput dari pengawasan BI, posisinya mudah dijadikan target pembobolan.” Sumber ini juga memastikan Bank Mega Jababeka sebagai tempat pencucian uang. Ditanya soal ini, Direktur Pengawasan dan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Subintoro hanya menjawab pendek: ”Ya, ada indikasinya.”

Manajemen PT Bank Mega Tbk menolak berkomentar perihal tudingan bahwa bank mereka merupakan wadah pencucian uang. Sekretaris Perusahaan Bank Mega Gatot Aris Munandar tak menjawab telepon dan pesan pendek yang dikirimkan Tempo. Sebelumnya, lewat pernyataan tertulis, Gatot hanya mengomentari sanksi yang dijatuhkan Bank Indonesia. Bank Mega, ujarnya, menghormati sanksi itu. ”Nasabah tetap kami layani,” katanya.

Anton Aprianto, Mustafa Silalahi, Sandy Indra Pratama, Soetana Monang Hasby (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus