Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kelimpungan Atasi Polusi Udara Ibu Kota

Pemerintah seperti kelimpungan mengatasi polusi udara di Ibu Kota. Strategi yang disiapkan belum bisa menjadi solusi.

16 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kendaraan bermotor menjadi penyumbang utama polusi udara di Jakarta.

  • Pembangkit listrik tenaga uap masih mengandalkan batu bara.

  • Penggunaan kendaraan listrik belum bisa menjadi solusi.

JAKARTA – Pabrik peleburan baja itu berdekatan dengan permukiman penduduk di Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Kepulan asap putih yang tebal terlihat membubung saat mesin pabrik beroperasi. Diduga, asap inilah yang menjadi salah satu sumber polusi udara di kawasan itu. “Kalau malam, asapnya lebih parah,” kata seorang perempuan yang tinggal di Kampung Duku Pinang Gawir, Kecamatan Kelapa Dua, kemarin. “Pagi, jam 4-5, juga masih kelihatan tebal."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan yang tidak mau namanya ditulis itu mengatakan terpaksa selalu mengenakan masker untuk mengurangi serangan asap. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk melindungi diri. Meski kadang dia berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi pencemaran udara di lingkungan tempat tinggalnya tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data situs web IQAir—perusahaan teknologi kualitas udara yang berbasis di Swiss—Tangerang Selatan, Tangerang, dan Jakarta selalu menempati peringkat sepuluh kota di Indonesia dengan kualitas udara buruk. Kualitas udara di Tangerang Selatan dikategorikan tidak sehat karena indeks mutu udara berada di angka 160. Pencemar utama yang ditemukan adalah partikel PM 2.5 dengan konsentrasi 73,5 mikrogram per meter kubik. Angka ini menempatkan Tangerang Selatan sebagai kota terburuk kelima di Indonesia. 

Sementara itu, Tangerang memiliki indeks kualitas udara 145, yang artinya tidak sehat bagi kelompok sensitif. Di tempat itu, kandungan partikel PM 2.5 memiliki konsentrasi 54 mikrogram per meter kubik. Angka ini menempatkan Tangerang sebagai kota terburuk kedelapan di Indonesia. Jakarta berada satu tingkat di bawah Tangerang. Indeks kualitas udara di Ibu Kota berada di angka 144. Adapun pencemar utama adalah PM 2.5 dengan konsentrasi 53 mikrogram per meter kubik. 

Sejumlah pekerja berjalan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. TEMPO/Subekti

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Tangerang, Juanda Usman, mengatakan ada 250 pabrik yang tercatat sebagai anggota Apindo Tangerang. Kegiatan produksi perusahaan-perusahaan itu mayoritas telah menggunakan listrik dan gas. “Di Kabupaten Tangerang memang masih ada yang menggunakan batu bara,” katanya. “Tapi hanya sedikit."

Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan polusi udara di Ibu Kota sangat dipengaruhi oleh siklus harian. Dengan demikian, pada musim kemarau, selimut asap sangat kentara terlihat. “Pada saat lepas malam hingga dinihari, cenderung lebih tinggi daripada siang hingga sore," ujar Ardhasena. 

Akibat siklus ini, permukaan langit terlihat berkabut karena adanya lapisan inversi. Lapisan inversi adalah lapisan atmosfer yang hangat, berada di atas lapisan atmosfer yang dingin. “Jadi, ketika pagi, di permukaan ini lebih dingin dibanding di lapisan atas,” katanya. Dengan demikian, udara yang akan naik justru tertahan dan terdispersi. “Itu penjelasan mengapa udara Jakarta kelihatan keruh di bawah dibanding di atas.”

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan kontribusi terbesar pencemaran udara di Ibu Kota berasal dari sektor transportasi. Pertumbuhan volume kendaraan yang semakin meningkat berdampak pada kemacetan dan peningkatan emisi gas buang. 

Untuk pencemaran dari sektor industri, kata Asep, akan selalu berkaitan dengan wilayah-wilayah di sekitar Jakarta. Sebab, pergerakan polutan selalu mengikuti pola angin. “Harus diingat, udara tidak mengenal batas administrasi,” katanya. Pemerintah daerah telah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara Jabodetabek sebagai forum akselerasi perbaikan kualitas udara kawasan. Pokja ini akan menyusun strategi pengendalian pencemaran udara terpadu dan percepatan uji emisi kendaraan bermotor di wilayah administrasi masing-masing.  

Climate Impact Associate dari Yayasan Indonesia Cerah, Diya Farida, berpendapat bahwa kontributor pencemaran udara paling besar di Indonesia adalah kawasan industri yang berada di daerah-daerah sekitar Ibu Kota. Dia mencontohkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang masih menggunakan batu bara. “Ini ada di Jawa Barat dan Banten,” katanya. “Polusi akibat pembakaran batu bara bisa sampai ke Jakarta.”  

Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA)—organisasi independen yang berfokus pada penelitian soal polusi udara—pada 2020 menemukan pencemaran lintas batas dari Banten dan Jawa Barat menjadi kontributor utama polusi udara di Jakarta. Paling tinggi berasal dari sektor industri energi pembangkit listrik dan manufaktur. Setidaknya ada 16 PLTU berbasis batu bara yang berada tak jauh dari Jakarta. Sepuluh PLTU berlokasi di Banten dan enam lainnya di Jawa Barat.

Sedangkan untuk industri manufaktur tercatat ada 418 fasilitas sumber polusi yang berada pada radius 100 kilometer dari Jakarta. Dari jumlah itu, sebanyak 136 bergerak di sektor yang beremisi sangat tinggi, seperti semen dan baja, kaca, penyulingan minyak dan gas, logam, serta petrokimia dan plastik.

Dengan menggunakan model HYSPLIT atau model komputer untuk menghitung trayektori dan penyebaran polutan, CREA menemukan, selama musim hujan (November-Mei), angin dari timur laut dan tenggara akan membawa emisi yang bersumber di Sumatera Selatan, Banten, dan Jawa Barat. Lalu, pada musim kemarau (Juni-Oktober), lintasan angin dari Jawa Barat membawa emisi ke wilayah timur dan tenggara Jakarta. 

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Sigit Reliantoro, memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, pencemar udara di Jakarta justru didominasi oleh sumber pencemar lokal. Kendaraan bermotor berbahan bakar fosil berada di urutan pertama dengan angka 44 persen, diikuti sektor industri 31 persen, manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen. 

Kesimpulan Sigit itu sejalan dengan data Electronic Registration Identification (ERI) Korps Lalu Lintas Polri. Hingga 14 Agustus 2023, di wilayah hukum Polda Metro Jaya terdapat 22,97 juta unit kendaraan bermotor. Adapun wilayah hukum Polda Metro Jaya itu meliputi 16 kepolisian resor, yaitu Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Ciledug, Kabupaten Tangerang, Serpong, Kabupaten Tangerang (Kelapa Dua), Cinere, dan Kabupaten Bogor.

Mayoritas kendaraan tersebut berupa sepeda motor yang mencapai 18,28 juta unit. Jumlah itu setara dengan 79,85 persen dari total kendaraan yang tercatat di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Selanjutnya, sebanyak 3,8 juta unit mobil pribadi, minibus sebanyak 795,1 ribu unit, kendaraan khusus 60,1 ribu unit, dan bus 37,56 ribu unit.

Sigit mengatakan, karena sektor transportasi mendominasi, pihaknya mendorong untuk melakukan uji emisi kendaraan berkala agar sesuai dengan baku mutu. “Uji emisi juga untuk kendaraan yang dari kawasan Bodetabek,” kata Sigit.

Pengendara sepeda motor dan roda empat terjebak dalam kemacetan di jalan protokol M.T. Haryono, Jakarta, 17 April 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kemitraan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Cholid Mawardy, mengatakan, selama tiga bulan terakhir, polusi udara di Kabupaten Bogor memang meningkat dua kali lipat dari batas baku mutu lingkungan (BKM). Biasanya ambang batas baku mutu untuk parameter PM 2.5 berada di angka 50. Sementara itu, dalam catatan terakhir pada 7 Agustus lalu, BKM di sekitar Cibinong saja sudah di atas 100 lebih.

Cholid menyebutkan belum mengetahui pasti penyebabnya. Bisa saja sumber polusi berada di wilayah lain dan masuk ke Bogor karena terbawa angin. “Untuk kepastian, harus melalui uji emisi,” katanya. “Tapi kami hanya punya satu stasiun pemantau udara.”

Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Suci F. Tanjung, tidak menyanggah bahwa sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara. Namun pencemaran dari sektor industri juga cukup besar. “Apalagi kami melihat potensinya muncul dari delapan PLTU dalam radius 100 kilometer dari Jakarta,” kata Suci.

Menurut Suci, pemerintah belum tegas mengendalikan kualitas udara dari sektor industri manufaktur. Bahkan upaya pengendalian belum masuk dalam rencana strategis pemerintah. “Mungkin karena highlight-nya masih ke sektor transportasi,” kata Suci. 

Rencana pemerintah untuk memasifkan uji emisi bisa menjadi strategi yang tepat. Sayangnya, fasilitas untuk menjalankan strategi itu belum mendukung. Suci mencontohkan rencana pemerintah Jakarta untuk mewajibkan uji emisi kendaraan bermotor. Namun rasio kendaraan bermotor yang jumlahnya 24 juta pada 2022 tidak sebanding dengan bengkel uji emisi yang hanya 193. “Kalau ada upaya untuk ke arah penerapan tilang, pertanyaan kami, apakah rasionya sudah seimbang?” kata Suci.

Sistem Kerja Hibrida

Pemerintah juga berencana menerapkan work from home untuk mengatasi pencemaran udara di Jakarta. Presiden Joko Widodo mengatakan perlu mendorong sistem kerja hibrida untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek. Pemerintah Jakarta menyambut gagasan itu dan berencana menerapkan sistem kerja hibrida mulai September mendatang.   

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengatakan penerapan bekerja dari rumah tidak banyak pengaruhnya terhadap pengurangan polusi udara di Jakarta. Apalagi pemerintah belum punya perangkat untuk mengukur kinerja pegawai. Dengan demikian, kebijakan ini hanya untuk menyelesaikan masalah jangka pendek. “Seharusnya setiap kebijakan sudah terimplementasi, terevaluasi, dan berkesinambungan,” kata Trubus.

Suci sependapat dengan Trubus. “Kesannya membatasi mobilisasi yang seharusnya menjadi hak setiap orang,” katanya. “Ide tersebut justru berasal dari kelalaian pemerintah dalam mengendalikan polusi udara.”  

Imbauan Kendaraan Listrik

Penanganan polusi udara juga menjadi perhatian Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Ia mengajak masyarakat beralih ke kendaraan listrik. Pemerintah memberikan insentif Rp 7 juta pada industri sepeda motor listrik, baik untuk pembelian kendaraan baru maupun konversi. Untuk itu, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2023 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai. “Kebijakan tersebut merupakan bagian dari upaya percepatan peningkatan ekosistem sepeda motor listrik melalui peningkatan pelayanan pengujian tipe sepeda motor konversi,” kata Budi.

Kemenhub mencatat jumlah sepeda motor yang sudah dikonversi menjadi sepeda motor listrik sebanyak 183 unit per 10 Agustus 2023. Sedangkan untuk sepeda motor listrik baru mencapai 59.388 unit. 

Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menilai pemerintah seharusnya membenahi angkutan umum di kota-kota penyanggah, seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok, untuk mengendalikan polusi udara. Pemberian kebijakan intensif kendaraan listrik justru akan memperbanyak kendaraan pribadi yang ujungnya menimbulkan kemacetan.  

Pendapat serupa disampaikan juru kampanye iklim dan energi Greenpeace, Bondan Andriyanu. Menurut dia, penggunaan kendaraan listrik tidak menyelesaikan masalah pencemaran udara. Sebab, produksi listrik saat ini masih mengandalkan PLTU yang menggunakan batu bara. “Padahal PLTU batu bara berkontribusi terhadap polusi udara,” kata Bondan.

HENDRIK YAPUTRA | AYU CIPTA (TANGERANG) | MUHAMMAD IQBAL (TANGERANG SELATAN) | M.A. MURTADHO (BOGOR) | NUR KHASANAH APRILIANI | ANT

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus