Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lapor Covid-19 dan CISDI keluarkan peringatan bahwa layanan kesehatan di Pulau Jawa semakin genting.
Lonjakan jumlah kasus Covid-19 membuat banyak rumah sakit tak mampu menampung pasien.
Penanganan pasien Covid-19 dan non-Covid-19 sama-sama terhambat.
JAKARTA – Sejak akhir Desember lalu, Irma Hidayana telah beberapa kali mendampingi pasien Covid-19 yang kesulitan mencari ruang rawat di rumah sakit. Yang paling dramatis adalah ketika inisiator gerakan Lapor Covid-19 itu mencarikan rumah sakit bagi satu keluarga, sehari setelah Natal lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kala itu, Irma dan kawan-kawan mendampingi satu keluarga yang terdiri atas delapan orang. Semuanya tejangkit Covid-19. Sang ayah dalam kondisi tidak sadar dan harus masuk ruang perawatan intensif di rumah sakit. Namun, karena bangsal rumah sakit penuh, kepala keluarga itu terpaksa menunggu di instalasi gawat darurat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun seorang anggota keluarga lainnya sedang hamil dan mengalami perdarahan. Puskesmas terdekat dari kediaman mereka tidak sanggup menangani si pasien. Irma dan teman-temannya mencoba menghubungi beberapa rumah sakit, tapi mereka ditolak dengan alasan penuh. Ibu hamil itu baru mendapatkan penanganan di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo, Jakarta Pusat. "Namun harus kehilangan janinnya," kata Irma, kemarin.
Lapor Covid-19 mencatat, kian hari kondisi rumah sakit di Ibu Kota kian gawat saja. Pada awal pekan lalu, relawan Lapor Covid-19 mendampingi warga yang ditolak 61 rumah sakit di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Ada juga pasien positif Covid-19 asal Kediri yang harus berkeliling mencari fasilitas perawatan hingga ke Malang, tapi tidak membuahkan hasil sehingga meninggal.
Bersama Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Lapor Covid-19 kemarin mengeluarkan peringatan bahwa saat ini layanan kesehatan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, dalam kondisi genting. Lonjakan jumlah kasus Covid-19 yang tak terkendali membuat rumah sakit tak mampu menampung pasien. Situasi ini mempengaruhi keselamatan masyarakat karena terhambatnya upaya penanganan segera, baik bagi pasien Covid-19 maupun non-Covid-19.
Dalam waktu singkat, sejak akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021, Lapor Covid-19 menerima 23 laporan kasus pasien yang ditolak rumah sakit karena penuh, pasien yang meninggal di perjalanan, serta meninggal di rumah karena ditolak rumah sakit. Misalnya, seorang anggota keluarga pasien di Depok melaporkan, pada 3 Januari 2021, anggota keluarganya meninggal di taksi daring setelah ditolak di 10 rumah sakit rujukan Covid-19. Laporan datang dari wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Suasana RSUD Depok, 26 November 2020. Tempo/Nurdiansah
Dokter yang juga relawan Lapor Covid-19, Tri Maharani, mengatakan situasi layanan kesehatan sudah genting. Tanda-tanda kolaps pada layanan kesehatan sebenarnya sudah terindikasi sejak September 2020, yang kemudian mereda pada periode pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar di Jakarta. Pemilihan kepala daerah serentak serta libur Natal dan tahun baru memperburuk ketidakmampuan RS menampung pasien. “Kondisi ini diperparah oleh permasalahan sistem kesehatan yang belum kunjung diatasi, di antaranya keterbatasan kapasitas tempat tidur, minimnya perlindungan tenaga kesehatan, dan tidak tersedianya sistem informasi kesehatan yang diperbarui secara real-time.
Ia menyatakan lembaganya menemukan persoalan terjadi karena sistem rujukan antar-fasilitas kesehatan tidak berjalan dengan baik. Sistem informasi kapasitas rumah sakit juga dianggap tidak berfungsi. "Banyak warga yang memerlukan penanganan kedaruratan kesehatan akibat terinfeksi Covid-19 tidak mengetahui harus ke mana," ujar dia.
Meski demikian, hulu persoalan ini, kata Tri, adalah imbas dari aktivitas pendeteksian, pelacakan kontak, dan isolasi yang kian loyo. Tri menganggap pemerintah tidak berkomitmen penuh melakukan karantina wilayah secara ketat.
Kemarin, pemerintah melaporkan 12.818 kasus baru. Angka ini terus naik sejak Senin lalu. Peningkatan ini berbuah naiknya angka kasus aktif yang konsisten di atas lebih dari 1.500 orang per hari. Bahkan, kemarin, jumlah kasus aktif melonjak lebih dari 5.000 pasien. "Abai penegakan 3T (testing, tracing, and treatment) ini justru di tengah maraknya kampanye vaksin," kata Tri.
Tri mengatakan, tanpa intervensi khusus, angka kasus akan terus naik. Padahal, peningkatan jumlah pasien akan menambah risiko penularan Covid-19 ke tenaga kesehatan—dengan angka kematian mencapai 526 orang. Lapor Covid-19 mengamati, belakangan ini tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer, seperti klinik dan puskesmas, yang gugur terus bertambah. Sebelumnya, kebanyakan tenaga medis yang wafat bekerja di rumah sakit.
Direktur Kebijakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda, mendorong pemerintah melakukan langkah-langkah drastis agar pelayanan kesehatan nasional tidak runtuh. Dia mengingatkan bahwa langkah pemerintah yang terus-terusan menambah kapasitas tempat tidur tidak akan pernah berhasil jika pemerintah tidak membangun langkah aktif untuk menyadarkan masyarakat akan situasi pandemi yang semakin gawat. "Ketidakmampuan pembuat kebijakan membangun strategi komunikasi yang transparan dan akuntabel menyebabkan gagalnya masyarakat menyadari gawatnya pandemi ini," kata dia.
Olivia mendesak pemerintah memperbaiki sistem informasi kesehatan. Publik, dia berujar, harus mendapat akses pendataan dan informasi yang real-time terkait dengan kesehatan nasional. Menurut dia, sejumlah inovasi pelayanan kesehatan primer dan rujukan melalui telemedicine dan rumah sakit virtual Covid-19 semestinya membantu pemerintah membantu menetapkan skala prioritas penanganan pasien.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 8 Januari 2021. TEMPO/Imam Sukamto
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membenarkan informasi kondisi rumah sakit yang tersedia di publik saat ini masih simpang siur. Masih banyak warga yang tidak mengetahui rumah sakit mana yang penuh, ataupun yang masih bisa menampung pasien.
Dia menceritakan, sejauh ini dia memperoleh informasi tersebut dengan cara manual, yakni menelepon Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir. "Sangat manual. Telepon Dirjen saya, Prof Kadir, dia yang menguasai rumah sakit," tuturnya. Budi mengklaim lembaganya tengah memikirkan solusi agar data kondisi rumah sakit dapat diperbarui dan ditampilkan setiap saat.
Selain data rumah sakit, Kementerian berencana memperbaiki prosedur masuk ke ruang isolasi dengan menggunakan e-KTP. Dengan sistem ini, kata Budi, Kementerian semestinya bisa mendapatkan data kondisi pasien serta perkembangan penanganan secara langsung. "Dengan demikian, bisa ditangani lebih dini hingga dikurangi tekanan ke rumah sakit," kata dia.
ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo