Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai seorang atlet binaraga dan pemilik jaringan pusat kebugaran (gymnasium), I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai sudah lazim menghadapi orang-orang yang ingin menurunkan berat badan dan punya bentuk tubuh proporsional. Pria yang populer dengan nama Ade Rai ini sudah terbiasa merancang aneka program latihan untuk para klien yang datang ke gym miliknya. Namun begitu menyaksikan pemberitaan mengenai Arya Permana, Ade merasa tertantang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arya Permana adalah bocah berusia 10 tahun asal Karawang, Jawa Barat, yang dua tahun lalu berbobot 190 kilogram. Akibat bobotnya yang berlebih itu, Arya sampai tak mampu bergerak dan beraktivitas seperti biasa. Kisah Arya mencuat begitu pemerintah Kabupaten Karawang membawa dia ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, untuk mendapat penanganan medis terkait dengan berat badannya. Bocah laki-laki ini mengalami obesitas karena pola makan berlebihan sejak kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tergerak membantu Arya menurunkan berat badan, Ade lalu berkunjung ke RS Hasan Sadikin. Sebetulnya, ujar Ade, tempat perawatan Arya di rumah sakit itu tak bisa dikunjungi sembarang orang. Beruntung Ade mengenal para petugas keamanan di sana, sehingga ia diperbolehkan bertemu dengan Arya. "Saya bawakan dia oleh-oleh bola, sepatu, dan dumbel," ujar Ade mengenang pertemuan pertamanya dengan Arya pada Juli 2016.
Dari pertemuan itu, Ade mengetahui bahwa sebetulnya Arya punya keinginan untuk beraktivitas seperti teman-teman sebayanya. Bahkan ia bercita-cita menjadi seorang pemain sepak bola. "Ini artinya Arya punya motivasi untuk menurunkan berat badan." Ade pun makin termotivasi mengawal program penurunan berat badan Arya. Ia memberikan aneka masukan kepada kedua orang tua Arya ihwal pola makan bagi anaknya.
Arya, kata Ade, bisa segemuk itu gara-gara kesukaannya mengkonsumsi mi instan dan minuman teh manis dalam kemasan. Dalam dua pekan sejak pertemuan pertama tersebut, Ade meminta orang tua Arya tak memberikan makanan-makanan itu dan menggantikannya dengan makanan yang lebih sehat. Walhasil, bobot Arya turun tujuh kilogram. "Setiap hari saya pantau terus kondisi Arya," ujar Ade kepada Tempo kemarin.
Selama 20 bulan, Ade mengawal proses diet dan program perawatan medis Arya. Dalam waktu selama itu, Arya berhasil menurunkan berat badannya hingga tinggal 80 kilogram. Ade tak mau mengklaim keberhasilan itu berkat jasanya semata, karena Arya juga melalui prosedur medis berupa operasi penyempitan lambung (bariatrik). "Saya hanya menjadi motivator bagi Arya."
Sejak kisah Arya viral, kasus-kasus obesitas ekstrem belakangan mencuat di berbagai daerah. Beberapa di antaranya yang ramai diberitakan adalah Yudi Hermanto, 33 tahun, pria asal Karawang, berbobot 310 kilogram; SD, perempuan berusia 15 tahun, berbobot 179 kilogram asal Lumajang, Jawa Timur; dan Titi Wati, perempuan berusia 37 tahun, asal Kalimantan Tengah yang berat badannya mencapai 220 kilogram. Terbaru, pada awal Maret lalu, seorang pasien perempuan asal Karawang berbobot hampir 150 kilogram diberitakan meninggal saat menjalani penanganan medis di rumah sakit yang sama dengan tempat Arya dirawat.
Ade mengatakan, sebetulnya beberapa kasus obesitas ekstrem yang mencuat itu karena bobot tubuh penderitanya yang memang sangat berlebih. Misalnya, Arya dengan nilai IMT atau indeks massa tubuh (perbandingan berat badan dengan tinggi badan) mencapai 50. Seseorang masuk ke dalam kategori obesitas jika nilai IMT-nya lebih dari 27,0. Adapun nilai IMT normal adalah 18,5-22,9.
"Nah, kasus obesitas umum pun seharusnya mendapat perhatian lebih," kata Ade. Karena jumlah penderita obesitas terus naik dari tahun ke tahun.
Kementerian Kesehatan RI, melalui Riset Kesehatan Dasar 2018 yang dirilis pada Desember tahun lalu melaporkan, prevalensi penduduk berusia lebih dari 18 tahun yang mengalami obesitas terus bertambah. Jika pada 2007 jumlahnya hanya 8,6 persen dari total penduduk, pada tahun lalu prevalensinya meningkat menjadi 21,8 persen.
Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Doddy Izwardy, mengatakan secara umum, obesitas disebabkan oleh tiga faktor, yakni faktor perilaku, lingkungan, dan genetik. Faktor genetik hanya menyumbang 10-30 persen, sedangkan faktor perilaku dan lingkungan dapat mencapai 70 persen. "Faktor terbesar itu karena kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan makan makanan instan, serta kurang mengkonsumsi buah dan sayur," kata Doddy dalam keterangan persnya beberapa waktu lalu.
Mengubah perilaku itulah yang diterapkan presenter dan aktris Dewi Hughes saat menjalani diet untuk menurunkan berat badannya yang sempat mencapai 150 kilogram. Sebelum menjalankan metode diet yang kemudian ia kembangkan menjadi metode yang disebut hipnoterapi itu, Hughes sempat melakukan aneka cara, termasuk mendatangi klinik-klinik pelangsing tubuh. Segala jenis diet pun dijalani oleh perempuan bernama lengkap Desak Made Hugeshia Dewi itu.
Hughes mengaku, satu-satunya cara yang tak ia lakukan saat menurunkan berat badan adalah operasi. "Meski saya sempat ditawari untuk operasi potong usus," kata Hughes kepada Tempo beberapa waktu lalu. Motivasi Hughes menjalani diet adalah ketika ia merasakan sakit tak tertahankan pada bagian tubuh sebelah kirinya. "Sampai saya suntik painkiller."
Pada akhir 2015, sakit yang ia derita makin parah sehingga ia tidak bisa bangun dari tempat tidur. Khawatir sakitnya tambah parah atau terserang stroke, Hughes mencoba menerapkan teknik hipnoterapi yang ilmunya ia dalami sejak 1990-an. Ilmu itu ia gunakan untuk mengubah pola pikirnya agar tak lagi makan nasi, daging, dan aneka makanan yang tak baik bagi kesehatan. Melalui hipnoterapi, ujar Hughes, ia berupaya mengendalikan diri terhadap aneka godaan.
Upaya itu bukanlah perkara mudah. "Ada saja godaan untuk melanggar komitmen. Misalnya, saat tertarik untuk mencicipi makan gorengan, nasi, dan daging." Namun Hughes melawan semua godaan itu dengan melakukan hipnoterapi terhadap dirinya sendiri. Ia juga mengkombinasikan teknik ini dengan pola makan yang lebih bersih, yakni hanya memakan makanan yang tumbuh di tanah, asli dari alam, dan tidak memakai pengawet buatan.
Kalaupun ia menyantap daging, Hughes memastikan daging yang ia makan tidak melewati proses pembekuan, pengalengan, dan sejenisnya. Ia menamai metode dietnya ini dengan nama diet kenyang. "Yang saya suka, dalam diet ini tidak ada makanan pantangan," ujarnya.
Dengan perubahan pola pikir melalui hipnoterapi dan diet makan bersih itu, dalam waktu 15 bulan Hughes berhasil menurunkan berat badannya 80 kilogram. Ia merasakan sendiri manfaatnya, seperti stamina yang lebih baik, tak mudah lelah dan jatuh sakit, serta fisiknya lebih segar. Keberhasilan ini coba ia tularkan ke banyak orang. Pada 2017, ia meluncurkan buku #DietKenyang dengan Cooking Hypnotherapy yang disusul buku keduanya Hypnotic Diary #DietKenyang.
Sejak 2017, Hughes, ,yang memang praktisi hipnoterapi, rutin menggelar workshop hipnosis untuk program penurunan berat badan. Dengan biaya investasi sekitar Rp 2 juta, kelas Hughes ini selalu diminati peserta yang kebanyakan kaum perempuan. Tak hanya di Jakarta, Hughes menggelar kelas ini di kota-kota besar lain.
Tak sedikit orang yang sudah merasakan kelas atau workshop diet untuk menurunkan berat badan. Salah satu yang pernah rutin mengikuti pelatihan diet adalah pendiri Pesantren Daarul Qur’an, Jam’an Nurkhatib Mansur, atau yang populer dengan nama Ustad Yusuf Mansur. Setahun lalu, Yusuf mengundang pendiri gaya hidup ketofastosis, Nur Agus Prasetyo, untuk mengajarinya menjalani diet tanpa karbohidrat itu.
"Awalnya karena saya gelisah melihat bentuk perut semakin buncit," ujar Yusuf, Kamis lalu, seraya tertawa. Rupanya kegelisahan serupa dialami rekan-rekan Yusuf di pesantren. "Kok makin tua bentuk badan kami makin ancur, ha-ha-ha." Selain itu, Yusuf yang memang gemar makan ini mengaku kerap mengalami sakit kepala dan mudah jatuh sakit. Setelah diperiksa, rupanya kadar gula dan lemak tubuhnya cukup tinggi.
Melalui diet ketofastosis yang diajarkan Prasetyo, Yusuf dan rekan-rekannya kemudian mulai mengurangi konsumsi gula dan karbohidrat. Meski tak sepenuhnya menjalani diet ketofastosis (menghindari makan karbohidrat), prinsip-prinsip diet seperti makan secukupnya ia terapkan dengan disiplin. "Lumayan setahun terakhir sudah terasa, lingkar perut mulai mengecil." Rekan-rekan Yusuf di Daarul Qur’an ada yang konsisten menjalani diet ini hingga berhasil menurunkan bobot tubuh sebanyak belasan hingga puluhan kilogram.
Meski begitu, Yusuf tak menerapkan pola makan rendah karbo itu untuk para santrinya. Karena, kata dia, aktivitas para santri masih cukup tinggi. "Jadi pembakaran karbohidrat mereka seimbang, makan banyak pun tak masalah." Yusuf mengatakan pola makan teratur dan dibatasi ini sangat bermanfaat bagi orang-orang yang sudah berusia di atas 40 tahun. "Sebagai pencegahan penyakit degeneratif seperti jantung dan diabetes juga." AMMY HETHARIA | HADRIANI PUDJIARTI | PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo