Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kebut Normal Baru demi Ekonomi

Belum ada daerah yang siap memasuki fase kehidupan “normal baru”.

27 Mei 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Pemerintah menyiapkan serangkaian kebijakan untuk melancarkan kembali aktivitas masyarakat. Tindakan yang mengarah pada kondisi “normal baru” itu dirancang untuk menggenjot kegiatan ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebijakan menuju pemulihan aktivitas masyarakat terbaru diumumkan oleh Presiden Joko Widodo. Ia menyatakan akan menerjunkan personel TNI dan kepolisian untuk mendisiplinkan warga di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota. Daerah-daerah itu dipilih lantaran dianggap sudah siap memasuki fase normal baru.

“Kami ingin TNI-Polri ada di setiap tempat keramaian untuk lebih mendisiplinkan masyarakat mengikuti protokol kesehatan,” ujar Presiden Jokowi setelah meninjau kesiapan protokol untuk new normal di salah satu pusat belanja di Bekasi, kemarin.

Jokowi mengatakan aparat bakal bersiaga di 1.800 titik keramaian untuk mengawasi pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar. Personel TNI dan Polri akan mencegah kerumunan orang dan menindak warga yang tak mengenakan masker. Menurut Presiden, kehidupan normal baru harus diterapkan untuk menjaga produktivitas masyarakat.

Wacana “normal baru” sudah dikampanyekan pemerintah sejak pekan lalu. Jokowi memerintahkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional membuat sistem evaluasi kesiapan daerah. Daerah yang dipandang siap dapat membuka kembali aktivitas masyarakatnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menjelaskan, kriteria penilaian berbasis tiga hal. Pertama, angka reproduksi kasus Covid-19 di bawah 1 selama dua pekan berturut-turut. Angka reproduksi di atas 1 menunjukkan penularan masih terjadi.

Kedua, kemampuan dan kapasitas sistem kesehatan daerah. Suharso mengemukakan, daerah dianggap sudah dapat mengendalikan wabah jika tingkat keterisian ranjang di fasilitas kesehatannya tak melebihi 60 persen dari kapasitas. ”Misalnya rumah sakit punya 100 tempat tidur, maka maksimum 60 persen untuk pasien Covid-19.”

Adapun indikator ketiga, kemampuan pemantauan di masing-masing daerah. Kemampuan itu diukur dari peningkatan populasi yang sudah menjalani uji usap selama dua pekan terakhir. Berdasarkan evaluasi terakhir, ujar Suharso, belum ada daerah terjangkit yang memenuhi tiga kriteria tersebut. “Di Jakarta saja angka reproduksi kasusnya masih 1 lebih sedikit,” kata dia.

Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga tengah merumuskan panduan bekerja bagi pegawai negeri sipil. Secara garis besar, Sekretaris Kementerian Dwi Wahyu Atmaji menuturkan beberapa hal akan diatur dalam skenario normal baru. Hal tersebut adalah sistem kerja yang fleksibel agar pegawai negeri dapat bekerja dari rumah, kantor, maupun tempat lain. Kementerian pun mengatur penerapan pekerjaan yang minim kertas, tanda tangan digital, hingga pengurangan jumlah rapat dengan kehadiran secara fisik.

Kementerian Kesehatan juga menerbitkan protokol pencegahan penularan virus dalam lingkungan perkantoran dan industri. Panduan ini memuat acuan teknis beraktivitas di tempat kerja. Direktur Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Achmad Yurianto mengemukakan protokol tersebut disusun supaya aktivitas ekonomi dapat berjalan. 

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, lembaganya sudah merilis aplikasi “Bersatu Lawan Covid-19” yang berfungsi memantau pergerakan warga. Pemerintah mewajibkan setiap orang yang hendak melakukan perjalanan melakukan registrasi melalui aplikasi itu. 

Berdasarkan Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 5 Tahun 2020, perjalanan hanya dibolehkan bagi warga yang melaksanakan tugas esensial, perjalanan pasien dan keluarganya yang membutuhkan layanan darurat, serta repatriasi pekerja migran. Pemohon juga wajib melaporkan surat hasil uji swab. “Persetujuan diberikan melalui pemberian QR code yang akan diperiksa petugas di terminal bus, stasiun, maupun bandara," ujar Wiku.

Adapun anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra, menyayangkan pemerintah yang terburu-buru memulihkan aktivitas ekonomi di saat angka penularan masih tinggi. Pemerintah semestinya menaati panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan pelonggaran pembatasan harus memperhatikan angka deteksi virus per populasi. “Kalau terburu-buru, justru dampak ekonominya akan lebih panjang,”  DEWI NURITA | ROBBY IRFANY


Kebut Normal Baru demi Ekonomi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus