Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA tahun menjejakkan kaki di Indonesia, keberadaan Temasek Holdings di industri seluler goyah juga. Senin pekan lalu, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan bahwa kepemilikan silang perusahaan investasi asal Singapura di PT Indosat dan PT Telkomsel itu menimbulkan aroma bisnis tak sedap. Kendali Temasek pada dua operator seluler itu dianggap memicu leletnya bisnis Indosat.
Hal itu, menurut putusan KPPU, tecermin dari pertumbuhan based transceiver station (BTS) Indosat yang menurun ketimbang Telkomsel, bahkan dibandingkan dengan PT Exelcomindo Pratama sekalipun. Bila lima tahun lalu selisih jumlah BTS Telkomsel dengan Indosat ”hanya” 747 unit, jurang kepemilikan BTS keduanya kini kian menganga. Tahun lalu, jumlah BTS Telkomsel menembus 14 ribu unit, Indosat hanya separuhnya.
Lambatnya pengembangan jaringan itu, kata sumber Tempo, tak lepas dari perubahan struktur manajemen setelah Singapore Technologies Telemedia (STT), anak perusahaan Temasek, masuk Indosat pada 2002. ”Semua direktur yang membawahi operasional bertanggung jawab kepada wakil direktur utama,” kata sumber itu.
Alhasil, Kaizad B. Heerjee, Wakil Direktur Utama Indosat yang ditempatkan Temasek sejak Desember 2005, mengontrol penuh jaringan, teknologi informasi (IT), pemasaran, penjualan regional, hingga penjualan Jabotabek. Adapun Hasnul Suhaimi, direktur utama saat itu, hanya membawahi direktur keuangan dan direktur jasa korporasi.
Pada kenyataannya, Wong Heang Tuck, Direktur Keuangan Indosat, juga lebih dekat dengan Kaizad. Seluruh tetek-bengek perkara duit pun dikendalikan Kaizad. ”Temasek menguasai perusahaan berlapis-lapis,” kata sumber Tempo.
Struktur itu membuat Hasnul tidak bisa berbuat banyak. Apalagi seluruh mekanisme pengadaan barang di Indosat di bawah kendali Kaizad. Mekanisme pengadaannya pun melalui tender tertutup—beda dengan sebelumnya yang cenderung terbuka.
Belakangan, metode pengadaan jaringan yang diterapkan Hasnul dengan menyerahkan pada perusahaan lokal juga dibatalkan Kaizad. Inilah, kata sumber Tempo, yang membuat Hasnul mundur dari Indosat dan menyeberang ke Exelcomindo. ”Posisi direktur utama hanya boneka,” kata sumber tadi.
Pembatalan itu, menurut KPPU, menyebabkan mandeknya pengadaan pembangunan jaringan. Situasi itu berlangsung selama sembilan bulan pertama 2006. Kegiatan bisnis Indosat jadi tertinggal ketimbang operator lain.
Dalam salinan putusan KPPU disebutkan, keterlambatan pembangunan jaringan itu membuat empat direksi Indosat—salah satunya Johnny Swandi Sjam, Direktur Utama saat ini—bertemu Komisaris Indosat Lee Theng Kiat di Singapura. Mereka menjelaskan bahwa keterlambatan pembangunan bisa merugikan Indosat, namun Lee tidak mengambil tindakan. ”Ketika kami tanya, mereka tidak membantah adanya keterlambatan pembangunan BTS,” kata Syamsul Maarif, Ketua Majelis KPPU.
Padahal, kata seorang analis, Indosat mestinya sudah bisa berlari lebih kencang pada masa itu, karena restrukturisasi utang dan persoalan merger antara Indosat dan Satelindo sudah selesai pada 2004. Restrukturisasi dan masalah merger ini, kata dia, yang membuat Indosat tidak ekspansif di masa sebelumnya. ”Sehingga keteteran melawan Telkomsel,” katanya. Sayang, Hasnul memilih irit bicara.
Pendapat berbeda diutarakan Arhya Satyagraha, Kepala Riset PT Trimegah Securitas. Ia tidak setuju bila Indosat dikatakan tidak berkembang. ”Kinerjanya tumbuh terus,” kata dia. Paling tidak, jika dilihat dari kapitalisasi pasarnya. Jika pada 2002 kapitalisasi pasar Indosat hanya Rp 12 triliun (US$ 1,36 miliar), kini sudah Rp 44 triliun (US$ 4,74 miliar).
Begitu pula dengan pembangunan BTS-nya. Adapun soal Telkomsel yang terus berlari meninggalkan Indosat, kata dia, tak bisa lepas dari kondisi keuangannya. ”Bisnis Telkomsel memang lebih besar mencetak laba,” katanya. Itu sebabnya Telkomsel lebih agresif ketimbang Indosat.
Johnny Swandi Sjam, Direktur Utama Indosat, juga membantah. ”Tidak benar Temasek ’membonsai’ Indosat,” katanya kepada Muchammad Nafi dari Tempo. Malah, kata Johnny, masuknya Temasek memberi darah segar buat Indosat, khususnya saat perusahaan itu mesti merestrukturisasi utang. Jepitan utang inilah, kata dia, yang membuat Indosat tertinggal Telkomsel.
Soal menara BTS, katanya, itu lebih karena persoalan efisiensi. ”Kapasitas BTS kami besar, jadi Satelindo dan Indosat bisa memakai menara bersama,” ujarnya. Ia justru mempertanyakan salinan putusan KPPU yang menyatakan direksi Indosat pernah ke Singapura menyampaikan soal itu kepada Lee. ”Saat menjadi saksi, KPPU tidak pernah menanyakan hal itu,” katanya.
Yandhrie Arvian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo