Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jawa Timur akan menjadi arena pertempuran tiga poros koalisi dalam pemilihan presiden 2024.
Tiga poros koalisi bakal mencari figur cawapres dari NU dan kuat di Jawa Timur.
Nama Yenny Wahid dan Khofifah dianggap bisa menandingi Muhaimin di Jawa Timur.
JAKARTA – Peneliti bidang politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, memperkirakan Jawa Timur menjadi arena pertempuran tiga poros koalisi dalam pemilihan presiden 2024. Karena itu, ketiga poros koalisi akan memilih calon wakil presiden yang mampu mendulang suara signifikan di Jawa Timur sekaligus suara nahdliyin—sebutan anggota Nahdlatul Ulama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wasisto mengatakan anggota nahdliyin merupakan yang terbesar di Indonesia dibanding organisasi Islam lainnya. Selain itu, basis Nahdlatul Ulama paling kuat di Jawa Timur. Dua faktor tersebut diyakini akan menjadi pertimbangan tiga poros koalisi dalam memilih calon wakil presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jawa Timur menjadi medan pertempuran karena secara populasi merupakan bagian dari provinsi kunci dengan salah satu prosentase pemilih terbesar di Indonesia,” kata Wasisto, Selasa, 5 September 2023. “Jawa Timur juga identik dengan kultur NU dan pesantrennya menjadi semacam identitas politik yang moderat dan inklusif.”
Baca juga:
-Peluang Para Kandidat Calon Wakil Presiden
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, sependapat dengan Wasisto. Adi mencontohkan bagaimana Partai NasDem yang memilih mengusung Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden. Muhaimin merupakan cucu pendiri Nahdlatul Ulama, Kiai Haji Bisri Syansuri.
Di samping itu, basis suara PKB berada di Jawa Timur. Dalam Pemilu 2019, PKB meraih 4,19 juta suara di Jawa Timur dan hanya berselisih 121 ribu dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang berada di urutan pertama.
“Faktor ini kenapa NasDem mendadak meminang PKB karena NasDem punya kelemahan suara di Jawa Timur,” kata Adi, Selasa kemarin.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (keempat dari kiri) didampingi bakal calon presiden, Anies Baswedan (ketiga dari kiri), menyapa para pendukungnya di sela Deklarasi Capres-Cawapres 2024 di Surabaya, Jawa Timur, 2 September 2023. ANTARA/Moch Asim
Adi memperkirakan Koalisi Indonesia Maju—gabungan Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Golkar—serta poros koalisi PDIP juga mempertimbangkan faktor Nahdlatul Ulama serta figur yang kuat di Jawa Timur dalam memilih calon wakil presiden. Apalagi pemilih di Jawa Timur merupakan yang terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Barat, yaitu mencapai 31,40 juta. Adapun pemilih di Jawa Barat sebanyak 35,71 juta. Total pemilih secara nasional pada Pemilu 2024 sebanyak 204,80 juta, separuhnya berada di Pulau Jawa.
“Karena Jawa Timur dikonotasikan sebagai markas NU, tidak mengherankan jika calon presiden, seperti Prabowo Subianto dan Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo, mencari figur pendamping yang dapat diidentifikasi sebagai NU,” kata Adi.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (tengah) hadir dalam apel di Jakarta, 2012. TEMPO/Amston Probel
Sabtu pekan lalu, PKB dan NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden. NasDem tetap mengusung pasangan ini dengan nama Koalisi Perubahan, yang semula anggotanya adalah NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Tapi Demokrat keluar dari koalisi ini setelah NasDem memilih Muhaimin sebagai calon wakil presiden.
Berbeda dengan Koalisi Perubahan, hingga saat ini Koalisi Indonesia Maju maupun poros koalisi PDIP dan Partai Persatuan Pembangunan belum menentukan calon wakil presiden. Calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju adalah Prabowo Subianto, sedangkan poros koalisi PDIP-PPP adalah Ganjar Pranowo.
Ada empat nama kandidat cawapres yang menguat di Koalisi Indonesia Maju, yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Lalu lima nama kandidat cawapres di poros koalisi PDIP adalah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno; Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono; Erick Thohir; Muhaimin Iskandar; dan mantan Panglima TNI, Andika Perkasa.
Setelah deklarasi NasDem dan PKB tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, melontarkan pernyataan yang terkesan berseberangan dengan Muhaimin. Yahya mengatakan akan memberikan sanksi kepada pengurus PBNU yang menggunakan lembaga NU untuk kepentingan politik praktis. “Langsung kami tegur,” kata Yahya, Senin lalu.
Selain sanksi teguran, kata Yahya, pengurus NU yang terlibat politik praktis dapat dikenai peringatan kedua hingga pemecatan. Namun, kata dia, sanksi tersebut tidak berlaku jika pengurus NU yang bersangkutan mengatasnamakan pribadi dan tanpa membawa atribut Nahdlatul Ulama.
Yahya juga menepis klaim bahwa para kiai NU sudah merestui kandidat calon presiden maupun calon wakil presiden tertentu. “Kalau ada klaim kiai-kiai NU merestui, itu sama sekali tidak betul. Selama ini tidak ada pembicaraan ihwal calon presiden atau wakil presiden,” kata dia.
Pernyataan Yahya ini bertolak belakang dengan sikap PBNU yang terkesan memberikan karpet merah kepada Erick Thohir. Misalnya, saat peringatan hari lahir NU yang ke-100 di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 7 Februari 2023, NU justru memberikan panggung kepada Erick Thohir. Padahal Erick sudah disebut-sebut sebagai kandidat calon wakil presiden.
Dua bulan berselang, lewat keterangan tertulis, Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf, mengatakan banyak warga NU yang mendukung Erick menjadi calon wakil presiden Ganjar Pranowo. “Ganjar dengan pengalaman birokrasinya yang telah dua periode memimpin Jawa Tengah, dipadukan dengan Erick yang merupakan tokoh muda yang memiliki visi kuat, sangat cocok,” kata Saifullah pada 26 April lalu.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengikuti upacara apel peringatan Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Temanggung, Jawa Tengah, 31 Januari 2023. Dok. Humas Pemprov Jateng
Peta Calon Wakil Presiden
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, berpendapat bahwa Koalisi Indonesia Maju ataupun poros koalisi PDIP pasti akan mencari rival sepadan untuk menandingi pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Ia menilai pasangan Anies-Muhaimin tersebut akan kuat di Jawa Timur, yang menjadi basis Nahdlatul Ulama. Faktor Muhaimin sebagai Ketua Umum PKB dan cucu pendiri Nahdlatul Ulama dianggap akan mampu mendongkrak elektabilitas pasangan Anies-Muhaimin di Jawa Timur.
Karena itu, kata Arifki, Koalisi Indonesia Maju ataupun poros koalisi PDIP akan memilih cawapres Prabowo maupun Ganjar tidak hanya berpijak pada popularitas figur, tapi juga menimbang faktor wilayah dan basis politik.
“Muhaimin ini NU dan orang Jawa Timur. Nama-nama bakal cawapres Prabowo dan Ganjar yang tidak memiliki basis politik di sini bakal tersingkir,” kata Arifki.
Arifki menyebutkan dua nama yang dapat menandingi Muhaimin di Jawa Timur, yaitu Zannuba Ariffah Chofsah alias Yenny Wahid dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Namun, kata Arifki, poros koalisi PDIP dapat juga melirik Ridwan Kamil—Gubernur Jawa Barat yang baru saja purnatugas pada Selasa kemarin. Emil—sapaan Ridwan Kamil—dianggap bisa menjadi pelengkap Ganjar. "Ridwan Kamil akan menjadi pelengkap Ganjar Pranowo jika ingin menguasai Jawa Barat," ujar Arifki.
Adapun Direktur Eksekutif Aksara Research and Consulting, Hendri Kurniawan, berpendapat bahwa Koalisi Indonesia Maju ataupun poros koalisi PDIP akan mencari figur cawapres serupa Muhaimin, yaitu dari kalangan NU dan memilih basis kuat di Jawa Timur. Selain Yenny dan Khofifah, Hendri menyebutkan nama Erick Thohir. Meski Erick merupakan warga baru Nahdlatul Ulama, Hendri memprediksi Erick didukung Barisan Ansor Serbaguna (Banser)—organisasi otonom dari Nahdlatul Ulama.
“Erick Thohir berpeluang di-endorse oleh Banser meskipun dia bukan kader kultural,” kata Hendri.
Politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, mengatakan partainya tidak terpaku pada figur dari Jawa Timur dalam memilih calon wakil presiden. Ia mengatakan PDIP justru membuka peluang untuk dapat memenangi suara di Jawa Barat.
Menurut Hendrawan, fokus utama PDIP saat ini adalah membangun struktur tim pemenangan nasional. Tim pemenangan ini akan dibentuk secara berjenjang, dari nasional hingga kabupaten/kota. Komposisi tim pemenangan akan terdiri atas partai politik pendukung Ganjar Pranowo.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Surabaya, Jawa Timur, 13 Februari 2023. Dok. Tim Media Prabowo Subianto
Wakil Ketua Umum NasDem, Ahmad Ali, mengakui bahwa partainya memang mempertimbangkan faktor Jawa Timur dan NU ketika memilih Muhaimin. Meski begitu, dalam urusan meraih suara di Jawa Timur nantinya, PKB dan NasDem berbagi tugas. Ia mengklaim NasDem memiliki basis pemilih di wilayah Mataraman yang meliputi Madiun, Kediri, Pacitan, dan daerah di sisi barat Jawa Timur. Sedangkan PKB berkonsentrasi di wilayah Tapal Kuda, yaitu Madura, Probolinggo, Jember, Banyuwangi, dan daerah di sisi timur Jawa Timur.
“Ini pertandingan yang tidak mudah, tapi ini sangat menarik karena kita menang di Mataraman. Paling tidak bisa ambil ceruk suara di sana,” kata Ahmad Ali.
Koordinator Presidium DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)—tim pendukung Anies—La Ode Basir mengatakan tim pendukung Anies juga sudah bergerak di Jawa Timur. Mereka merangkul warga Nahdlatul Ulama di sana dengan cara mendatangi simpul-simpul NU kultural.
Basir optimistis Muhaimin akan mampu meraih simpati dan dukungan dari tokoh serta basis kultural Nahdlatul Ulama. Ia menganggap posisi Muhaimin akan melengkapi Anies Baswedan yang kuat di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
AVIT HIDAYAT | HENDRIK YAPUTRA | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo