Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUKUL sepuluh Kamis malam pekan lalu, pintu gerbang kediaman Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas terbuka. Dari salah satu mobil yang datang, muncul Ketua Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah itu didampingi pentolan partai Ka’bah lainnya: Hasrul Azwar, Ali Hardi Kiai Demak, dan Chozin Chumaidy. Tuan rumah menyambut ramah lalu mengajak masuk.
Dalam pertemuan sekitar 90 menit itu dibicarakan soal kerja sama Partai Demokrat dan PPP. ”Pak SBY meminta kepada Pak Surya agar kebersamaan diteruskan,” kata Lukman Hakim, salah satu ketua PPP.
Namun, hingga perjumpaan berakhir, tak ada deal politik. Langkah PPP ke Cikeas hanya menjalankan amanat Rapat Pimpinan Nasional di Bogor pada 24-25 April lalu, yang meminta pimpinan PPP melakukan komunikasi politik dengan semua calon presiden dan partai politik. Sebelumnya Surya menemui Jusuf Kalla dan Megawati. Belum muncul isyarat di mana jalan akan berujung. ”Masih gelap,” kata Lukman.
Esok harinya, Jumat siang, dalam koalisi parlemen yang dibangun Megawati, Jusuf Kalla, Prabowo, Wiranto, dan tokoh partai politik di markas Partai Hanura di Jalan Diponegoro, Jakarta, PPP tidak turut bertanda tangan. Chozin dan Lukman hanya hadir sebagai peninjau.
Saat ini Surya adalah pemegang kendali utama PPP. Dia diberi mandat menentukan arah koalisi. ”Di mana PPP berlabuh, semua tunduk pada keputusan ketua umum,” kata Wakil Ketua Umum Chozin Chumaidy.
Surya ekstrahati-hati karena partai terbelah dua: blok ”perubahan” dan blok pemerintahan. Blok ”perubahan”, yang didukung 28 dari 32 dewan pimpinan wilayah se-Indonesia, mendukung Prabowo sebagai calon presiden. Sedangkan blok pemerintahan, yang dimotori Ketua Majelis Pertimbangan Bachtiar Chamsyah, berkiblat pada Yudhoyono. Bachtiar memang dikenal dekat dengan Presiden.
Blok ”perubahan” menilai selama lima tahun mendukung pemerintah, partai tak bisa kritis. ”Yang bisa mengimbangi SBY dengan neoliberalismenya, ya, Prabowo,” kata Musyafak Noer, Ketua PPP Jawa Timur. Selain Jawa Timur, daerah yang masuk blok ini di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan.
Musyafak menyangkal dukungan kaum ”perubahan” kepada Prabowo karena iming-iming duit. Tapi ia membenarkan bahwa koalisi PPP-Gerindra tak akan menempuh jalan yang lurus. ”Yang rumit apakah koalisi Prabowo bisa mencapai suara 20 persen agar bisa maju sebagai calon presiden,” katanya. Jika tak mampu mengatrol Prabowo, blok perubahan pindah haluan ke dermaga Yudhoyono. ”Syukur-syukur jika Pak Surya diminta SBY mendampingi sebagai calon wakil presiden,” kata Musyafak. Kemungkinan dukungan PPP ke SBY juga diisyaratkan Chozin. Katanya, dengan suara 5,4 persen, PPP bisa optimal jika merapat ke Cikeas.
Berada dalam dilema, Surya tak mau gegabah. ”Dia orangnya mandiri. Bisa dimaklumi jika akhir-akhir ini sulit ditemui karena sedang memikirkan langkah terbaik demi keutuhan partai,” kata Chozin. Musyafak memastikan, apa pun pilihan Surya, pasukan Ka’bah akan turut. ”Semua pengurus provinsi sudah menginstruksikan ke cabang masing-masing agar tunduk dan patuh pada semua keputusan ketua umum,” katanya.
Chozin sendiri lebih ingin partainya mengambil jalan aman: bergabung dengan Partai Demokrat. ”Jika ke SBY, insya Allah, semuanya beres, karena berlandaskan pada akhofudlorurain (keputusan yang lebih ringan risikonya),” katanya. Ketidakhadiran Surya dalam koalisi penentang Yudhoyono di markas Hanura bisa jadi merupakan isyarat: Ka’bah kini merasa lebih afdal berkiblat ke Cikeas.
Dwidjo U. Maksum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo