Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Kebijakan One Way Mudik 2019, Armada Bus Minta Diprioritaskan

Menurut IPOMI sistem one way saat mudik 2019 dilakukan dalam kondisi lalu lintas yang benar-benar stagnasi.

20 Mei 2019 | 14.09 WIB

Sejumlah bus antar provinsi parkir berjejer di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Ahad, 12 Mei 2019. Tempo/M Yusuf Manurung
Perbesar
Sejumlah bus antar provinsi parkir berjejer di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Ahad, 12 Mei 2019. Tempo/M Yusuf Manurung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) membuat surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang isinya memportes kebijakan pemerintah terkait aturan satu arah alias 'one way' selama 24 jam selama 30 Mei, 1-2 Juni di tol Trans Jawa yang dipoyeksi akan berdampak terlambatnya armada bus dan angkutan umum lainnya masuk ke Jakarta dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sistem one way ini diklaim untuk mengurangi kemacetan yang mungkin terjadi pada saat puncak arus mudik 2019

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ketua Umum IPOMI Kurnia Lesani Adnan mengatakan, seharusnya aturan tersebut dikaji ulang kembali. Karena menurutnya aturan tersebut malah mengensampingkan apa yang selama ini pemerintah canangkan, agar masyarkat tidak menggunakan mobil pribadi untuk mudik, dan beralih ke angkutan umum. Bukan hanya bus tapi juga angkutan umum lainnya yang mendapat dampak aturan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ya kami minta ditinjau kembali karena kan kepentingan angkutan umum semsetinya yang pertama sesuai dengan apa yang dicanangkan pemerintah masyarkat menggunakan angkutan umum meninggalkan penggunaan mobil pribadi," ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin 20 Mei 2019.

Baca juga: Mudik Lebaran 2019, Penumpang Bus Mewah Melonjak

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) itu, seharusnya sistem one way dilakukan dalam kondisi lalu lintas yang benar-benar stagnasi.

"Dan one way itu kan seharusnya situasional saja. Situasional itu maksud saya adalah kalau memang terjadi kemacetan yang stag itu baru dilakukan contra flow (sistem pengaturan lalu lintas yang mengubah arah normal arus kendaraan pada suatu jalan raya). Apa lagi one way sepanjang 200 km itu rada-rada luar biasa, terlalu panjang," tutur Sani.

"Jadi bukan one way jalan keluarnya, artinya one way itu kan menggiring opini masayarakat menggunakan kendaraan pribadi dan mengenyampingkan angkutan umum," tambahnya

Untuk itu selain minta ditinjau kembali, Sani mewakili par pengusaha angkutuan umum meminta justru pemerintah memberikan prioritas kepada mereka. kalau pun harus ada sistem one way, diberlakukannya khusus untuk angkutan umum.

Baca juga: Mudik Naik Bus Mewah, Fasilitas Setara Pesawat

"Kalau kami perinsipnya kami meminta ada prioritas untuk angkutan umum secara keseluruhan bukan hanya bus. Kalau memang dianggap one way itu ya dilakukan contra flow untuk khusus angkutan umum satu jalur dari timur ke barat. karena kalau bus itu dialihkan ke arteri, arteri LHR (Lalu lintas harian rata-rata)-nya itu meningkat loh roda dua, satu tingkat risiko laka bisa meningkat, kedua jam tempuh kami berngaktan," ujar Sani.

"Nah jam tempuh kami lebih lama, sementara penumpang di barat atau Jakarta menunggu bisa berantakan semua, layanan untuk mudik 2019 jadi rusak, nama transportasi umumnya angkutan umumnya yang rusak," katanya.

Berikut surat terbuka yang dibuat untuk Presiden Joko Widodo:

Surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo

Pak Presiden yang terhormat, kami sangat berterima kasih untuk upaya pemerintah mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, wabil khusus jalan tol. Adanya Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera sangat membantu kami mencapai waktu tempuh yang belum pernah kami rasakan sebelumnya.

Biaya yang timbul dengan adanya tarif tol, masih bersahabat dengan kami berkat efisiensi yang kami rasakan.

Pelanggan kami juga senang, sedikit demi sedikit kepercayaan masyarakat akan moda transportasi bus mulai terasa. Okupansi kami juga mulai dirasakan naik sedikit demi sedikit, dan optimisme kami dalam berwira usaha kembali berkobar di dalam hati.

Selama hampir 20 tahun terakhir, perusahaan-perusahaan bus yang ada dan bertahan, beberapa kali jatuh bangun dan dibayang-bayangi keputusasaan.

Sebagai pengusaha tentu Bapak Joko Widodo bisa memahami.

Infrastruktur jalan yang baik menjadi oase bagi kami. Beberapa anggota Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia, yang merupakan generasi penerus pengusaha bus mulai menata lagi pelayanan transportasi bus terbaik untuk masyarakat Indonesia.

Musim mudik Idul Fitri tahun 2019 menjadi awal yang baik bagi kami untuk memulainya. Beberapa anggota IPOMI sudah mulai mempersiapkan kehadiran bus-bus yang cocok dengan operasional di jalan tol sejak hampir delapan tahun lalu. Dua tahun terakhir semangat itu bertambah lagi dengan mulai tersambungnya Jalan Tol Trans Jawa. Tiga anggota IPOMI mengoperasikan bus tingkat, beberapa lainnya mengoperasikan bus bertenaga besar, dengan investasi per unit rerata di atas Rp. 2 miliar.

Namun sayang, di tengah semangat kami ini, kebijakan pemerintah terkait teknis pengaturan lalu-lintas tidak berpihak ke angkutan umum. Puncak arus mudik yang diperkirakan dimulai pekan depan, sangat tidak menguntungkan, bukan hanya di sisi angkutan umum tetapi juga pengguna angkutan umum seperti pelanggan bus yang setiap tahun mudik dengan transportasi bus.

Kebijakan satu arah selama 24 jam selama 30 Mei, 1-2 Juni akan berdampak terlambatnya armada bus dan angkutan umum lainnya masuk ke Jakarta dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Mari kita hitung bersama, jika satu kendaraan dinaiki tujuh orang dan selama satu hari puncak arus mudik Jalan Tol Trans Jawa dilalui 150 ribu kendaraan, selama tiga hari diberlakukan diperkirakan ada 450 ribu kendaraan artinya ada 3,1-3,2 juta orang yang mudik. Jika kita bandingkan dengan bus, yang berisi 30-40 penumpang, maka 3,2 juta orang itu bisa diangkut 106 ribu bus dengan asumsi 30 tempat duduk dalam satu bus. Jika dihitung satu bus dengan 40 tempat duduk maka hanya ada 80 ribu bus. Tidak ada kemacetan.

Kini, kami bertanya kepada Bapak Joko Widodo yang tercinta, bukankah Bapak ingin efisiensi untuk mengurangi beban konsumsi bahan bakar? Bukankah Bapak juga yang menjadikan Tol Trans Jawa sebagai simbol konektivitas? Apakah yang dimaksud dengan konektivitas ini artinya masyarakat bisa berbondong-bondong melalui Jalan Tol Trans Jawa?

Melalui surat ini, kami memohon kepada Bapak Presiden yang terhormat agar situasi dan kondisi yang nyaman untuk moda transportasi darat bisa diciptakan.

Kami akan mendukung semua yang diperlukan. Mengapa? Kami iri dengan pesawat yang Bandara nya dikelola PT. Angkasa Pura, Pelabuhan yang dikelola PT. Pelindo dan PT. ASDP, serta Stasiun yang selalu dijaga kenyamanan oleh PT. KA. Kami di Terminal hanya dikelola oleh Dinas Perhubungan dan Kementerian Perhubungan yang tentunya secara service jauh berbeda dengan service yang diberikan oleh pengelola berbadan hukum.

Demikian harapan ini kami sampaikan kepada Bapak yang memimpin negeri ini. Sebagai anak, kami pengusaha bus tentunya hanya memohon kebijakan pemerintah sebagai Bapak agar pelayanan terhadap masyarakat bisa lebih baik.


Salam Bus Indonesia


Pengurus Besar IPOMI
Jakarta, 19 Mei 2019

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus