Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kajian Psikopat Belum Khatam

28 Juli 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI psikopat, motif tindakan kekerasan adalah mengejar kepuasan diri. ”Dia hanya ingin menyengsarakan orang lain,” kata Irmansyah, psikiater dari Universitas Indonesia. Dengan kata lain, menyaksikan orang lain menderita, baik fisik maupun psikis, adalah sumber kenikmatan bagi psikopat.

Cara mengejar kepuasan ini beragam, bisa dengan menyebar fitnah, menjebak, memecat bawahan, menjegal pesaing, melakukan penipuan finansial, atau membunuh. Membunuh? ”Bagaimana dia mencincang tubuh korban, bagian demi bagian, prosesnya sangat dinikmati,” kata Irmansyah.

Makna psikopat sendiri terentang cukup luas. Larry King, presenter kawakan CNN, beberapa waktu lalu membahas hal ini dalam talk show bertajuk Inside the Minds of Psychopaths. Salah satu tamu King adalah Katherine Ramsland, doktor psikologi forensik dari Universitas DeSales, Philadelphia, Amerika Serikat.

Psikopat, menurut Ramsland, adalah orang yang tak punya penyesalan atas kesalahan yang dibuatnya. ”Ia juga didiagnosis memiliki beberapa dari 20-an gejala, antara lain menyimpang secara sosial, manipulatif, suka menyesatkan orang lain, dan berdaya toleransi rendah,” kata Ramsland, yang juga penulis buku The Criminal Mind.

Jadi, dengan kadar bervariasi, psikopat ada di mana-mana. Dia tidak harus mewujudkan diri sebagai pembunuh sadistis. Koruptor pun bisa masuk kategori psikopat jika berulang-ulang melakukan ”hobi” korupsi tanpa sesal. Seperti orang bebal, ”Mereka tahu batas benar dan salah, tapi mereka tak peduli,” kata Ramsland.

Hati dingin para psikopat tak muncul begitu saja. Menikmati penderitaan orang lain, ketiadaan empati, dan absennya rasa sesal boleh jadi bersumber pada kelainan fisiologi pada sel-sel kelabu otak. Tim peneliti Institute of Psychiatry, Kings College London, Inggris, melaporkan hal ini dalam The British Journal of Psychiatry, Desember 2006.

Dalam riset yang dipimpin Profesor Declan Murphy itu, tim peneliti memperlihatkan gambar wajah orang dengan ekspresi ketakutan kepada dua kelompok responden: psikopat dan yang normal. Hasilnya, pada kelompok psikopat, terjadi penurunan aktivitas sel-sel otak yang merespons emosi orang lain. Padahal sel-sel otak kelompok yang normal justru mengalami peningkatan aktivitas saat menyaksikan kesedihan orang lain.

Psikopat juga dikenal lihai bersandiwara. Boleh saja dalam pemeriksaan polisi, pembunuh model ini berulang kali menyatakan menyesal. Padahal, penyesalan itu di bibir saja, dan setiap ada kesempatan mereka tak ragu mengulangi perbuatannya. ”Mereka luar biasa bagus dalam bersandiwara,” kata Greg McCrary, penyelidik senior FBI, yang telah 25 tahun menyelidiki berbagai kasus pembunuhan berantai.

Yang termasuk keahlian bersandiwara itu adalah kelihaian menyimpan ”kelainan”. Walhasil, kawan-kerabat dan teman bergaul sehari-hari tak menyadari keanehan pada diri si psikopat. Seperti diungkapkan McCrary, juga tamu Larry King dalam Inside The Minds of Psychopaths, psikopat tampil sebagai sosok yang dari luar tampak normal. Mereka muncul sebagai pribadi berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, penuh pesona, menyenangkan, menguasai berbagai ilmu pengetahuan, dan bersikap religius.

Nah, dengan kamuflase penampilan yang luar biasa, potensi bahaya psikopat amat besar. Sayang, sampai kini pengetahuan mengenai psikopat masih jauh dari khatam. Penyebab gangguan kejiwaan ini masih samar. Faktor genetis turut berpengaruh, begitu pula lingkungan sosial dan proses internalisasi, yakni bagaimana seseorang menyerap pengalaman hidup yang dilalui untuk dijadikan landasan dalam bersikap di kemudian hari. Tapi, bagaimana semua hal ini bekerja belum diketahui pasti.

Mendeteksi psikopat sejak dini, sebelum mereka meledak, juga sebuah tindakan yang mustahil. ”Susah sekali. Menghabiskan energi saja,” kata Stout, yang menulis buku The Sociopath Next Door. Paling banter yang bisa dilakukan, menurut Stout, adalah membenahi tatanan sosial kemasyarakatan, sehingga tindakan kekerasan bisa diantisipasi sejak dini.

Bisakah penyakit ini disembuhkan? ”Yang menyedihkan, tidak ada obat untuk psikopat saat ini,” kata Martha Stout dari Departemen Psikiatri Harvard Medical School. Bagaimana bisa mengobati kalau penyebab dan morfologi psikopat masih misterius?

Nunuy Nurhayati, MCH

Otak Si Dingin Hati

Sejumlah ilmuwan memperkirakan, secara biologis, kondisi otak psikopat berbeda dengan orang sehat. Ini yang membuat mereka berhati dingin, tanpa empati, dan tanpa rasa sesal. Ada beberapa petunjuk yang digunakan, di antaranya:

  1. Di dalam otak ditemukan zat kimia, serotonin dan monoamin oksidase, yang tidak normal. Ini menyebabkan perilaku agresif mereka meningkat.
  2. Aktivitas otak psikopat di bagian prefrontal cortex lebih rendah dibanding orang normal.
  3. Area di otak manusia yang menjadi pusat emosi adalah sirkuit sistem limbik yang meliputi thalamus, hypothalamus, amygdala, dan hippocampus.
  4. Pada orang normal, saat memproses kosakata emosional (seperti ”mati” dan ”bunuh”), akan terlihat aktivitas yang meningkat di area limbik pada otak. Namun, pada para psikopat, hanya sedikit bahkan tidak ada sama sekali peningkatan aktivitas pada area yang sama.
  5. Ada kelainan pada corpus callosum, bagian tebal melengkung yang menghubungkan belahan kiri dan kanan di bagian tengah otak.
  6. Pada orang nonpsikopat terlihat banyak sekali aktivasi di amygdala saat melihat gambar-gambar yang tidak menyenangkan. Pada psikopat, tidak ada perbedaan sama sekali.

Sumber: The British Journal of Psychiatry, Desember 2006

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus