Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jejak Lelaki Bertopi Nike

Kelompok pengikut ISIS dituduh berada di balik serangan bom dan penembakan brutal di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Polisi menyebut Bahrun Naim, mantan narapidana penyimpanan bahan peledak, sebagai otak teror itu. Rencana operasi terendus sejak November tahun lalu.

18 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KURNIA Widodo langsung mengucap kalimat istigfar ketika Tempo menyodorkan sejumlah foto seorang pria bercelana jins biru dengan kaus senada, dari berbagai sudut, berjalan sambil menggenggam pistol Beretta. Gambar ini diterimanya satu jam setelah lelaki bertopi Nike itu melakukan teror di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis siang pekan lalu.

Ketika itu, foto lelaki muda bersepatu kets biru dan menggendong ransel muncul di beberapa media online, tanpa narasi yang menjelaskan identitasnya. Tanpa perlu berpikir lama, Kurnia langsung mengenali foto itu. "Astagfirullah, itu Afif atau Sunakim," katanya beberapa kali. Untuk lebih memastikan, Tempo kembali menyodorkan sejumlah foto orang yang sama saat disidangkan di pengadilan beberapa tahun lalu, yang terlihat lebih tua, sebagai pembanding. Kurnia berkukuh memastikan orang yang ada di foto itu Afif.

Afif adalah satu dari lima pelaku peledakan bom dan granat di kafe Starbucks di Menara Cakrawala serta pos polisi di depan pusat belanja Sarinah. Tujuh orang, lima di antaranya pelaku, tewas dan 24 luka-luka dalam peristiwa tersebut. Aksi Afif bersama seorang pelaku lain ketika melakukan penembakan brutal terhadap tiga polisi di tengah kerumunan orang terekam jelas dalam kamera fotografer Tempo, Aditia Noviansyah.

Kurnia begitu yakin orang di foto itu adalah Afif karena mengenal secara dekat ketika sama-sama ditahan di Kepolisian Daerah Metro Jaya. Hubungan mereka berlanjut ketika mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. "Saya sangat mengenalnya," ujarnya.

Pada 2010, Kurnia ditangkap Detasemen Khusus 88 Kepolisian karena merakit bom bersama kawanannya yang dikenal sebagai Kelompok Cibiru. Polisi meyakini daya ledak bom rakitan Kurnia lebih dahsyat dibandingkan dengan bom Bali yang menewaskan 202 manusia pada 2002. Kurnia divonis enam tahun penjara.

Dia bebas dari penjara setelah mendapat remisi dan mengajukan permohonan pembebasan bersyarat. Sarjana teknik kimia Institut Teknologi Bandung itu menjalani hukuman selama 3 tahun 8 bulan. Kurnia mengatakan, sejak di Cipinang, Afif telah menunjukkan ideologi keras. "Saya tidak sepaham dengan Afif, yang mudah mengkafirkan orang hanya karena beda pendapat," ujar Kurnia.

Afif alias Sunakim alias Nakim bin Jenab adalah satu dari 71 orang yang ditangkap polisi karena melakukan pelatihan militer di Gunung Bun, Jalin Jantho, Aceh Besar, pada 2010. Menurut Kurnia, Sunakim berasal dari kelompok Pamulang dan baru bebas pada Agustus tahun lalu. Tokoh tersohor di kelompok Pamulang adalah Dulmatin, yang punya segudang nama alias, di antaranya Mansyur dan Joko Pitono. Ia berasal dari Pemalang, Jawa Tengah. Dulmatin ditembak mati di Jakarta pada Maret 2010.

Perkara terorisme di Jalin Jantho ini juga yang menjadikan Amir Jamaah Ansharut Tauhid, Abu Bakar Ba'asyir, dihukum 15 tahun penjara karena terbukti mendanai kegiatan itu. Dalam kasus yang sama, dihukum pula Sulaiman Aman Abdurrahman alias Oman atau Aman selama sembilan tahun penjara. Pengadilan membuktikan Aman ikut mendanai pelatihan militer itu. Kini dua orang itu dipenjara di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Muhammad Jibril, anak Wakil Amir Majelis Mujahidin Indonesia Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman, juga memastikan lelaki bertopi Nike itu Afif. Begitu menyaksikan foto-foto pelaku serangan itu, Jibril langsung ingat Afif yang dua tahun sama-sama dipenjara di blok khusus Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. "Seratus persen dia adalah Afif. Wajahnya tidak berubah," ujarnya.

Dari orang dekatnya, Kurnia mendapat kabar Afif memang telah menyatakan baiat, menyatakan taat kepada Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS. Afif dikenalnya cenderung pendiam, tapi sekali berbicara suka membikin sakit hati. Selain itu, Afif cerewet untuk hal sepele. Suatu kali, Kurnia mendapat giliran merawat seorang narapidana terorisme yang sedang sakit. Hanya karena Kurnia tinggalkan sebentar narapidana yang sakit itu, Afif marah. "Omongannya ketus, menyakitkan."

Soal Afif berbaiat ke ISIS juga diungkapkan Jibril. Menurut dia, ketika belum ada deklarasi ISIS dunia pada 2013, Afif telah menunjukkan sikap paham keras takfiri, kelompok yang suka mengkafirkan orang lain yang tidak satu ideologi dengannya. Jibril menyatakan Afif setia kepada gurunya, Aman Abdurrahman, yang juga berpaham keras.

Menurut Jibril, Afif tidak mau melakukan salat Jumat bersama narapidana muslim lain di penjara Cipinang. Afif dan Aman Abdurrahman, kata dia, memilih menjalankan salat Jumat di dalam kamar bersama kelompoknya. Selain itu, mereka, yang waktu itu berjumlah belasan, membikin pengajian khusus untuk kalangannya. Jibril mengaku tidak satu pemahaman dengan Afif, yang berada di dalam kelompok Majelis Mujahidin Indonesia.

Jumat sore pekan lalu, kepastian bahwa Afif merupakan salah satu pelaku teror diumumkan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti. Menurut dia, Afif alias Sunakim berasal dari Sumedang, Jawa Barat. "Ia diduga dari jaringan Aman Abdurrahman," katanya.

Sunakim diketahui pernah tinggal di Desa Duren, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. "Sudah kami cek. Namun KTP Afif sudah kedaluwarsa," ujar Kepala Kepolisian Sektor Klari, A. Mulyana.

Seorang pejabat kepolisian mengatakan, hingga Jumat petang pekan lalu, tim polisi telah berhasil mengidentifikasi lima orang yang tewas. Belum ada Sunakim dalam daftar itu. Lima orang itu adalah Ahmad Muhazan asal Krangkeng, Indramayu; Dian Juni Kurniadi dari Pasirputih, Tegal; Muhammad Ali, yang beralamat di Meruya, Jakarta Utara; Rico Hermawan dari Batuampar, Boyolali; dan Sugito dari Purwasari, Karawang.

* * * *

Tak lama setelah serangan tersebut, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Tito Karnavian mengatakan teror di Jalan Thamrin itu melibatkan tokoh ISIS asal Indonesia, Bahrun Naim. Menurut Tito, Bahrun merupakan pendiri Katibah Nusantara, tempat berkumpulnya anggota ISIS asal Asia Tenggara di wilayah ISIS di Irak dan Suriah.

Tito mengatakan lelaki bernama lengkap Muhammad Bahrunna'im Anggih Tamtomo itu melancarkan teror untuk menunjukkan dominasinya di Asia Tenggara. Menurut dia, saat ini sedang terjadi rivalitas kepemimpinan di antara tokoh ISIS di Asia Tenggara. Untuk membuktikan kehebatannya, Bahrun merancang bom di Jakarta. "Bahrun bersaing dengan tokoh ISIS asal Filipina Selatan untuk jadi pemimpin," ujar Tito.

Bahrun pernah ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror di Solo pada 2010. Polisi menyita ratusan butir peluru AK-47, laptop, enam unit central processing unit, sarung pistol, serta beberapa buku dan cakram digital yang ditemukan di dalam rumah kontrakannya di Pasar Kliwon. Anehnya, Bahrun saat itu hanya dikenai pasal Undang-Undang Darurat atas kepemilikan senjata api. Setahun berikutnya, Pengadilan Negeri Surakarta menghukumnya dua setengah tahun penjara.

Dia diduga berangkat ke wilayah ISIS pada Februari tahun lalu. Ketika itu, ada warga Demak yang mengeluh kehilangan anak perempuannya yang kuliah di Solo. Berdasarkan penelusuran keluarga, perempuan itu telah diperistri Bahrun dan mungkin juga diajak ke Suriah. Berdasarkan alamat di kartu tanda penduduk, Bahrun tinggal di Sangkrah, Solo.

Pada pertengahan November tahun lalu, video seruan jihad pemimpin Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah, muncul di akun Facebook yang menggunakan nama Bahrun. Santoso mengancam akan membuat "konser" pada akhir 2015. Seorang aktivis gerakan Islam di Solo yang mengenal Santoso yakin suara itu memang suara Santoso. Tapi ia menganggap ada yang aneh. "Kok, terkesan Santoso menjadi orator yang ulung," katanya.

Menurut Kurnia, Afif dan Bahrun pernah berada dalam satu masa yang sama di tahanan Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok. Menurut dia, hampir semua tahanan kasus terorisme mengalami perpindahan beberapa kali. Di Jakarta, berkisar di antara tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya, tahanan Markas Komando Brimob, atau dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Selain mengenal Afif, Kurnia pernah dalam satu tahanan dengannya di Polda Metro Jaya sebelum dipindahkan ke Solo. "Afif dan Bahrun saling kenal. Mereka berguru ke Ustad Aman (Aman Abdurrahman)," ujar Kurnia.

Bahrun memiliki keahlian di bidang teknologi informatika dan pernah memiliki warung Internet di daerah Solo. Kepintaran Bahrun di bidang itu juga dimanfaatkannya untuk berjualan gadget, perangkat komputer, hingga baju muslim secara online. Keahlian Bahrun dalam bidang teknologi informatika ada penjelasannya. Ia merupakan alumnus Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Solo. "Dia dulu memang mahasiswa di sini," kata Sugiarto, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Menurut Sugiarto, Bahrun masuk kuliah pada 2002 dan lulus pada 2005. Dia menempuh pendidikan diploma tiga dengan gelar ahli madya. "Selama dia kuliah, nilai yang diperoleh biasa-biasa saja," ujar Sugiarto. Di kampus, Bahrun memiliki banyak kawan. Ia pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komputer. "Bahrun justru tidak aktif dalam kegiatan kerohanian Islam di kampus," kata Sugiarto.

Bahrun terbang ke Suriah pada awal 2015. Ia juga membuat paspor dengan identitas asli. Bahrun masuk ke Suriah menggunakan penerbangan resmi melalui Turki. Namun, ketika masuk ke Turki dari Suriah, ia menempuh jalur ilegal.

Ihwal kepergian Bahrun ke Suriah, Pelaksana Harian Kepala Imigrasi Surakarta Agus Setiadi tak banyak berkomentar. "Belum kami cek," ujar Agus. Seorang teman Bahrun di Solo mengatakan, selama di Suriah, Bahrun terus mengembangkan sayap dengan membangun jaringan baru melalui situs jejaring sosial. Menurut aktivis gerakan Islam itu, Bahrun aktif berkomunikasi melalui Facebook dan berulang kali berganti akun.

Mantan pengacara Afif, Achmad Michdan, belum bisa memastikan pelaku serangan yang bercelana jins biru tersebut adalah Afif. "Harus saya pastikan lagi," katanya. Koordinator Tim Pembela Muslim ini mengaku tidak melihat adanya kaitan Afif dan Bahrun dengan Aman Abdurrahman.

* * * *

Jejak Bahrun Naim sejatinya sudah terendus sejak November tahun lalu. Dari blog yang dikelolanya dari Suriah, dia mengatakan sangat terinspirasi oleh serangan terorisme di Paris pada akhir November 2015. Dalam korespondensi dengan wartawan asing, Bahrun mengaku sudah menyiapkan aksi bersama para pendukung ISIS di Tanah Air. Dia menyebutkan serangan itu hanya menunggu pemicu.

Pernyataan ini sebenarnya sudah ditangkap pemerintah. Pada 21 Desember tahun lalu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung kepada wartawan mengatakan polisi telah melaporkan kepada Presiden Joko Widodo bahwa ancaman teror meningkat menjelang Natal dan tahun baru. "Di dokumen yang ditemukan ada istilah 'pengantin baru' dan 'konser'," ujar Pramono. "Pengantin" adalah istilah untuk pengebom bunuh diri. Sedangkan "konser" diyakini memiliki arti sebagai aksi teror.

Seorang perwira menengah yang pernah aktif di Detasemen Khusus 88 Antiteror menyatakan ada sesuatu yang menghambat mereka saat hendak beraksi pada Natal dan tahun baru lalu. Aksi di Sarinah diperkirakan pembalasan "konser" yang tertunda itu. Meski rencana teror sudah terendus, sulit memastikan lokasi eksekusi mereka. "Tak semua wilayah bisa terus dipantau polisi," katanya.

Ia menambahkan, pelaku teror di Sarinah pada Kamis pekan lalu itu bukanlah orang yang terlatih. Mereka berbeda dengan teroris di Poso, yang terlatih menembak targetnya langsung ke kepala. Para peneror di Sarinah, meski pada jarak yang sangat dekat, hanya mengarahkan dan menembakkan pistol ke perut polisi. Saat terjadi baku tembak, mereka juga tak membalas dengan tembakan akurat. "Bahkan ledakan terakhir yang membunuh mereka itu pasti karena salah tarik pemicu bom," ujar perwira itu sambil terkekeh.

Sunudyantoro, Mustafa Silalahi, Tika Primandari, Abdul Azis (Jakarta), Ahmad Rafiq (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus