Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Dua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilihan Umum 2019 sama-sama menjanjikan peningkatan kesejahteraan anggota TNI dalam program kerja mereka. Kedua kubu juga memastikan akan meneguhkan reformasi TNI, termasuk menghentikan dwifungsi militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selama ini banyak kasus TNI terlibat bisnis. Itu kan karena persoalan kesejahteraan," kata juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik peran TNI kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo berencana membentuk 60 pos baru di tubuh satuan militer. Jabatan baru ini diklaim menjadi solusi atas membeludaknya perwira menengah dan perwira tinggi di tiga matra TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kemudian mempertajam rencana tersebut dengan mempersiapkan anggota militer masuk ke susunan kementerian dan lembaga negara.
Rencana tersebut bahkan masuk dalam draf Revisi Undang-Undang TNI. Kalangan masyarakat sipil mengkritik rencana tersebut sebagai pengkhianatan terhadap reformasi TNI. Mereka menilai rencana Jokowi dan Hadi sebagai upaya membangkitkan kembali dwifungsi TNI.
Menurut Ace, Jokowi dan Ma’ruf tak akan menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Peningkatan kesejahteraan akan dilakukan dengan menaikkan penghasilan anggota TNI sebagai strategi menciptakan tentara profesional. Kondisi sulit yang dialami anggota TNI selama ini, kata dia, justru memicu keterlibatan militer di sektor lain.
Hal yang sama juga disampaikan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Andre Rosiade, mengatakan pasangan nomor urut 02 ini akan meningkatkan kesejahteraan anggota TNI. Dia mengklaim, sebagai jenderal, Prabowo memahami apa saja yang dibutuhkan anggota TNI. "Agar TNI menjalankan tugasnya dengan profesional dan kuat," kata Andre.
Ihwal keterlibatan TNI di sektor sipil, Ace dan Andre sama-sama menyatakan belum ada formulasi yang ampuh untuk memperbaiki manajemen sumber daya manusia di internal TNI. Meski begitu, keduanya berpendapat bahwa sejumlah anggota TNI menduduki jabatan di kementerian dan lembaga negara berdasarkan kualitas dan kapabilitas pribadi mereka.
"TNI itu punya pendidikan yang jelas. Pernah menjalani karier yang jelas. Pasti punya kualitas," kata Andre. "Tapi, bagaimana agar TNI tak masuk ke sisi politik, itu yang harus terus dijaga."
Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, meminta pemerintah berhati-hati dalam melibatkan TNI ke dalam struktur jabatan sipil. Alasannya, rencana menciptakan program atau menarik TNI dari sektor keamanan ke ranah sipil merupakan pelanggaran aturan. "Fakta obyektifnya belum ada aturan yang mendukung pelibatan TNI," kata dia. FRANSISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo